Satu bulan telah berlalu setelah kepergian Frans dari rumah ibuku. Aku tidak pernah mencoba menghubungi Frans, begitupun dengan Frans yang tak pernah mencoba menghubungiku.
Mungkin dia terlalu sibuk dengan kebahagiaan barunya, tapi biarlah semuanya tidak ingin aku pedulikan lagi, aku sudah tidak ingin mendengar tentang Frans lagi.
Entah Frans yang tidak mau menghubungiku, atau aku yang terlalu hebat menutup semua akses komunikasi dengan Frans. Apapun itu, yang terpenting sejak aku memutuskan untuk menghapus semua tentang Frans, aku harus mulai belajar hidup tanpa Frans.
Harus belajar terbiasa melalui hariku tanpa bantuan dan perhatian Frans.
Aku yakin aku bisa melalui semua ini. Walau sulit, tetap akan aku hadapi.
Bukankah hidup adalah pilihan?
Aku harus siap menerima semua resiko yang sudah aku pilih, walaupun aku tahu itu sulit untukku. Setidaknya, aku akan terbebas dari rumah tangga yang hanya bisa menyesakkan dada.
Aku harus siap menerima semua cela suratan takdir. Bukan sekedar sakit tentang pengkhianatan yang telah Frans torehkan. Satu yang aku takutkan setelah ini, yaitu penghinaan orang orang terhadapku. Karena, sebentar lagi aku akan resmi menyandang status janda.
Bagaimanapun juga kenyataan di masyarakat sosial, konotasi seorang janda selalu salah di mata mereka.
Ada yang takut suami mereka direbut, ada pula yang menghina kalau aku ini tidak becus menjaga suami.
Belum lagi dari kaum pria yang sudah pasti akan melecehkanku, jika mereka tahu kalau aku ini seorang janda.
Tidak ada lagi sosok suami yang akan melindungiku dari buasnya pandangan mereka terhadap wanita. Karena, aku sudah melepaskan nama nyonya Wicaksana setelah kepergianku dari rumah Frans.
Jujur saja, aku pun tidak ingin berada dalam posisi saat ini. Tapi, aku juga tidak ingin menjadi budak cinta yang disakiti lagi, lalu memaafkan lagi. Menangis lagi, memaafkan lagi. Aku tidak bisa menjadi wanita yang seperti itu.
Keputusan ini sangat tepat menurutku, apapun konsekuensinya akan aku hadapi.
Aku keluar dari ruang sidang, seumur hidupku sama sekali tak pernah aku bayangkan akan memasuki ruang nista itu.
Aku lihat Frans dengan raut wajah berantakan, tak terurus, bulu bulu halus di rahang wajahnya tumbuh tak taratur. Dia menatapku sendu, tak ingin beranjak dari tempat kami berdiri. Pandangan matanya terlihat jelas tidak merelakan perceraian ini terjadi.
"Jangan menyentuhku Frans! Mulai sekarang aku sudah haram untukmu." ucapku tegas.
Baru saja Frans akan menyentuh puncak kepalaku dengan perasaan penuh iba, seketika aku mundur satu langkah menghindari jangkauan tangan Frans.
"Kembalilah padaku Jenn." pinta Frans di hadapanku.
Sementara di belakang tempat aku berdiri ada ibuku yang juga ikut menemani jalannya persidangan.
Ibu menatap Frans lekat, batin ibu beranggapan hal yang sama denganku, kalau Frans masih tidak merelakan perceraian ini terjadi.
"Tidak Frans. Aku bukan tipe wanita yang mudah mengubah keputusan." aku kembali menegaskan pilihan hidupku.
Harusnya Frans lebih tahu tentang sikapku. Mungkin sebenarnya Frans sangat paham benar akan sikapku, hanya saja dari sorot matanya secercah perasaan cinta untukku masih ada di sana, masih dapat aku rasakan dari cara Frans menatapku. Tapi, semuanya sudah terlambat, keputusanku sudah bulat untuk berpisah.
"Frans ayo kita pulang, kasihan Alea dan anakmu menunggu kita di rumah."
Ibu mertuaku yang menemani jalannya persidangan, ia mencoba menghalau sikap Frans yang masih belum bisa move on dari kenyataan. Mungkin tujuannya agar Frans sadar bahwa wanita di dunia ini bukan hanya aku saja.
Masih ada wanita lain, masih ada Alea yang setia akan cintanya. Bahkan Lina sengaja menegaskan kata anak dari ucapannya, agar aku menyadari kekuranganku yang tak mampu memberikan Frans keturunan.
Frans tidak mendengarkan ajakkan ibunya, dia justru berjalan dua langkah lebih dekat padaku, lalu berbisik tepat di ceruk leherku.
"Aku yakin suatu saat kamu akan datang, dan memohon cintaku kembali Jenn."
Aku sempat merinding mendengar bisikkan Frans, tapi akupun sadar aku harus kuat pendirian.
Aku tidak mau jatuh lagi dalam pesona Frans, walau harus aku akui separuh hatiku masih untuknya.
"Itu tidak akan pernah terjadi Frans."
Nada bicaraku sengaja aku tekankan seasing mungkin, karena aku dan Frans memang sudah tidak ada ikatan apapun lagi.
Akhirnya Frans pergi bersama Lina, lalu meninggalkanku yang masih berdiri termangu di depan ruang sidang.
"Sabar ya Nak, Ibu yakin Jenny pasti bisa melalui masa ini." ucap ibu yang selalu setia menemani putrinya.
Ibu menggenggam jemariku dan mengelus punggung tanganku lembut penuh kasih. Ia mencoba menyalurkan kekuatan seorang ibu terhadap putri kesayangannya.
Kamipun berjalan menuju area parkir pengadilan agama untuk perjalanan pulang, berharap suasana hatiku akan sedikit lebih baik setelah meninggalkan tempat nista ini.
•••
Matahari mulai jatuh di ufuk barat, membiaskan sinar merah senja di langit luas halaman rumah ibuku.
Sungguh pemandangan yang begitu indah. Menatap pelataran rumah yang membiaskan cahaya senja di balik kelopak bunga yang bermekaran di halaman.
Satu gelas teh manis hangat cukup menyegarkan pikiranku saat ini, berharap sedikit mengurangi bebanku yang masih tenggelam dalam luka perceraian.
Aku duduk termangu di teras rumah ibu, otakku mulai berputar hebat untuk mencari solusi kehidupan ekonomiku pasca bercerai dengan Frans.
Kemana aku akan mencari pekerjaan?
Kalau membangun sebuah bisnis usaha pastinya tidak akan mudah, tentunya harus memiliki modal yang cukup besar untuk memulai suatu bisnis.
Akhirnya, aku putuskan untuk mencoba mencari informasi lowongan pekerjaan via internet. Berharap setitik peluang masih ada untukku di sana.
Sekitar setengah jam aku mencari informasi lowongan pekerjaan, aku berhenti di sebuah iklan job fair salah satu perusahaan yang bergerak di bidang tekstil dan property.
Dalam iklan job fair tersebut akan mengadakan walk interview di hari sabtu, untuk perihal lamaran pekerjaan boleh dibawa saat walk interview berlangsung, atau dapat pula dikirim melalui email yang alamatnya sudah tertera dalam iklan job fair tersebut.
"Waktunya sabtu, tanggal lima, pukul delapan sampai selesai."
Aku baca lagi iklan tersebut untuk kedua kalinya.
"Gila! Itu besok!"
Aku menjerit tak percaya, karena waktunya terlalu cepat.
Artinya, malam ini juga aku harus kembali ke Jakarta, karena walk interview akan dilaksanakan pagi hari pukul delapan, dan aku tidak ingin menyiakan kesempatan ini.
Apapun akan aku lakukan demi kelangsungan hidupku bersama ibu. Bukan hanya soal materi saja yang aku cari, aku juga membutuhkan aktivitas lebih untuk melupakan semua masalahku, aku butuh kesibukkan agar pelan pelan aku bisa melupakan Frans.
Kalau hanya berdiam diri di rumah saja, akan membuatku semakin menyesali semua keputusan yang telah aku pilih.
Setidaknya jika nanti aku diterima bekerja, fokusku bukan hanya pada masa lalu saja.
Aku harus menata kembali hidupku untuk menjadi Jenny yang baru, tentunya membuka harapan kehidupan yang baru pula.
•••
Hal yang paling menyakitkan ketika dulu segalanya, tiba-tiba keadaan memaksa menjadi asing.
Miss Viona
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 88 Episodes
Comments
Sri Hermayana Zulkarnaen
ya Allah. sedih banget ceritanya sampe meweh
2021-07-24
1
xk_ekga🤓
jenny km harus tunjukan klo km bukan bucin yg gbs apa2 tanpa laki2
2020-06-16
2
ArdilaSusanti
semangat jenny aku yakin kamu akn bahagia
2020-04-26
3