Estan Holding Company
Lera memandang gedung di depannya bersamaan dengan helaan napas panjang, ini memang bukan kali pertama Lera memasuki gedung tersebut karena EHC adalah perusahaan milik keluarganya, semua orang yang ada di dalam gedung itu jelas mengenal dirinya dengan baik. Akan tetapi entah mengapa ia merasa gugup, bahkan Lera dapat mendengar debaran dibalik dadanya.
Seharusnya, ya, seharusnya Lera tidak perlu merasa segugup ini kan?
Akan tetapi ... hari ini berbeda, Lera datang ke perusahaan bukan untuk merampok dompet Emo seperti biasanya, melainkan untuk bekerja.
"Selamat pagi, Nona Lera."
Karin, wanita di balik meja resepsionis lantai 20 itu lekas berdiri saat melihat salah satu pewaris perusahaan keluar dari lift dan berjalan lurus ke arahnya.
"Pagi, Karin." Lera melemparkan senyum pada wanita itu, "Apa Emo ada di dalam?"
"Tuan Estan sedang ada tamu."
"Masih lama?"
Mengecek jam yang melingkar di pergelangan tangannya yang kurus, Karin kemudian menjawab, "Lima belas menit lagi seharusnya selesai."
Lera mendesah, ia sangat benci menunggu namun ia tidak memiliki pilihan lain. Kalau saja Lera sudah mengetahui dimana ruangan miliknya, jelas ia tidak akan membuang waktunya untuk bermanis mulut dengan wanita itu.
"Apa aku terlihat aneh?" tanya Lera saat menangkap basah Karin yang sedang memindai dirinya dari ujung kaki sampai ujung rambut. 'Sangat tidak sopan!' keluhnya dalam hati.
"Anda terlihat berbeda dengan stelan itu."
Lera memutar bola mata saat mendengar omong kosong yang baru saja dimuntahkan Karin. Lera tahu itu bukanlah sebuah pujian mengingat apa yang ia kenakan saat ini, hanya sebuah kaos yang sudah sering cuci pakai dan jins kebesaran.
"Well, apapun yang aku pakai tidak akan mengubah kenyataan siapa aku sebenarnya apalagi statusku." ujar Lera sebelum melenggang pergi. Dia yakin apa yang ia katakan tadi cukup memberikan tamparan untuk Karin.
Sudah menjadi rahasia umum bahwa Karin berusaha menarik perhatian sepupunya, Demon. Bahkan Lera yakin semua wanita yang bekerja di gedung ini melakukan hal yang sama, saling berlomba untuk mendapatkan perhatian Demon Estanbelt. Tapi sayang sekali, posisi yang mereka incar sudah diisi oleh orang lain, sosok cantik dan lemah lembut bernama Chika.
Membuka pintu ruangan yang bertuliskan direktur, wajah Lera lekas disambut oleh dinginnya suhu ruangan. Ruangan yang masih sama seperti terakhir kali ia berkunjung, sofa panjang itu masih dititik yang sama, meja kaca yang begitu rapi dan yang pasti brangkas uang milik Demon masih ada di sudut yang sama. Yup, jika letak brangkasnya berubah maka itu akan menjadi malapetaka untuknya.
"Kau sudah datang?"
Oh, sial! Lera mengumpat saat suara Demon tiba-tiba saja terdengar tepat di telinga kirinya.
"Tentu saja!" respon Lera penuh antusias. Dia mengedarkan tatapan ke sekelilingnya namun ia tidak menemukan orang lain selain sang sepupu.
Kening Lera berkerut dalam. Kemana perginya semua orang? Apakah tidak ada yang menyambutnya padahal ini adalah hari pertama ia bergabung dengan perusahaan dan dimana penyihir tua itu?
"Apa semua orang sedang sibuk?"
Demon, pria itu melirik sekilas sebelum melepaskan jas yang dipakainya kemudian ia letakkan di sandaran kursi kerjanya.
Well, bajingan itu selalu tampak menawan seperti biasanya —gumam Lera dalam benaknya.
"Ada proyek baru yang sedang berjalan, aku rasa mereka sedang menyiapkan bahan untuk rapat sore nanti."
Lera mengangguk paham, "Lalu? Bagaimana dengan serah terima jabatan hari ini? Apakah ditunda?"
'Serah terima jabatan?'
Demon kemudian teringat sesuatu. Sial, seharusnya ia menyadari hal ini saat Karin memberitahunya bahwa Lera sedang menunggunya di ruangan.
Mengetuk jemari di atas meja kerja miliknya, Demon sedang memikirkan cara untuk menyampaikan dengan baik, merangkai kata tanpa harus melukai perasaan sepupunya tersebut. Sungguh, Demon tidak bermaksud mematahkan semangat Lera untuk bekerja namun apa yang akan keluar dari mulutnya tentu akan membuat perasaan gadis itu hancur.
"Lera, dengarkan aku baik-baik dan tolong kendalikan emosimu, oke?"
Apa maksudnya itu? Lera mengerutkan keningnya. Kenapa Demon memintanya untuk mengendalikan emosi?
"Omah ingin kau bekerja di perusahaan—"
"Aku tahu."
"Menjadi cleaning service."
Tunggu, tunggu, tunggu!
Ada yang salah di sini, tepatnya pada ucapan sang sepupu beberapa detik lalu. Lera mengerjap beberapa kali sambil mengorek telinganya dengan jari kelingking.
"Kau serius?"
Demon menghela napas, ia menyisir rambutnya frustasi. Jika harus jujur, ia merasa tertekan dengan keadaan ini. Dia tidak siap untuk menghadapi amukan— tidak, lebih tepatnya Demon sangat tidak siap untuk menghadapi rengekan sepupunya itu.
“Kau benar-benar serius? Cleaning service?” Lera kembali menyakinkan bahwa apa yang didengarnya beberapa menit lalu adalah kesalahan.
Demon tahu kalau posisi itu sangat … keterlaluan? Selain itu, Lera adalah anak manja. Apa yang bisa diharapkan dari anak manja? Tck, tentu saja tidak ada!
Lalu … bagaimana bisa Sinta menempatkan Lera pada divisi Cleaning Service disaat gadis itu tidak bisa mengurus dirinya sendiri? Baju, rumah, bahkan piring bekas makannya saja dibersihkan oleh orang lain.
Menelan ludah sekali lagi, Demon kemudian membuka suaranya, "Omah bilang bekerja itu harus secara bertahap. Sebelum berada di atas, kau harus memulai dari bawah lebih dulu."
Lera menatap sang sepupu tidak percaya. "YAK! BAGAIMANA BISA KALIAN MELAKUKAN ITU PADAKU?!"
Lera tahu dan paham akan watak sang nenek, disamping keras kepala, neneknya tersebut memiliki segunung ide gila untuk menjinakkannya. Namun yang membuatnya tidak habis pikir adalah ... dari semua kemungkinan posisi jabatan yang bisa ia pegang di perusahaan ini, alih-alih menjadi seorang manajer atau paling tidak supervisor, dirinya justru ditempatkan di posisi yang paling menyedihkan!
Sapu, pelan, dan lap kotor?
Tidak, tidak sedetik pun Lera membayangkan dirinya akan berurusan dengan benda-benda itu.
"Kenapa kau melakukan ini, Emo?" Lera menanyakan hal yang sama seperti sebelumnya. Menuntut penjelasan yang dapat dicerna oleh akal sehatnya dari sang sepupu.
"Itu bukan kemauanku."
Hanya itu? Tidak ada penjelasan lain yang lebih masuk akal?
Lera menghela napas. "Tapi kenapa harus cleaning service?" Protesnya kembali, "memangnya kau tega membiarkan aku melakukan pekerjaan yang … tidak seharusnya aku lakukan? Membersihkan toilet?"
"Harus berapa kali aku bilang, bukan aku yang menempatkan mu pada posisi itu!" Demon nyaris kehilangan kesabaran untuk menghadapi Lera.
Kalian tahu bagaimana rasanya disalahkan atas bencana yang tidak pernah kalian buat? Demon merasakan hal itu, satu sisi ia merasa kasihan kepada Lera, namun disisi lain dia tidak mungkin bisa membantah apa yang diperintahkan oleh nenek-nya kecuali dia siap mendapatkan hukuman karena beberapa kali meloloskan Lera.
"Aku tidak tahu apa kesalahanku sampai kalian begitu tega melakukan ini." Lera memulai, dia membuat ekspresi terluka sambil memukul dadanya dengan kepalan tangan, tepat seperti adegan yang sering muncul dalam drama. "Aku kira hanya perasaanku saja, tapi ternyata memang benar kalau aku diperlakukan berbeda oleh kalian. Aku seperti ... cucu pungut?"
Oh, Tuhan ...
Demi apapun, masih banyak hal yang harus Demon kerjakan seperti ... melihat proyek pembangunan jalan yang sedang ia tangani, atau rapat internal rutin di awal bulan. Namun nyatanya saat ini ia sedang terjebak dalam drama keluarga, sepagi ini, bahkan jarum panjang belum menyentuh angka sepuluh.
"Kau tahu kalau ocehan mu tidak akan mengubah apapun, Le." sahut Demon sambil memandang Lera jengah.
Wajah Lera yang semula tertunduk murung seketika berubah berseri-seri. Gadis itu menjentikkan jarinya dengan tatapan penuh harap.
"Yap, benar sekali!" ocehnya sambil berjalan ke arah Demon. "Oleh karena itu, tolong bujuk Omah untuk membatalkan ini. Kalau kau yang bicara, aku yakin Omah akan mendengarkannya dengan baik."
Mendengarkannya dengan baik? Tck, kalau Nyonya besar Estanbelt memang pendengar yang baik maka semua ini tidak akan terjadi dan hidupnya tidak akan serepot ini.
"Tidak."
"Why?"
"Kau tahu sendiri, apapun yang sudah keluar dari mulut Omah, maka tidak bisa ditelan kembali." tolak Demon dengan tegas, "hanya dua bulan. Cukup buktikan pada Omah kalau kau bisa melakukan itu tanpa membuat ulah, semuanya akan kembali seperti semula, aku janji."
"DUA BULAN?" Lera memekik tak percaya, "SIAL, Omah sepertinya benar-benar sudah kehilangan akal!" gerutu Lera sambil menyipitkan kedua matanya dan tidak lupa mengerucutkan bibirnya, tipikal dirinya ketika sedang kesal.
Demon mendengkus, "Memangnya siapa yang suka membuat onar sampai Omah jadi hilang akal, huh?"
Lera menunjuk dirinya seraya membuat ekspresi kaget. "Aku?"
"Menurutmu?"
"Memangnya apa yang sudah aku lakukan sampai membuat Omah hilang akal?" Lera bersungut tidak terima, menurutnya tuduhan sepupunya tersebut sangat tidak berdasar.
Demon memberikan tatapan yang seakan bicara — 'Kau yakin tidak melakukan apapun?!' — pada gadis itu. "Mau ku telpon Lucas untuk membawa buku besar?" tantangnya, Demon yakin Lera tidak akan berani mendebatnya kecuali gadis itu siap untuk mengembalikan apa yang sudah dia ambil secara diam-diam selama ini.
'Sial!' Lera mengumpat dalam benaknya. 'Jadi ... inikah alasan Omah melakukan ini padaku? karena uang yang tidak seberapa itu?'
"Tidak perlu!" sergah Lera sebelum Demon benar-benar mengusap layar handphonenya untuk memanggil Lucas.
Tidak, Lera sama sekali tidak takut. Hanya saja … Lera tidak ingin melihat setebal apa buku besar yang Demon maksud itu. Lagipula, kalau diingat-ingat kembali, Lera tidak sesering itu kok memakai uang perusahaan. Bisa dibilang hanya tiga kali dalam seminggu —menyusup ke ruangan Demon dan mengambil Card dari dompet pria itu untuk berfoya-foya dan nominalnya tidak banyak juga— itu pun kalau tidak ketahuan.
Selain itu, dengan omset perusahaan yang menggunung setiap bulannya tidak akan membuat sang nenek jatuh miskin hanya karena beberapa tas branded kan? Tck, memang dasar sang nenek saja yang terlalu membesar-besarkan masalah.
Baiklah, jika menjadi cleaning service bisa membuat hutang-hutangnya pada sang nenek terbayar lunas, tidak masalah, Lera akan melakukannya. Lera akan bertahan dan membuktikan pada sang nenek kalau dia bisa melewati ujian kecil ini.
"Oke, hanya dua bulan kan?"
Demon menaikkan satu alisnya, benar-benar respon yang tidak terduga. "Yap, hanya dua bulan."
"Jadi, kapan aku bisa mulai bekerja?"
"Besok?"
"Fine."
"Di perusahaan Bian."
"Ok— APA?"
Dengan wajah sok polos itu Demon mengatakan, "Untuk mencegah kecurangan, Omah memintaku untuk menempatkan mu di salah satu perusahaan rekanku."
"Oh, Shit!" umpat Lera, "Bian yang itu?"
"Ya, Bian yang itu."
"Emo, bunuh saja aku!"
Demon menyeringai mendengar gerutuan Lera tersebut. "Kalau kau mau aku jujur, membunuhmu sama sekali tidak ada untungnya, tidak menyelesaikan masalah dan … aku tidak mau menanggung hutang orang yang sudah mati."
"Sialan kau!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 49 Episodes
Comments
54RIN 아린
OMAAAA SINTAAAA LUP YUUU😆😆😆😆😆
2020-04-15
1