Love My Enemy
"Tante Lera!"
Seorang perempuan yang namanya baru saja diteriakkan oleh bocah 5 tahun lekas menoleh. Wajah ayunya terlihat bersinar saat melihat anak lelaki yang tengah berlari ke arahnya. Sebuah tawa lepas begitu saja kala anak itu meloncat dan memeluknya erat.
"Tumben sekali tante mau menjemput ku?" bocah itu berceloteh sambil menggembungkan pipinya gemas.
Tawa jenaka Lera berubah menjadi kekehan canggung. "Semua ini gara-gara ayah mu!" rasanya ia ingin memberitahu fakta pahit itu pada Erry, tapi dia tidak cukup tega untuk mengatakannya. Bocah itu pasti akan sedih dan kecewa.
Seharusnya hari ini ada hari liburnya, hari dimana ia akan menghabiskan seluruh waktunya untuk berburu barang-barang keluaran terbaru di mall dan bersantai dengan ditemani beberapa orang yang menata rambut juga kukunya di salon. Itu rencana yang sangat sempurna untuk membunuh waktu, namun siapa sangka jika bada akan datang.
Demon Estanbelt, sepupunya yang amat diktator itu mengirimnya pesan untuk segera menjemput Erry di sekolah.
Sejujurnya Lera bisa saja menolak perintah itu, namun resiko atas pembangkangannya itu terlalu berbahaya. Membayangkan ia akan kehilangan donatur tetapnya, itu seperti sebuah mimpi paling buruk. Jadi, dengan menggunakan seperempat hatinya yang tidak ikhlas, Lera akhirnya memutuskan untuk pergi menjemput Erry.
"Urm ... berhubung hari ini tante sedang tidak sibuk, jadi tante yang jemput kamu ke sekolah."
Bocah itu mencebikkan bibirnya, "Bohong!" sungutnya kemudian, "bilang saja kalau Ayah yang memaksa tante Lera kan? Kalau bukan karena Ayah, mana mau tante datang ke sini."
Lera berdecak tak percaya, sepupu kecilnya itu ternyata memiliki kecerdasan dan juga mulut yang tajam seperti ayahnya. "Benar kok, aku datang ke sini karena aku sangat merindukan sepupuku yang sangat tampan dan manis ini."
"Benar?" Bocah itu kembali bertanya, ia masih mencoba meyakinkan dan kepala Lera mengangguk dengan sangat cepat. "Ya sudah, karena tante Lera bilang tidak sibuk, kalau begitu ayo temani aku main dulu di taman dengan teman-teman. Erry ada pertandingan main layang-layang."
"Apa?"
Oh, No!!!
Lera tidak bisa untuk tidak membelalak kan matanya saat mendengar ocehan bocah itu. Tidak, sudah cukup menyebalkan untuk sampai di tempat ini dan ia tidak ingin—
"Erry!" Lera memejamkan matanya dan menahan diri
—untuk tidak mengumpat ketika bocah itu sudah melesat pergi dengan teman-temannya.
.
.
.
"Wow, pohon yang lumayan tinggi, ya?"
Lera mendesak sambil menatap layang-layang yang tersangkut pada ranting pohon. Dia sangat yakin bahwa hak sepatu yang ia pakai saat ini sama sekali tidak membantu dirinya untuk mendapatkan layang-layang itu.
"Erry, bagaimana kalau kita beli layang-layang yang baru saja?"
Itu adalah solusi paling praktis yang bisa ia tawarkan pada bocah itu.
"Tidak mau!" Erry berseru, dia jelas memberikan penolakan atas ide tantenya yang cemerlang. "Itu kan layang-layang yang dikasih sama temanku. Ayah bilang, aku harus menghargai pemberian orang lain."
Lera meringis, ingin rasanya ia mengumpat keras. Ya, pidato yang sangat bagus, Em! pikir Lera masam.
Bayangan tentang tubuhnya yang dipijat oleh tangan-tangan tukang pijat profesional langsung lenyap begitu saja, hari ini dia tidak akan bisa mampir ke salon langganannya.
"Emo akan membayar mahal rengekan putranya!" Dia kemudian kembali mendongak ke atas untuk melihat layang-layang sialan berwarna merah jelek. Lera berdecak sebentar sebelum memutuskan untuk melepas sepatu kesayangannya dan mulai meloncat-loncat di udara.
"Ayo, tante, sedikit lagi!" Erry berseru, ia mencoba memberikan semangat pada Tante nya tersebut.
"Sedikit lagi apanya?! Kau tidak lihat? Bahkan ujung tali layangannya saja belum tersebut oleh jemari cantikku!" dengkus Lera seraya menatap layang-layang sialan dia atas sana kesal, sangat, sangat kesal.
Kali ini Lera mengikat rambutnya tinggi-tinggi dan menggulung lengan bajunya. Lera sudah mengambil ancang-ancang untuk melompat namun sebelum itu berhasil, tubuhnya sudah melayang ke udara lebih dulu.
"Kyaaa!!" Dia memekik kaget, iris cokelatnya membelalak saat mendapati seorang pria dengan stelan rapi sedang mengangkat tubuhnya. "Apa yang sedang kau lakukan, br3ngs3k!"
Pria itu memutar mata bersamaan dengan decak menyebalkan yang lolos dari mulutnya. "Jangan hiraukan saya, cepat ambil saja layang-layangnya sebelum tanganku patah!"
Apa dia bilang?
Lera sudah mengumpulkan segala macam sumpah serapah untuk ia muntahkan pada pria tidak sopan itu namun saat retinanya kembali menatap wajah penuh harap Erry, ia memutuskan untuk menelannya kembali.
"Dengar ya, aku melakukan ini bukan karena mau." ucap Lera memperingatkan, dia kemudian kembali berusaha untuk mendapatkan layang-layang jelek itu. "Bisa lebih tinggi sedikit lagi? Sedikit lagi, sedikit lagi tanganku akan ... kena!"
Perasaan senang itu tidak bertahan lama, hanya sepersekian detik. Lera berkedip beberapa kali untuk mencerna apa yang baru saja terjadi pada dirinya. Bagian pinggulnya terasa nyeri, sepertinya ia terkilir.
"Aaakh ... sialan!" erangan marah bercampur sakit baru saja lolos dari mulutnya.
Iris cokelatnya menatap bengis sosok pria yang saat ini sedang tersenyum manis seraya memberikan layang-layang yang sudah ia dapatkan dengan setengah mati itu pada Erry. Hal yang membuat tangki kekebalan Lera membuncah karena pria itu sama sekali tidak membantunya berdiri setelah menjatuhkannya cukup keras dan tidak meminta maaf.
"Br3ngs3k! Beraninya kau menjatuhkan ku!!"
Pria itu menoleh, ada seringai menyebalkan di wajah tampannya. "Kau pikir siapa yang tahan menggendong kerbau?"
Lera mengernyitkan dahi, dia kemudian mengamati dirinya sendiri. Dia tidak gemuk, berat badannya pun tidak bertambah saat tiga hari lalu ia menimbang badan. Lalu, bagaimana bisa pria kurang ajar itu menyebutnya kerbau?
Dia kembali menatap sosok itu. Stelan kantor, wajah tampan, dompet tebal. Wah, pria itu tidak jauh berbeda dengan sepupunya, mereka sampah yang terbungkus pakaian bagus.
Oh, sepertinya Lera tahu apa yang harus ia lakukan pada pria itu. Tanpa banyak bicara, dengan sekali ayun pria kurang ajar itu langsung membungkuk memegang kakinya. Ya, seperti itulah yang sering ia lakukan pula pada sepupunya yang kurang ajar, sebuah tendangan manis ia daratan tepat pada tulang kering.
"Bagaimana rasanya ditendang oleh kerbau? Sakit?" Lera tertawa puas, setelahnya ia lekas menggandeng Erry. "Ayo, sayang, kita pulang."
"Tapi bagaimana dengan paman itu?"
"Biar saja, dia memang pantas mendapatkan—" Ia belum menyelesaikan ucapannya saat tubuhnya tiba-tiba saja ditarik ke belakang dan juga belum sempat bereaksi ketika mendapatkan serangan lanjutan, dia merasakan sepasang bibir lain yang menempel pada bibirnya.
Tidak, apa yang baru saja dia lakukan?
Apa yang baru saja pria kurang ajar itu lakukan pada bibirnya?
Bian menjilat bibirnya sendiri setelah sedikit memberi jarak, "Ternyata mencium kerbau tidak terlalu buruk." dia berisik di telinga gadis itu. Sebelum pergi menuju mobilnya, dia sempat menghampiri Erry, jemari panjangnya mengacak rambut bocah lelaki itu gemas. "Lain kali jangan mau pergi dengan kerbau bodoh."
Lera memejamkan mata, ia marah, geram dan malu bercampur jadi satu. Ketika ia membuka mata dan bersiap untuk memuntahkan kemarahannya, "Berani-beraninya kau mencuri-" ternyata pria itu sudah tidak ada di sana. "Sialan! Kemana perginya si br3ngs3k itu?" umpatnya kesal.
Erry mengerutkan dahinya sambil mengerutkan bibir. "Br3ngs3k itu apa tante?"
Oh, mulut sialan!
Lera memejamkan mata sejenak sambil menghela napas beberapa kali. Tarik napas, hembuskan. Ya, sekali lagi, tarik napas .... lalu hembuskan. Ia terus mengulang-ulang kegiatan tersebut setidaknya sampai kesabarannya mulai terkumpul kembali.
Setelah embusan ke lima, Lera sudah siap untuk menghadapi Erry dan segala rasa ingin tahunnya akan kosakata baru. "Br3ngs3k itu artinya tampan, sangat tampan." ucapnya seraya tersenyum, sebuah kebohongan akhirnya tercipta.
Dalam hati, Lera hanya berdo'a semoga sepupu kecilnya tersebut tidak menyebut Demon Estanbelt -Ayahnya atau orang lain dengan kata-kata umpatan itu. Tamat riwayatnya kalau hal itu benar-benar terjadi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 49 Episodes
Comments
Saliyana Saliyana
Sepertinya menarik
2020-03-27
1
Utin Nurhayati
👍👍👍👍👍
2020-03-14
0