Lera mematung di tempatnya kala mendapat hadiah dari sang sepupu. Astaga, itu sangat tidak bisa dipercaya. Dia sekali lagi memandang pria yang sedang sibuk menyuapi Erry makan dengan telaten itu penuh kecurigaan.
"Ini bukan jebakan, kan?" Dia masih memberikan tatapan menyelidik.
Oh, Ayolah, dia seorang Demon Estanbelt, sosok yang kejamnya sebelas dua belas dengan lucifer itu mana mungkin memberikan Credit Card-nya dengan cuma-cuma begini, setidaknya Lera yakin ada hal yang sedang dia rencanakan.
Gerakan tangan Demon yang membawa sendok berhenti tepat di depan mulut Erry, ia kemudian melirik Lera dari sudut matanya. "Kalau kau tidak butuh, letakkan kembali di atas meja." ujarnya tak acuh.
Mendengar kata-kata itu Lera ingin tersenyum lebar, namun dia harus menjaga ekspresinya agar tidak terlihat terlalu senang. "Kalau kau memaksa ya sudah, kau tahu sendiri aku tipe orang yang tidak bisa menolak kalau sudah dipaksa." ucapnya dengan suara dibuat begitu pasrah, seolah dia memang dipaksa untuk mengambil CC itu untuk menemaninya berkeliling mall.
Saat mengalihkan tatapan pada Erry, ternyata bocah itu sedang menatapnya balik dengan tatapan jahil. Kedut bibirnya membuat Lera tahu kalau dia akan berbicara pada ayahnya.
Oh, Tidak!
Jangan bilang bocah itu akan mengatakan apa yang terjadi di taman siang tadi?
"Ayah ..." panggil Erry.
"Ya?"
"Saat di taman siang tadi, Tante Lera dan ..."
"Erry!" Lera segera menginterupsi, ia tidak bisa membiarkan Credit Card yang didapatkan dengan cuma-cuma ini kembali disita olehnya. Bagaimanapun dia harus mencari cara untuk membungkam mulut ember bocah tengik itu. "Bukankah bulan lalu kau mau mainan Lego? Kau mau ikut dengan tante berbelanja?" bujuknya tak begitu yakin kalau akan berhasil.
Demon memberikan tatapan tidak terima, "Dia sedang makan, Lera. Pergi saja sendiri, sana!" dia mengomel sambil mengibaskan tangannya sebagai isyarat pengusiran.
Lera menggigit bibirnya, ia berusaha untuk tidak mengumpat. Dalam benaknya yang paling dalam, ia juga maunya pergi ke mall sendiri, memangnya siapa yang mau mengajak bocah kematian itu pergi berbelanja? Sangat merepotkan dan membuang-buang waktu pastinya.
Tapi masalahnya, kalau ia tidak mengajak Erry, kemungkinan besar akan ada bencana yang siap menunggu karena mulut bocah itu sangat tidak bisa dijaga apalagi dipercaya.
Tidak, tidak, tidak!
Lera tidak bisa pergi sendiri, Lerry Estanbelt, dia itu memiliki sifat polos dan jail. Kalau bocah itu menceritakan kejadian dimana dia dicium oleh pria tidak dikenal maka tamatlah riwayatnya.
Demon pasti akan membunuhnya karena sudah memberikan contoh yang tidak baik di depan anak kesayangannya tersebut. Belum lagi kalau berita itu sampai ke telinga Nyonya besar Estan dan Papa Aditama ... sial, Lera tidak mau membayangkan apa yang akan mereka lakukan padanya.
"Aku tidak mau Lego, aku sudah punya banyak di kamar. Tapi ... kalau tante mau mengajak ku main ke timezone, aku mau ikut!"
Timezone? Oh, Tuhan ... itu pilihan yang sangat sulit, benar-benar sulit!
Dia pernah sekali menemani bocah itu bermain di timezone dan itu bukan cuma satu sampai dua jam, anak itu menghabiskan waktunya sejak siang sampai sore dan bahkan Erry sempat tantrum tidak mau pulang.
Baiklah, mari buat perjanjian sejak awal dengan anak ingusan ini. "Hanya 1 jam saja, oke?"
Kepala cerdas bocah itu menggeleng, "Dua jam."
Dua jam? Lera menatapnya penuh pertimbangan. "Baiklah, hanya dua jam ya."
"Iya."
"Oke, deal!"
Bocah itu lekas tersenyum, dia segera meloncat turun dari sofa dan mulai merengek pada ayahnya. " Ayah ... Erry ingin main dengan tante Lera, boleh ya?"
Demon mendelik kesal pada Lera yang sedang cengengesan, akan tetapi dia tidak akan bisa berkutik karena Erry sedang melayangkan tatapan memelas padanya. "Jangan pulang terlalu malam, besok kau harus sekolah."
"Iya, Erry tahu."
Lera tersenyum, untuk saat ini kelangsungan hidupnya akan tetap aman.
"Dan Lera," kali ini Demon memberikan warning padanya, "belanja lah sesuatu yang bermanfaat."
"Tentu saja, Emo!" jawab Lera kemudian menggandeng Erry pergi.
Sepeninggalan Lera dan Erry, pria itu menyandarkan kepalanya di sandaran sofa, disusul dengan kedua matanya terpejam.
Besok ia akan mendapat badai besar. Keputusan yang dibuat Nenek mereka memang sangat baik, tapi itu akan membuatnya kerepotan. Selain Erry, akan bertambah satu lagi orang yang merengek padanya seperti bayi.
.
.
.
Ruangan yang biasanya damai kali ini begitu tenang. Seorang wanita tua sedang sibuk menulis sesuatu di atas kertas putih, sedangkan pria di seberang sofa hanya bisa duduk pasrah.
"Ibu melakukan ini bukan karena membenci Lera, kau tahu itu kan, Adi?" ucap Sinta seraya melirik sang menantu yang terlihat begitu sedih.
Tumbuh besar tanpa seorang ibu membuat semua orang menaruh perhatian berlebihan pada Lera, namun Sinta maupun Aditama tidak memperkirakan efek sampingnya.
Anak itu jadi terlalu manja, segala keinginannya harus terpenuhi, suka menghambur-hamburkan uang untuk hal-hal yang tidak penting dan pergi ke salon sudah seperti minum vitamin 3x seminggu, semua hal itu membuat kepala Sinta ingin meledak setiap harinya, belum lagi ketika melihat laporan keuangan yang berlembar-lembar setiap bulannya.
"Kau tahu kita sudah terlalu jauh dan terlalu lama memanjakan Lera. Dia sudah besar Adi, dia harus berubah. Ibu mau anak itu belajar mandiri mulai dari sekarang, sebelum semuanya terlambat."
Aditama menghela napas. Kalau boleh jujur, apapun yang dilakukan Lera tidaklah masalah asalkan gadis kecilnya itu bahagia dan tetap sehat. Semua kerja kerasnya selama ini memanglah untuk Lera seorang, anak gadis semata wayangnya.
Akan tetapi, melihat kelakuan Lera yang semakin hari semakin tidak terkontrol saat menghabiskan uang, itu sedikit membuatnya takut. Bagaimana kalau suatu hari nanti ketika dirinya sudah tidak ada di samping gadis itu? Bagaimana kalau dia tidak bisa mengelola kekayaan yang ia tinggalkan?
Membayangkan Lera jatuh miskin karena tidak bisa mengelola aset kemudian menjadi gelandangan membuat Adi mengalami mimpi buruk selama beberapa bulan terakhir.
"Apapun yang Ibu lakukan akan saya dukung jika itu bertujuan baik untuk putri saya."
Sinta telah selesai menulis, ia memasukkan kertas putih itu ke dalam sebuah amplop yang kemudian ia berikan pada orang suruhannya.
"Kita sudah sepakat untuk melakukan operasi ini saat Lera tidur. Kartu ATM, CC, kendaraan dan barang-barang yang mendukung sifat manjanya harus disita. Ibu hanya akan memberikan uang tunai sebesar Rp100.000 per minggu untuk menghidupinya.
Selain itu Ibu akan menyuruhnya bekerja di perusahaan kalau dia mau mendapatkan uang lebih. Jangan tersinggung Adi, Ibu akan menempatkan Lera sebagai Cleaning Service. Hal itu Ibu lakukan agar dia bisa melakukan pekerjaan dasar."
Aditama tanpa sadar menahan napas selama mendengar penjelasan Ibu Mertuanya. Lera, putri semata wayangnya, calon pewaris Aditama Group akan bekerja sebagai Cleaning Service mulai besok?
Adi meneguhkan hati, dia akan mengganti nomor sampai jangka waktu yang tidak bisa ditentukan untuk menghindari rengekan maut putrinya nanti.
"Ayah melakukan ini karena Ayah menyayangimu, Nak. Maafkan Ayah, Lera."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 49 Episodes
Comments
Intan Indah Sari
visualnya dong thor
2020-04-20
0
Deny Ibu Malika
up thor, nice ceritanya
2019-10-18
0
Aulani Nurul Apriza
thor buat karakter cweknya biar gk mudah d tindas dong... kasian gak ada yng belain kalau bukan diri sendiri...
2019-10-17
1