Seven

Hening, sepi, sunyi. Hanya suara dedaunan yang saling bergesekan karena tertiup angin yang terdengar di sana.
Tempat ini merupakan tempat yang akan paling sedikit dikunjungi oleh orang-orang.
Tentu saja, memangnya siapa yang mau sering-sering datang ke tempat yang menyeramkan seperti ini?
Rahagi terlihat begitu menikmati waktunya dengan tenang.
Kaki panjang miliknya terus menuntun untuk terus masuk lebih dalam ke area pemakaman.
Ratusan batu nisan berjejer rapi di sepanjang mata memandang.
Rahagi(ML)
Rahagi(ML)
Hai, lama tidak berjumpa. Maaf, aku baru mengunjungimu lagi setelah beberapa Minggu. (Rahagi menatap nanar sebuah batu nisan dihadapannya)
Mata elang miliknya yang biasanya menyorot tajam, saat ini terlihat begitu sendu.
Ada tatapan sedih, kecewa dan putus asa dalam netra indahnya.
Rahagi(ML)
Rahagi(ML)
Hahh..( Rahagi menutup kedua matanya, sesekali dia akan mengambil nafas pelan untuk sekedar mengusir rasa sesak di dalam sana)
Bibirnya tersenyum manis saat merasakan angin yang membuai tubuhnya.
Pria tampan itu cukup yakin kalau itu adalah tanda dari 'dia' untuknya yang barusan menyapa.
Rahagi(ML)
Rahagi(ML)
Kamu mendengarku? kamu juga melihatku bukan, saat ini? (Rahagi menatap dengan sendu ke atas langit sana)
Matanya kembali menatap nisan yang terlihat bersih dan terawat. Kemudian seolah ingat tentang apa yang dia bawa, pria itu beralih menatap mawar putih digenggamnya.
Rahagi(ML)
Rahagi(ML)
Mawar putih cantik, secantik dirimu. (Rahagi menyimpan bunga tersebut tepat di depan nisan)
Cintya Bella Atmadja adalah nama yang terukir indah di batu nisan tersebut.
Sudah dua tahun lamanya dia pergi meninggalkan Rahagi.
Pergi dengan cara yang menyakitkan, Cintya pergi dengan meninggalkan banyak luka untuknya.
Rahagi(ML)
Rahagi(ML)
Seharusnya kamu tidak perlu melakukan itu untukku, Cya. (Nada bicaranya begitu lembut, Rahagi hanya menggunakan intonasi ini untuk berbicara dengan orang-orang terdekatnya)
Tubuhnya sedikit waspada saat telinganya mendengar suara langkah kaki yang bergesekan dengan daun kering yang berserakan menutupi tanah pemakaman.
Langkah itu berhenti tepat di belakang Rahagi.
Dia merasa heran karena orang tersebut tidak juga mengatakan apapun.
Rahagi kemudian berbalik, selama beberapa detik dia terdiam, menatap tidak percaya dengan apa yang dilihatnya sekarang.
Rahagi(ML)
Rahagi(ML)
Kenapa kamu bisa ada di sini? (mata elang yang sedari tadi menyorot dengan lembut itu kini kembali menajam)
Dia sedikit tidak percaya dengan kehadiran seseorang dihadapannya kini.
Prema(ML)
Prema(ML)
Tentu saja untuk mengunjungi kerabat ku. (Perempuan itu tersenyum manis, memangnya apa lagi yang akan dia lakukan di tempat ini?)
Untuk sesaat tidak ada lagi yang berbicara diantara mereka.
Rahagi yang begitu menawan dengan perawakan tinggi dan Prema yang terlihat cantik dengan tubuhnya yang mungil. Itu adalah pemandangan yang tidak akan bisa kau saksikan setiap saat.
Angin menerpa dan memainkan rambut mereka, itu terasa seperti musik yang mengiringi pertemuan kedua insan tersebut.
Prema(ML)
Prema(ML)
Lalu, siapa yang sedang kamu kunjungi? (Prema menatap batu nisan yang barusan ditatap sedemikian rupa oleh pria dihadapannya ini)
Cintya, itu adalah nama yang terukir di sana.
Prema(ML)
Prema(ML)
Cintya? (Prema kembali menatap Rahagi)
Namun tunangannya tersebut tak kunjung menjawab pertanyaannya.
Pria itu hanya terdiam menatap Prema.
Prema(ML)
Prema(ML)
Ah, baiklah aku tidak akan menganggu. Silahkan lanjutkan saja. (Prema merasa tidak enak hati saat melihat Rahagi yang seperti enggan menerima kehadirannya)
Tentu saja Prema akan memilih jalan yang lain jika dia tahu akan bertemu dengan pria menyebalkan ini di sini.
Perempuan itu melanjutkan langkahnya ke depan, melewati Rahagi yang masih terdiam.
Rahagi(ML)
Rahagi(ML)
Kamu ingin secangkir kopi?
Langkah Prema terhenti begitu saja, dia seperti mendengar sesuatu yang salah barusan.
Sesaat kemudian dia berbalik, kembali menatap Rahagi yang saat ini sedang melihatnya juga.
Prema(ML)
Prema(ML)
Ya? (Prema merasa heran tak mengerti)
Rahagi(ML)
Rahagi(ML)
Di dekat pintu masuk ke sini tadi, aku melihat ada sebuah Kafe. Tidakkah kamu ingin meminum sesuatu yang manis? (Rahagi tidak tahu kenapa dia mengatakan hal tersebut)
Prema(ML)
Prema(ML)
Kamu butuh teman bicara?
Rahagi(ML)
Rahagi(ML)
Ya.
Setelah Prema selesai dengan kunjungannya, mereka berdua pergi bersama meninggalkan area pemakaman.
Dan sekarang disinilah dua orang tersebut berada. Di sebuah Kafe minimalis yang akan cukup membuatmu merasa nyaman saat masuk kedalamnya.
Prema(ML)
Prema(ML)
Terimakasih. (Prema menatap seorang pelayan perempuan yang datang membawakan pesanan mereka.
Dia tertawa di dalam hati saat menyadari pelayan muda tersebut tidak berkedip saat melihat Rahagi.
Baiklah, pesona seorang Rahagi Pramudya memang begitu menyilaukan. Prema jadi maklum kenapa dia yang dulu begitu mengejar cinta Rahagi.
Dan itu sudah tidak lagi sekarang.
Rahagi(ML)
Rahagi(ML)
Apa yang kamu lihat, Nona pelayan? (Rahagi tidak suka dengan tatapan penuh ingin tahunya tersebut)
Pelayan perempuan tersebut terlihat begitu ketakutan, seolah sadar apa yang barusan dia lakukan.
Rahagi mendengus saat melihatnya pergi dengan tergopoh-gopoh.
Prema(ML)
Prema(ML)
Apa ada sesuatu yang ingin kamu sampaikan? (Prema memilih untuk bertanya daripada menunggu Rahagi yang tak kunjung bicara padanya)
Rahagi(ML)
Rahagi(ML)
Kamu tidak ada kelas? (Rahagi meneguk sedikit kopinya, rasa pahit dan sedikit manis langsung menyapa tenggorokannya)
Prema(ML)
Prema(ML)
Apa? oh, aku baru saja menyelesaikannya satu jam yang lalu. (Walau merasa heran dengan pertanyaan Rahagi, Prema tetap menjawabnya dengan jujur)
Rahagi hanya mengangguk mendengar jawabannya. Dia sedikit canggung saat ini, entahlah, dia sendiri tidak tahu karena apa.
Rahagi(ML)
Rahagi(ML)
Apa kamu sudah mengatakan semuanya kepada orangtuamu? (jika boleh jujur, Rahagi mengakui kalau mata bulat jernih milik Prema adalah satu-satunya yang dia sukai dulu)
Mata itu terlihat indah saat menatap Rahagi.
Prema(ML)
Prema(ML)
Ya, tentu saja. Papa bilang akan mengunjungi kediaman orangtuamu nanti malam. (Prema ingat jika tadi sang ayah berpesan agar dirinya pulang lebih awal)
Rahagi(ML)
Rahagi(ML)
Benarkah? baguslah kalau begitu. (Mungkin ini yang dimaksud Johan tadi)
Rahagi(ML)
Rahagi(ML)
Aku harap kamu tidak mengatakan sesuatu yang aneh kepada orangtua kita nanti malam. (Ini adalah bentuk antisipasi darinya. Ayolah, di sangat tahu sekeras kepala apa Prema mengejarnya dulu)
Prema(ML)
Prema(ML)
Kamu bisa memegang ucapanku. Lagipula aku tidak mungkin main-main dengan masa depanku sendiri. (Prema sangat yakin dengan ucapannya)
Rahagi(ML)
Rahagi(ML)
Kata-kata mu adalah hal yang paling sulit untuk dipercaya, Prema. (Rahagi tidak bohong, karena menurutnya Prema tidak pernah serius dengan ucapannya)
Dulu, Rahagi selalu menyuruh perempuan didepannya ini untuk menjauh, dan Prema menyetujuinya. Namun besoknya, tunangannya itu datang lagi berkunjung.
Besoknya lagi Rahagi mengatakan hal yang sama, dan Prema kembali menyetujuinya. Dan besoknya dia datang lagi.
Terus seperti itu, sampai Prema sakit selama beberapa Minggu. Dan Rahagi tidak tahu apa penyebab sakitnya Prema. Dia hanya mengirimkan parsel buah dan sebuket bunga putih untuk Prema waktu itu.
Prema(ML)
Prema(ML)
Maaf, aku minta maaf jika dulu aku tidak bisa menepati janji untuk menajuhimu. Tapi untuk kedepannya, aku benar-benar berjanji untuk itu. (Mata bulatnya memancarkan cahaya kesungguhan)
Prema dihadapannya ini seperti bukan Prema yang dia kenal.
Rahagi tidak tahu apa yang berbeda, hanya saja dia merasa sedang menghadapi orang lain.
Dan kata-kata penuh kesungguhan dari perempuan dihadapannya barusan sama sekali tidak membuatnya senang.
Sebenarnya, apa yang dia lewatkan?

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!