Just My Ex Husband
Aku tak pernah menyangka sebelumnya tentang nasib rumah tanggaku yang berujung di meja hijau. Tepat di hari jum'at pukul sepuluh pagi, sidang perceraianku berjalan dengan cepat.
Ketika hakim pengadilan agama mengetuk palu sebanyak tiga kali, itu artinya aku dengan Frans sudah bukan lagi pasangan suami istri.
Aku masih tak kuasa menahan perih yang masih tergambar jelas dalam ingatanku.
Malam itu Frans dengan wajah panik mengangkat telpon yang entah dari siapa?
Namun, wajahnya sudah berubah menjadi panik. Hingga Frans mengabaikanku yang masih berada dalam dekapannya.
Seketika itu juga Frans langsung menyambar kunci mobil, langkahnya setengah berlari tanpa menghiraukan sikap penasaranku.
"Ada urusan kantor yang mendadak sayang, mungkin aku tidak pulang." ucapnya singkat padaku.
Setelah mengatakan itu Frans mengecup puncak kepalaku sesaat, tapi entah kenapa firasat seorang istri begitu kuat. Aku seperti tak percaya dengan alasan yang Frans katakan padaku.
Akhirnya, aku memutuskan untuk mengikuti kemana suamiku pergi dengan mobilku sendiri.
Aku sengaja memberikan jarak dengan mobil Frans, tapi rasanya ada yang aneh di sini.
Ini bukan jalan menuju kantor Frans. Harusnya kantor Frans belok kanan di pertigaan lampu merah, tapi kenapa Frans masih memilih lurus?
Batinku semakin berkecamuk. Apalagi dengan berbagai alasan yang Frans berikan padaku akhir akhir ini.
Rasanya semakin tidak masuk akal, Frans sering sekali bilang meeting di luar kota, bahkan sampai harus menginap.
Kalaupun Frans pulang, ia pulang sampai larut. Sampai aku sudah terlelap tidur akibat lelah menunggu.
Sekitar satu jam perjalanan, mobil Frans berhenti di sebuah rumah dengan desain minimalis bernuansa violet.
"Rumah siapa ini?" gumamku pelan, masih menyaksikan suamiku yang berjalan tergesa-gesa saat memasuki rumah tersebut.
Selang beberapa menit Frans sudah keluar dari rumah tersebut. Ia menggendong wanita cantik dengan perut besar, sepertinya wanita itu sudah siap melahirkan.
Tapi tunggu dulu, dari raut wajahnya sepertinya aku mengenali wanita itu. Hanya saja postur tubuhnya yang membengkak karena hamil tua membuatku sedikit kesulitan mencari nama wanita itu.
"Al.. Alea..." ucapku terbata.
Ya Alea, sekertaris suamiku yang sangat cerdas dan cekatan, tapi kenapa dia bisa hamil?
Padahal, setahuku Alea belum pernah menikah?
Apa mungkin Frans sedang membantu sekertaris kebanggaannya untuk proses persalinan?
Bisa saja suami Alea dinas di luar kota, atau luar negeri.
Saat itu pikiranku masih berusaha positif, tapi kalau diantara Alea dengan suamiku tidak ada hubungan spesial, mengapa dekapan Alea terasa sangat intim sekali dalam gendongan Frans?
Ah, detak jantungku semakin tak menentu.
Aku takut menerima kenyataan kalau Alea mengandung anak Frans.
Kalau tidak, kenapa Frans begitu peduli dan perhatian pada Alea?
Terlebih lagi posisiku yang tak kunjung mampu memberikan seorang anak untuk Frans.
Biarlah semua pertanyaan itu aku simpan dulu, yang terpenting saat ini aku harus tahu siapa ayah dari bayi yang dikandung Alea?
Mobil Frans kembali melaju menuju rumah sakit. Segera aku ikuti langkah Frans, namun kini langkahku terhenti di bagian resepsionis.
"Selamat malam Mba, ada yang bisa dibantu?"
Resepsionis itu menyapaku dengan sambutan hangat, dengan senyum yang tercetak di wajah cantiknya.
"Aku saudara dari Alea, pasien yang barusan daftar melahirkan."
Aku sedikit berbohong dengan mengaku sebagai saudara Alea, tapi tak mengapa karena itu yang harus aku lakukan saat ini.
"Oh silahkan Mba, tunggu saja di bagian ruang persalinan ya." titah resepsionis.
Kalau boleh jujur, bukan itu yang ingin aku korek lebih dalam informasinya. Aku hanya ingin tahu siapa nama pasangan dari Alea?
"Ehmm, maaf Mba. Kalau boleh tahu suaminya Alea atas nama siapa ya Mba? Biar saya tidak salah orang."
Aku sedikit berbohong, tapi tak mengapa karena rasa penasaranku lebih besar di sini.
Kemudian mba resepsionis itu mengecek layar monitor, lalu membacakan nama suami dari Alea.
"Suaminya di sini atas nama bapak Frans Wicaksana, Mba."
GLLEEEEEEKKKKKK
Seketika itu juga hatiku seperti hancur berkeping-keping, nafasku sesak mendengar nama suamiku disebut sebagai suami dari nama wanita lain.
Telingaku terasa panas, begitupun dengan kedua bola mataku yang mulai berkaca-kaca, bahkan setitik bulir bening berhasil jatuh bebas di pipiku, tanpa sanggup aku tahan lagi.
Lima tahun bersama Frans, ternyata ini balasan Frans terhadapku.
Aku tahu aku cacat, tidak mampu memberikan keturunan untuk Frans, tapi setidaknya Frans harus bilang terlebih dahulu padaku atas apa yang telah dilakukannya bersama Alea.
"Mba, apa mba menangis?"
Resepsionis itu menyadarkanku, aku harus kuat dan menerima kenyataan yang ada saat ini.
"Ah tidak, hanya kelilipan maskara saja Mba. Terimakasih ya Mba."
Aku segera melangkah cepat menuju ruang persalinan Alea, sepertinya dia akan melahirkan normal.
Aku melihat dari pintu ruangan yang di tengahnya terdapat kaca sempit, bayangan Frans masih dapat aku lihat di sana.
Frans dengan setia menggenggam jemari Alea erat, mengecup puncak kepalanya, memberikan motivasi pada Alea untuk tetap kuat melahirkan darah dagingnya.
Darah daging yang telah lama Frans dambakan, dan kini mimpinya tercapai. Namun, bukan denganku. Bukan dengan wanita yang selalu percaya padanya, sampai kepercayaan itu dimanfaatkan dengan mudahnya oleh Frans.
Tiba-tiba terdengar suara jeritan tangis bayi yang begitu kencang, lalu semua orang yang berada di ruangan tersebut mengucapkan selamat untuk Frans.
Sementara aku sudah terkulai lemas bersandar di pintu. Aku tak sanggup lagi menyaksikan kebahagiaan yang bertahun tahun aku impikan.
Aku tak peduli bayi itu berjenis kelamin laki-laki atau perempuan. Nafasku terlalu sesak untuk menyaksikan suamiku mengecup, memeluk, dan menggenggam jemari Alea dengan perasaan yang mendalam.
"Selamat tinggal Frans."
Bibirku bergetar mengatakannya, namun itu keputusan yang harus aku ambil.
Aku tak sanggup jika harus dimadu oleh Frans.
Aku tak sanggup berbagi suami dengan wanita lain, aku bukan malaikat yang tak berbatas kesabaran.
Aku hanyalah wanita lemah bernama Jenny Florencia. Wanita yang divonis mandul, tak mampu memberikan anak bagi siapapun pria yang menikahiku.
Biarlah aku sendiri, dari pada aku harus menahan sakit dengan cinta yang terbagi.
Biarlah cinta itu pergi bersama yang mampu memberikan kebahagiaan lebih untukmu Frans.
•••
Aku bukan malaikat yang tak berbatas kesabaran.
Miss Viona
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 88 Episodes
Comments
Praised93
terima kasih
2024-01-06
1
Nurhaida Pakpahan
mampir
2021-12-22
1
emi samosir
Sepertinya menarik ceritanya
2021-09-09
1