BAB 20

Mati aku!

Mati aku!

Lera mengerang, hanya dua kata itu yang terpikirkan olehnya. Saat ini Bian sedang melalukan hal yang sama seperti yang ia lakukan pada pria itu sebelumnya; mengapit lehernya di sela-sela lengannya yang berotot.

Rasa panik semakin menjadi-jadi ketika pria itu membawanya ke dalam ruangan kemudian mengunci pintu dan menekan tombol remote untuk mengubah kaca jendela ruangan transparan menjadi buram.

Ada banyak skenario yang bermunculan di otaknya tentang Bian yang marah dan hukuman yang akan ia terima. Tidak dalam keadaan marah saja pria itu berani melakukan hal keji —contohnya memotong sepuluh kuku mahal miliknya, apalagi dalam mode marah seperti ini kan?

Sial, salahkan saja sikap sok heroiknya! Salahkan nenek dan ayahnya yang mengajarkan manner untuk membela orang yang tertindas!

Kalau sudah begini, siapa yang akan membela dirinya? Tentu saja tidak ada kalau bukan dirinya sendiri!

Menatap ke depan, ia mendapati sosok itu sedang menatapnya balik, persis seperti binatang pemburu. Hanya dengan menatap matanya yang begitu dingin dan tajam itu ... berhasil membuatnya tidak berkutik, bahkan untuk sekedar menghirup udara saja rasanya sulit.

"Bi-Bian ... A-aku mengaku salah. Aku benar-benar minta maaf, oke?" cicit Lera, sesekali dia mencuri pandang dari balik bulu matanya, mengamati gerak-gerik lawannya dengan waspada.

Garis kurva terukir di bibir pria itu saat melihat gadis yang beberapa menit lalu seperti banteng betina kini berubah menjadi seekor kelinci yang terperangkap di kandang singa yang lapar.

Bian menyilang tangan di depan dada, satu alisnya terangkat tinggi dan sudut bibir yang membentuk senyum sinis. "Oh, ya? Coba jelaskan padaku dimana letak kesalahanmu itu?"

Lera menggigit bibir sambil memutar otak, dia berusaha mengingat kembali apa yang sudah dia lakukan pada pria itu. "Membanting pintu?" ucapnya tidak begitu yakin.

"Lalu?"

"Urm ... menuduh tanpa fakta?" lanjutnya kembali.

"Apa lagi?" Bian kembali bertanya seraya berjalan ke arahnya, dia dengan pasti memangkas jarak diantara mereka sedikit demi sedikit dan sialnya hal itu justru membuat Lera semakin panik.

"Menyeretmu ke ruang staf kebersihan dan mempermalukanmu di depan semua orang?"

Bian menganggukkan kepala, "Dan?"

Masih ada lagi? Benarkah? Tapi apa? Seingatnya hanya itu, semuanya sudah ia sebutkan tadi.

"Semuanya sudah aku sebut, memangnya ada lagi?"

Bian mengendikkan bahunya tak acuh, dia masih memaku kedua matanya pada gadis di depannya.

"Bi-Bian apa yang akan kau lakukan?"

Bian membuat ekspresi sedang berpikir, "Errm ... sepertinya aku akan melakukan sesuatu yang bisa membuatku menikah dan memiliki keturunan dengan cepat." ujarnya sambil terus memangkas jarak.

Lera membelalak, kedua matanya berkedip beberapa kali untuk mencerna kata-kata yang dilontarkan Bian semenit lalu. Melakukan sesuatu yang bisa membuatnya menikah dan memiliki keturunan dengan cepat?

"Apa maksudmu?"

Bian menyeringai, "Menurutmu apa?" dia balik bertanya, kali ini tatapannya bergulir ke arah dadanya, terus bergulir ke bawah.

Seakan mengerti dari arti tatapan tidak bermoral itu, Lera segera menyilangkan tangan di depan dadanya. "Jangan mendekat, selangkah saja kau maju ke arahku, aku akan menendang dan membantingmu, br3ngsek!"

Bian tidak mengindahkan ancaman Lera, pria itu tetap memangkas jarak diantara mereka. Saat ini Lera bukan hanya panik, dia sudah gemetaran, belum lagi tubuhnya sudah tersudut karena meja sialan yang entah bagaimana bisa ada di belakangnya.

"Kyaaaa..." Lera memekik saat tubuhnya tiba-tiba saja diangkat ke atas meja oleh pria itu. 'Oh, Tuhan... apa yang akan dia lakukan? Apa dia benar-benar akan membuat bayi? Di sini? Di ruangan ini?'

Melihat tubuh Bian yang semakin mendekat membuat Lera menutup kedua matanya secara spontan, tangannya memegang pinggiran meja sangat erat dan mengatupkan kedua bibirnya rapat-rapat. Lera tidak akan membiarkan pria itu mencuri ciuman untuk yang kedua kalinya, apalagi sampai membuat bayi.

Tidak akan pernah!!!

Melihat tingkah Lera saat ini membuat Bian tidak bisa untuk tidak tersenyum, dia bahkan menahan diri agar tidak tergelak. "Kenapa dia begitu menggemaskan? Pipi yang berubah warna semerah tomat itu membuatku tergugah untuk menggigitnya secara bergantian."

Tanpa sadar Bian mengulurkan tangan, ibu jarinya mengusap bibir Lera yang terkatup rapat, ia memberi sedikit tekanan agar bisa membebaskan bibir itu dan memainkannya secara leluasa.

"Menunggu sesuatu, Lera?" bisik Bian sensual tepat di telinganya, embusan napas panas yang mengenai daun telinga membuat Lera merasakan darah di seluruh tubuhnya bergelenyar aneh. "Kenapa menutup mata, Lera? Kau menunggu sebuah ciuman dariku?"

Lera mengerjap beberapa kali sampai kewarasannya kembali. Di depannya, hanya berjarak dua centimeter, dia melihat wajah itu sangat jelas. Wajah congkak seorang Bian Atmaja, melihat senyum penuh penghinaan itu membuat Lera merasa marah dan juga malu. 'Brengsek, aku benar-benar sedang dikerjai pria sialan ini.'

Lera berusaha mendorong tubuh Bian agar menjauh darinya, namun sialnya tidak satu senti pun tubuh pria itu bergeser. Kedua tangan kokoh Bian masih mengurung tubuh kecilnya dan dada bidangnya seperti tembok raksasa yang sulit untuk diterobos. Posisi mereka saat ini, kalau saja ada orang yang masuk dan melihat mereka, orang itu pasti akan salah paham.

"Menyingkir, Bian!"

"Kenapa? Kau gugup?"

"Tidak sama sekali, buat apa aku merasa gugup karenamu? Aku hanya ... jika ada yang masuk dan melihat kita seperti ini, mereka akan salah paham!"

Bian mengangguk, Lera kira itu adalah isyarat bahwa pria itu paham akan maksudnya. Namun ternyata ia salah, bukannya menjauh, Bian justru meletakkan kepalanya di bahunya, menghirup wangi segar bercampur manis yang menguar dari helaian rambutnya yang indah.

"Aku punya satu rahasia." Bian memulai, jemari panjangnya menyingkap helaian rambut yang menghalangi pandangannya dari leher putih bersih gadis itu ke belakang. "Kau mau tahu?"

Lera mengernyit, "Apa?"

"Aku adalah keturunan Vampire terakhir." bisik Bian selirih terpaan angin.

"Hah?"

"Dan melihat lehermu saat ini membuatku merasa haus. Rasanya ingin mencicipi manisnya darah suci—"

"Oh, God! Jadi ... Inikah alasan kenapa kau terus terobsesi padaku? Seperti Edward pada Bella?"

Sejak awal Lera tahu ada yang salah dari pria ini. Dia seperti punya obsesi aneh pada dirinya. Sebenarnya ada banyak spekulasi, namun tidak pernah terpikirkan kalau dia Vampire?

Bian menegakkan kembali tubuhnya untuk menatap wajah Lera yang terlihat lucu. Well, siapa sangka kalau gadis keturunan Estanbelt yang kaya-raya dan manja itu begitu polos. Bian tidak bisa untuk menahan gelak tawanya. Ini benar-benar hiburan yang sangat memuaskan.

"Aish!" Lera berdecak, dia baru sadar kalau dirinya kembali termakan omong kosong pria itu. Kesal telah menjadi bahan lelucon, Lera lekas memberikan gigitan pada lengan Bian, membuat pria itu mengerang kesakitan dan melepaskan kungkungannya. "Kalau kau Vampire, maka aku adalah serigala yang akan mengoyak tubuhmu!"

Kalau boleh jujur, menggigit pria itu sangat tidak memuaskan. Setidaknya Lera ingin membanting dan memukul wajah menyebalkan itu baru ia akan merasa puas.

"Aku akan pergi keluar, saat aku kembali, aku mau semua kekacauan di ruanganku sudah beres." ujar Bian, "dan Lera, aku tidak akan menciummu. Setidaknya, tidak untuk sekarang." setelah mengatakan hal menjengkelkan itu dia lekas berbalik dan pergi, meninggalkan Lera yang masih mencerna ucapannya.

"Dasar gila! Lagipula siapa yang mau dicium olehmu!" ia berteriak seraya memegangi wajahnya yang terasa panas.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!