BAB 5

Bian mengemudikan mobilnya dengan kecepatan sedang. Pada jam segini jalanan cukup ramai dan padat, terutama jalan yang saat ini tengah ia lewati, gedung-gedung pencakar langit berdiri di sepanjang jalan mengindikasikan bahwa daerah ini adalah jantung perkantoran. 

Menoleh ke samping, ia menemukan gadis yang beberapa menit lalu dipaksanya, gadis itu sedang duduk cemberut di bangku penumpang, bahkan sejak pertama kali ia duduk di sana, dia sama sekali tidak membuka mulutnya, tidak menatapnya.

Lera ... Bian cukup penasaran tentang apa yang membuat gadis itu menjadi seperti ini padahal kemarin ia melihat sosoknya begitu memukau dengan balutan dress mahal, make up dan juga setumpuk uang di dalam tasnya ia rasa.

Belum juga 24 jam, namun gadis itu terlihat 180 derajat berbeda. Pakaiannya tidak bisa dibilang lusuh tapi Bian yakin itu bukan pakaian terbaik yang gadis itu punya dan ingin dipakainya untuk pergi ke kampus. Sepatu yang kemarin ber-hak tinggi dan mengkilap, kini hanya ada sepasang kets yang warnanya bahkan sudah agak pudar membungkus kaki indahnya.

Bian tidak bisa membayangkan kehidupan seseorang yang sebelumnya seperti tuan putri, kini berubah menjadi ... oh, Bian tidak tega memanggil gadis itu gembel di saat ia memiliki keluarga super kaya.

Merasa diperhatikan, Lera segera menoleh dan melotot pada pria yang masih memandanginya dari kaca spion. "Apa?" tanyanya galak.

Dia masih marah? Itu sangat jelas kan?

Hanya orang tidak waras yang tidak jengkel dan marah saat barang berharga satu-satunya yang ia punya dirusak tanpa perasaan. Bahkan pria itu sampai detik ini belum meminta maaf padanya atas apa yang dia lakukan beberapa saat lalu.

Oh, Tuhan, kenapa Engkau menciptakan orang seperti Bian ke dunia ini? Manfaatnya apa? —Lera menggerutu dalam benaknya.

"Kau bisa menangis sepuasmu asal tidak membuang ingus sembarangan." ucap Bian seraya mengerling.

Menangis? Lera mengerutkan keningnya saat mendengar ucapan pria itu.

"Kenapa kau berpikir aku ingin menangis?"

Mengendikkan bahu, Bian kemudian mengatakan, "Entahlah, mungkin karena kau akan menjalani hidup yang berat mulai saat ini?" 

Kehidupan yang berat? Apa maksudnya itu?

"Ya, kehidupan memang akan terasa berat saat seseorang tidak memiliki apa-apa."

"Jadi? Apa kau mau aku antar ke tempat Nyonya besar Estan?"

Lera mengerutkan kening, "Untuk apa?"

"Mungkin dengan cara berlutut dan mencium kakinya akan membuat hatinya luluh."

Seorang Nyonya besar Estan akan luluh dengan air mata? Tck, jangan bercanda! 

Lera sudah menghabiskan hidupnya bersama wanita itu sejak ia berumur 13 tahun, dengan kata lain ia sangat tahu bagaimana sifat neneknya. Wanita tua itu memiliki hati sekeras batu. Setetes air mata tidak akan bisa melubangi hatinya apalagi meluluhkannya. Lagipula, daripada menangis dan mengemis, Lera lebih ingin mengamuk atas perlakuan sang nenek padanya. 

"Tidak, sampai kapan pun aku tidak akan mengemis pada Nenek tua itu." ujar Lera dengan penuh keyakinan, "aku akan membuktikan pada mereka kalau aku akan bertahan walau tanpa fasilitas keluarga Estanbelt. Aku akan bekerja dengan giat di perusahaan mulai saat ini, aku akan mencetak uangku sendiri."

Bian terkekeh melihat Lera yang begitu menggebu-gebu. Gadis ini memiliki sesuatu yang membuatnya cukup penasaran diluar konteks bahwa dia adalah salah satu ahli waris Estan Grup. Rasanya akan cukup sulit menghadapi gadis ini kalau tidak mempersiapkan alat tempur yang tepat.

"Kau cukup percaya diri." komentar Bian.

"Tentu, selama masih ada Emo, hidupku akan baik-baik saja."

Bian terdiam, dia sedang memikirkan tawarannya pada Demon Estanbelt sebelumnya. Apakah pria itu akan menyetujui usulnya untuk mengirim Lera bekerja di perusahaannya atau justru menolaknya mentah-mentah?

Kalau Demon menolak, maka rencana yang sudah ia susun akan berantakan dan harus memikirkan cara lain agar gadis ini berada dalam genggamannya.

"Di mana kampusmu?" tanya Bian, dia sudah mengemudi cukup lama namun tidak tahu arah tujuan.

"Kau tidak perlu mengantarku sampai kampus. Turunkan aku di sana, di halte depan sana — Heeeey!" Lera berseru karena bukannya memelankan laju mobilnya, Bian justru menekan gas semakin cepat.

"Kalau kau tidak mau memberitahu di mana kampusmu, kalau begitu aku akan membawamu ke apartemenku."

"Apa? Dasar gila!" umpat Lera sambil menatap Bian horor. "Jalan saja, nanti ku beritahu arahnya!!!" teriaknya kemudian.

Bian tergelak, ia merasa terhibur dengan wajah paranoid Lera saat ini. "Kau semakin cantik saat sedang marah." godanya pada gadis itu.

Lera mengerutkan keningnya, namun dia sama sekali tidak berminat untuk memberikan tanggapan. Meladeni orang gila seperti Bian tidak akan ada habisnya. Sisa perjalannya hanya untuk berteriak menunjukkan jalan ke arah kampusnya.

Saat mobil yang Bian kendarai telah sampai di area kampus, Lera segera keluar dari mobil tanpa mengatakan apapun. Demi Tuhan, dia sudah tidak kuat untuk berlama-lama dengan pria sinting itu, kepalanya sudah berasap sejak tadi dan dia harus menemukan sesuatu untuk mendinginkannya. Selain itu, bisa gawat kalau sampai Kenan memergokinya pergi ke kampus dengan pria lain, Kenan bisa salah paham dan peluangnya untuk bisa bersama dengan laki-laki itu akan semakin tipis.

"Hey, jam berapa kau pulang?" tanya Bian namun gadis itu sama sekali tak mengindahkannya. Satu hal yang membuat Bian kesal karena Lera keluar begitu saja tanpa mengatakan apa-pun, tidak berterimakasih karena sudah diantarnya. "Lera, jawab aku, jam berapa kau akan pulang?"

"Aku rasa itu bukan urusanmu!"

Tck, dasar gadis keras kepala!

Bian baru saja akan keluar untuk menyusul Lera namun suara dering telpon di atas dasbor membuat pria itu mengurungkan niatnya, terlebih lagi ada nama Estan yang tertera di layarnya. 

"Selamat siang, Mr. Estan, ada yang bisa saya bantu?" sapa Bian sedikit gugup.

Bian merasakan dadanya berpacu lebih cepat dari biasanya hanya karena menunggu sosok di seberang saluran untuk bicara. Ini mungkin tentang penawarannya tadi mengenai Lera.

"Aku sudah membicarakan tawaranmu dengan Nenek. Beliau setuju untuk menitipkan Lera di tempatmu. Tapi Nenek kami berpesan kalau Lera harus bekerja dari bawah. Kau mengerti maksudku, kan?"

Bian menyeringai, ia merasakan perasaan lega bukan main. "Tentu saja."

"Baiklah, akan ku hubungi lagi setelah mendiskusikan ini dengan Lera." ucap Demon sebelum memutuskan sambungan telepon.

Menyandarkan punggung di sandaran bangku kemudi, Bian kembali melemparkan pandangan ke sosok Lera yang tengah berjalan menuju gerbang kampus sambil menatap ke arahnya, gadis itu menjulurkan lidah seperti anak kecil.

"I got you, Lera." 

Terpopuler

Comments

Mawarni Rosse

Mawarni Rosse

hiks kasian bian... akhirnya setelah sekian lama ternyata disini di updatenya thor...
ni cerita favorit aku..

2020-01-21

0

FiQka Yin

FiQka Yin

di lanjuy sampek tamat thor

2020-01-21

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!