“Ba-bagaimana ini?” Raut wajah Lin begitu ketakutan begitu tahu kalung mereka telah aktif. Kecemasan itu melanda semua anggota, Maya dan Hamish bahkan sudah tidak dapat bersuara.
“Kalian siap kalau kita berangkat sekarang? Atau kita beristirahat dulu dan berangkat pagi nanti?”
“Aku tidak bakal bisa tidur,” sahut Hamish.
“Aku juga,” Maya menimpali.
“Baiklah, persiapkan logistik. Kita berangkat. Dan jangan panik.”
Ef memang bisa memberi komando untuk jangan panik. Tapi ketiga anggota jelas sedang mengalami serangan panik. Mereka seperti orang linglung yang tidak jelas mau mengerjakan apa. Hamish berkali-kali membongkar senjatanya. Maya membongkar tas dan memasukkan semua barang, dan Lin hanya berdiri mematung.
“Hei semua, perhatikan. Tarik nafas kalian dan hembuskan.” Ef merasa kondisi ini tidak bisa dibiarkan. Kegugupan mereka harus segera di atasi.
“Wajar jika kalian takut, tapi jangan biarkan ketakutan menguasai. Ingat kita memiliki keuntungan berada di jalan pintas. 1 jam lagi kalung kita akan berhenti.”
Ef mendekati Lin, dan membawa gadis itu ke arah ranselnya. “masukkan kebutuhan penting. Makanan, air, obat dan amunisi. Secukupnya saja.”
Hal serupa juga Ef lakukan kepada Maya, semua isi ransel di keluarkan, di sortir untuk membawa yang penting saja.
“Kau mampu bereaksi dengan baik. Peningkatanmu yang paling bagus. Kau second commander sekarang.” Ef menepuk pundak Hamish.
“Baik, capt”
Selang lima menit semua anggota telah siap. Ef memeriksa singkat kelengkapan mereka, setelah itu mereka berangkat dengan formasi yang sama seperti saat mereka meninggalkan camp.
Takut, cemas, gugup. Perasaan itu masih mengikuti mereka, bahkan lambat laun rasa itu juga mulai menghantui Ef. Dia cemas tidak bisa menjaga ke tiga anggota tim dengan baik, apalagi sampai harus kehilangan salah satu dari mereka. Terutama gadis yang sedang berjalan di depannya.
Dia sudah mengalami kegagalan satu kali saat menjaga Lin, jangan sampai kegagalan kedua terjadi, bahkan tidak bisa mengantarkan Lin pulang kepada orang tuanya.
Ef terus memperhatikan setiap langkah gadis itu, dengan tubuh yang langsing dia benar-benar harus bekerja keras untuk berjalan sambil membawa senapan ditangan. Senapan itu beratnya 6 kilogram saat berisi amunisi penuh. Lin pasti kesusahan membawa senjata itu dengan lengan kecilnya.
Ef menyentuh pundak Lin, “Biar aku yang bawa,” gadis itu menoleh tanpa tahu apa maksud dari Ef. Pria itu langsung mengambil senapan Lin dan menyampirkan tali senapan ke pundaknya.
“Bukankah akan menambah bebanmu?”
“Tidak apa-apa. Aku akan bantu bawa hingga keluar dari lorong ini. Nanti akan aku serahkan kembali.”
Dengan bantuan cahaya senter, mereka terus berjalan menyusuri lorong sempit sampai ke ujung. Ef naik lebih dulu, memasang tali ke sebuah batu dan mengulurkan ujung tali ke dalam lubang. Tali itu menjadi alat bantu anggota untuk memanjat naik.
Cukup banyak tenaga yang dihabiskan untuk memanjat lubang itu. Terutama mereka yang belum terlatih. Hamish jadi orang terakhir yang keluar dari lubang. Dia terlentang di tanah sambil mengatur napas.
“Matikan senter kalian!" Mau tidak mau mereka harus bergerak hanya mengandalkan cahaya bulan. Lampu senter akan membahayakan, karena bisa memberi tahu posisi mereka kepada lawan. Dalam beberapa saat mata pasti sudah bisa beradaptasi dengan cahaya remang, dan mereka kembali berjalan.
Sudah satu jam saat mereka berjalan dari celah air terjun dan melintasi kebun bunga matahari. Mercusuar tinggal berjarak 100 meter di depan mereka.
“Kalian tetap bersembunyi di sini. Aku akan masuk dan memastikan kondisi aman.” Sebelum pergi Ef mengatur formasi mereka. Mencari lokasi yang cocok agar semua anggotanya tetap tertutup tapi juga mampu memantau.
“Maya jaga posisi samping, dan Hamish jaga posisi belakang. Lin bidik ke depan ke arah pintu depan mercusuar. Jangan menembak jika tidak benar-benar terpaksa.”
Ketiga anggota mengangguk tanda mengerti, Ef berjalan meninggalkan mereka sambil sedikit menunduk untuk menjaga puncak kepalanya tidak lebih tinggi dari batang bunga.
Entah kenapa kali ini tekanan yang Ef rasakan terasa lebih berat. Padahal dia sudah pernah kesini sebelumnya. Berkali-kali dia menoleh ke belakang untuk memastikan keamanan anggota tim. Persembunyian mereka cukup baik. Ef tidak bisa melihat mereka sedikitpun.
Dengan konsetrasi tinggi, Ef terus mengendap menuju pintu masuk mercusuar. Dia mengamati konsidi sekeliling, tampaknya tidak ada sesuatu yang mencurigakan. Posisi pot bunga yang dia letakan di depan pintu saat pertama kali ke sana tidak berubah. Berarti belum ada orang yang mendatangi mercusuar ini setelah terakhir dia datangi.
Ef menyampirkan senjatanya ke punggung dan mencabut pistol.
Pria itu terus berjalan pelan. Dia mendorong pintu dengan tangan kiri dan tangan kanan terus membidik. Kondisi ruangan itu sangat gelap, karena cahaya bulan tidak bisa masuk ke dalam. Mau tidak mau, Ef harus menyalakan senter.
Alat sensor sidik jari sudah menyala. Ef meletakkan jempolnya ke sana. Profilnya muncul di layar kecil sensor. Kemudian 4 digit angka muncul. 1 5 0 2. Kode untuk menonaktifkan penghitung mundur.
Namun masalah baru kembali muncul, papan angka berada di sisi belakang kalung. Harus ada orang lain yang membantu mengetikkan angka itu.
Pandangan Ef beralih ke peti di depannya. Lampu yang ada di kunci peti juga sudah menyala. Lagi-lagi Ef meletakkan jempolnya di sensor yang ada di atas peti. Tapi sensor tidak bereaksi apapun.
Jika saja ada alat komunikasi dia bisa meminta anggota Tim untuk mendekat. Saat ini Ef harus menjemput mereka.
Pria itu kembali mengendap keluar, dan meletakkan pot bunga kembali ke depan pintu masuk.
Dalam keremangan, menemukan posisi persembunyian Tim ternyata menjadi sebuah pekerjan tambahan. Sesuai perintahnya adi, mereka harus menunggu tanpa suara. Ef teringat sesuatu.
“Lin, Kau dimana?” Ef memanggil dengan bahasa Indonesia. Bahasa yang telah mereka sepakati sebagai bahasa sandi. Panggilan pertama tidak ada sahutan, Ef bergerak ke posisi lain yang dia perkirakan sebagai persembunyian tim.
“Lin, kau dengar aku?” Ef agak meninggikan suaranya. Terdengar suara gerakan di arah jam 3.
“Ef, kami di sini!” Lin menjawab dengan bahasa yang sama. Ef bisa memperkirakan posisi mereka dan mendatanginya.
“Aku sudah mendapatkan kode. Masukkan 1 5 0 2 ke kalungku.” Lin mengetikan angka itu ke kalung Ef, lampu kalungnya berubah menjadi kuning, suara bip-bip berhenti. Tapi penghitung waktu tidak berhenti. Hanya kembali ke angka awal. 72:00:00.
“Kode ini ternyata bukan untuk menonaktifkan penghitung mundur. Tapi mereset waktu kembali ke awal.”
“tapi lampu kalungmu berubah menjadi kuning. Sedangkan lampu kami masih biru?”
“Mungkin itu tanda aku sudah melewati cek poin satu. Masukan kode ini ke kalung kalian.”
Hamish mengetikkan kode ke kalung maya, dan Ef mengetikan angka yang sama ke kalung Lin.
Suara bip-bip memelan. Kemudian muncul tulisan.
Invalid
bersambung...
halo semua. sorry Updatenya telat.
oh iya, untuk info unpdate berikutnya bakal aku umumkan di akun sosmedku. jgn lupa di follow.
Fb. Densa
Ig. @densa015
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 45 Episodes
Comments
R⃟ Silu ✰͜͡w⃠🦃🍆(OFF)
next lanjut
2021-12-14
0
🇴🇫🇫
Berasa nonton film horor...
2021-09-20
0
Kiki Sulandari
Kalau kode invalid,mungkin akan mudah terlacak lokasi kalian
2021-09-10
0