Borlin Untuk KaChen
Di sebuah kamar rawat inap VIP, seorang wanita tengah berdiri sambil bersender pada dinding dengan melipat kedua tangan di dadanya.
Pandangannya mengarah keluar jendela yang terbuat dari kaca, sehingga ia dapat melihat jelas keramaian kota di luar sana yang diselimuti cuaca mendung.
Entah apa sebenarnya yang sedang ia lakukan, tatapannya terlihat kosong seolah sedang memikirkan sesuatu. Raganya berdiri disana, namun jiwanya entah dimana.
Ceklek …
Terdengar suara pintu terbuka, namun itu tak membuatnya bergeming.
Derap langkah kaki seseorang yang nampak memasuki ruangan tersebut terdengar begitu jelas. Ia berjalan menghampiri sang wanita.
Grep …
Dipeluknya wanita itu dari arah belakangnya.
“Apa yang sedang mengganggu pikiran mu?” tanyanya berbisik di telinga wanita itu.
Sang wanita merasa tersentak hingga membuyarkan lamunannya.Tatapannya berubah sendu dengan perasaan takut dan khawatir yang beraduk menjadi satu. Ia menghela nafas berat untuk seolah mengumpulkan kekuatan untuk mengutarakan apa yang ada dalam pikirannya.
“Bagaimana jika papa dan mama teh gak mau menerima dia, Mas?” ucapnya mengarahkan pandangan pada ranjang kecil yang ada di ruangan tersebut.
Perlahan sang pria melepaskan pelukannya, ia melangkah sehingga membuat keduanya berdiri saling berhadapan. Disentuhnya kedua bahu wanita yang merupakan istrinya itu.
“Dengar, bukankah kita sudah membicarakan hal ini sebelumnya. Dan kita sudah sepakat akan memberitahukan mereka bahwa dia adalah putri kita,” ucapnya mengusap- usap bahu dengan menatap mata istrinya.
“Tapi Mas … Aku teh takut kalau sampai kita ketahuan bohong, pasti papa dan mama akan sangat marah. Bagaimana dengan nasibnya nanti? … Aku juga takut jika suatu saat ibunya akan mengambilnya kembali. Aku teh gak mau kehilangan anak lagi, Mas … hiks hiks hiks,” ucapnya terisak dengan perasaan takut.
“Sssstt,, sudah jangan bersedih lagi, sudah dua hari kamu terus menangis. Mas janji, tidak akan ada yang mengambilnya dari kita. Kamu gak akan kehilangan dia, dan yang tahu soal masalah ini hanya kita bertiga.” Ia kemudian memeluk istrinya untuk menenangkannya.
“Mas sudah mengurus surat adopsi secara sah, sehingga wanita itu tidak akan bisa mengambil putri kita lagi karena kita memiliki kekuatan hukum,” ucapnya dengan mengusap lembut punggung istrinya.
“Oek oek oek …”
Pandangannya tertuju pada sal suara tangisan. "Tuh dia aja gak suka lihat bunda nya sedih ... Sudah jangan menangis lagi, kasihan dia sepertinya lapar.” Ia pun melepaskan pelukannya perlahan.
“Iya Mas,” ucapnya menghapus jejak air matanya. Ia berjalan perlahan dipapah oleh suaminya mendekati ranjang bayi. Namun ia diminta untuk duduk di sofa.
Sementara Rizal menggendong si bayi yang terus mengeluarkan suara tangisannya. Ia memberikan bayi itu pada istrinya untuk diberikan ASI.
Rizal pun ikut duduk di sebelah istrinya yang sudah mulai menyusui bayinya.
“Sepertinya dia memang terlahir untuk menjadi anak kita. Ia tak mau minum ASI dari ibu kandungnya. Tapi dia begitu lahap meminum ASI- mu, Nita,” ucapnya sembari memperhatikan bayi yang sedang menyedot ASI dari bundanya.
“Iya, Mas. Dia putri kita, akan selalu menjadi putri kita sampai kapan pun,” ucapnya kembali terisak.
“Iya … sudah Nita, jangan menangis lagi. Papa dan mama sebentar lagi sampai disini untuk menjemput kita.”
“Iya, Mas.” Anita segera menghapus jejak air matanya yang sudah membasahi kedua pipinya.
Tak lama setelah Anita selesai menyusui bayinya, mertuanya pun tiba untuk menjemput. Raut bahagia terpancar dari keduanya. Mereka menggendong cucunya secara bergilir. Cucu yang sangat diidamkan di keluarga Harfi, yakni cucu perempuan.
“Wah, cantik sekali cucu kita, Pa,” ucap oma dari sang bayi.
“Iya lah, bundanya saja cantik.” Sang opa malah memuji menantunya.
“Aku gak kebagian ya, Pa?” tanya Rizal yang seolah ingin mendapat pujian.
“Untunglah dia tidak mirip dengan mu, Zal.” Pak Harfi malah mengejek putra bungsunya itu.
“Jangan mengejek ku, Pa … itu sama saja mengejek diri sendiri, aku kan mirip Papa.” Rizal tak mau kalah telak.
“Benar itu, Pa. Kalian itu bak pinang dibelah dua, wajahnya mirip dan sama- sama keras kepala juga,” ucap mama-nya yang malah mengejek ayah dan anak itu biar adil.
“Kalau berani mengejek Papa, kau tak akan mendapatkan Mercy sebagai hadiah karena telah memberiku cucu perempuan.” Pak Harfi pun mengeluarkan ancaman.
“Serius aku dapat mobil, Pa?” tanyanya terkejut dan merasa tak percaya. “Aku pikir waktu itu Papa bercanda, akan memberikan Mercy pada anak Papa yang memberi cucu perempuan,” ucapnya lagi masih tak percaya.
“Kau pikir Papa ini tukang ngibul apa? Tentu saja Papa serius. Tapi jangan senang dulu karena Mercy nya bukan untukmu, melainkan untuk cucu perempuanku yang cantik ini. Awas ya kalau kamu pakai!”
“Dia kan belum bisa nyetir, Pa. pastinya aku atau Anita yang pakai lah,” ucapnya ngeles.
“Rizal benar, Papa ini gimana sih,” akhirnya sang anak mendapat pembelaan dari mama-nya.
“Jadi minggu ini teh Papa mengeluarkan dua hadiah mobil atuh ya?” Anita ikut masuk dalam pembicaraan.
“Iya Nita, kalian benar- benar kompakan ya. Hamil barengan, lahiran pun barengan … Tapi maaf ya hadiahnya masing- masih satu, walaupun kalian punya anak kembar,” ucap Pak Harfi.
“Papa ….” Rizal dan mamanya langsung memberi tatapan tajam pada Papa nya.
Pak Harfi baru teringat akan perkataan putranya saat di telpon yang sudah mewanti- wantinya untuk tidak membahas bayi Anita yang sudah meninggal. “Eh, Papa minta maaf Nita. Papa tidak bermaksud ___ “
“Enggak apa- apa kok Pa, Nita teh sudah berusaha ikhlas.” Anita yang sebenarnya masih merasa sangat sedih, berusaha untuk tidak menunjukkannya di depan mertua dan suaminya.
Hati ibu mana yang tak merasa sakit dan amat sedih, setelah mengandung selama delapan bulan dan menantikan untuk segera bertemu dengan bayinya. Namun, akibat insiden yang dialaminya sehingga membuatnya jatuh sampai mengalami pendarahan. Bayi dalam kandungannya harus merenggut nyawa sebelum dilahirkan ke dunia.
Dan bukan hanya itu, usai melakukan operasi cesar, dokter mengatakan rahimnya mengalami komplikasi sehingga harus dilakukan operasi pengangkatan rahim. Lengkap sudah penderitaan yang dialami Anita, sudah kehilangan bayinya juga rahimnya.
Hal itu membuatnya hampir depresi pasca ia sadar dari pengaruh obat bius. Ia terus memeluk bantal dan menciuminya yang dianggapnya adalah bayinya.
Beruntung ada seorang ibu yang baru melahirkan dan telah ditolong oleh Anita sebelum mengalami insiden kecelakaan itu. Ia bersedia memberikan bayinya, karena ia merasa tak tega melihat kondisi Anita. Selain itu, ia memiliki masalah ekonomi. Jangankan untuk membiayai hidup bayinya, untuk membayar biaya persalinannya saja ia tak mampu.
Anita menundukkan kepalanya untuk menyembunyikan raut wajah sedihnya. Ia kembali teringat pada bayinya yang telah meninggal, namun ia belum berani untuk mengunjungi makamnya.
Diusapnya perut yang masih terasa ngillu akibat luka bekas operasinya.
“Bayiku ….” Lirihnya dalam hati.
“Eh, sudah- sudah … ayok kita segera pulang. Takutnya keburu hujan, di luar sudah mendung itu. Kasihan kan nanti cucu kita kedinginan kalau diluar hujan,” ucap Bu Harfi seolah mengalihkan pembicaraan.
Anita mengedipkan matanya beberapa kali untuk menahan air matanya agar tidak jatuh. ia kembali menegakkan kepalanya.
Rizal yang sudah selesai mengurus administrasi, membawakan barang- barang dibantu sopir yang sudah dipanggil untuk datang ke kamar. Mereka berdua pergi lebih dulu ke parkiran, sedangkan Anita bersama mertuanya yang masih asyik menggendong bayi menunggu di kamar.
Tak lama Rizal kembali dengan membawa kursi roda untuk Anita, mereka pun pergi bersamaan keluar dari ruang rawat inap tersebut. Raizal mendorong kursi roda, sedangkan mama nya menggendong bayi mereka di damping suaminya.
**
Setelah menempuh perjalanan selama 20 menit, mereka pun tiba di kediaman Rizal dan Anita. Kedatangan mereka disambut hangat oleh kakak- kakak nya Rizal serta kedua putranya. Mereka pun turun dari mobil dan segera masuk ke dalam rumah.
“Selamat ya atas kelahiran putri kalian, Nita,” ucap Ratih, kakak kedua Rizal.
“Terimakasih, Mbak …” ucap Anita sambil tersenyum.
Semua orang mengucapkan selamat silih berganti, walau sebenarnya mereka ingin mengucapkan bela sungkawa atas meninggalnya bayinya Anita, karena Rizal mengatakan pada keluarganya jika Anita melahirkan anak kembar.
Namun, sebelumnya Rizal sudah mewanti- wanti kepada mereka agar tidak membahas soal putrinya yang meninggal di depan Anita. Karena ia tak mau jika Anita mengalami depresi seperti saat ia baru tersadar pasca operasi caesar dan operasi pengangkatan rahim empat hari yang lalu, saat mengetahui putri yang dilahirkannya meninggal.
Anita yang sejak masuk rumah nampak mencari keberadaan seseorang pun dibawa masuk ke kamar untuk beristirahat, sedangkan bayinya diletakan di atas stroller oleh sang oma dan menjadi tontonan keluarganya yang mengucapkan selamat serta memberinya kado.
“Mas, kok dari tadi aku teh gak lihat Arsen ya? dimana dia?” tanya Anita yang tak melihat keberadaan putra ke- tiganya.
“Kamu benar Nita … Mas juga tidak melihat keberadaan anak itu sejak kita tiba tadi.” Rizal pun sama halnya.
“Apa dia teh masih gak mau menerima kalau dia gak jadi anak bungsu dan punya adik lagi?” ucap Anita dengan perasaan khawatir sekaligus sedih.
“Sudah, jangan dipikirkan. Dia kan masih anak- anak, dan pikirannya masih labil. Nanti juga diberi pemahaman lama- lama dia bisa menerima kehadiran adiknya.”
Anita menghela nafas panjang. “Mudah- mudahan mah seperti itu, Mas.”
Jleger …
Terdengar suara gledek yang diiringi kilatan petir. Air hujan pun turun dari langit dengan derasnya.
“Astagfirullah …”
“Bunda, Arsen kemana ya? di kamarnya gak ada,” tanya Dandy yang tiba- tiba masuk ke kamar yang pintunya masih terbuka itu.
“Mas, Arsen dimana? Cepat atuh cari dia, aku mah gak mau kalau sampai dia kenapa- napa. Mana itu teh di luar udah hujan deras.” Anita mulai panik karena mengkhawatirkan putra ke-tiganya.
“Iya iya, Mas cari dulu di seluruh ruangan rumah. Kamu berbaring saja dulu, nanti Mas minta mbak Iyem menemani mu di sini,” ucapnya kemudian beranjak pergi bersama Dandy untuk mencari Arsen.
Rizal bersama kedua putranya, Dandy dan Rezki mencari mulai dari seluruh ruangan dilantai dasar sampai lantai dua rumahnya, namun tak menemukan keberadaan Arsen.
Kini ia mulai khawatir, pikirannya mulai tidak karuan mengingat anak kakak nya yang sempat keluar dari rumah kemudian mengalami kecelakaan dan meninggal di tempat.
Ia pun meghampiri keluarganya yang masih berkumpul di ruang tengah. “Mbak, Mas ada yang lihat Arsen gak?”
“Perasaan dari tadi Arsen gak kelihatan deh,” jawab Ratih yang sedang menyuapi anaknya yang masih balita.
“Tadi sih pas aku datang, Arsen masih ada disini lagi main sama Dandy. Tapi setelah selesai masak, dia gak kelihatan lagi sampai sekarang.” Rika kakak ketiga Rizal pun ikut menjawab.
“Aku sama anak- anak sudah mencarinya ke seluruh ruangan yang ada di rumah ini, tapi tidak menemukannuya.” Rizal mengehela nafas berat dengan raut wajah semakin panik. “Dimana anak itu?”
“Tenang Zal, ayok kita cari lagi,” ucap Syarief, sang kakak tertua.
“Dia gak ada di rumah ini, Mas,” ucap Rizal yakin.
“Apa kalian sudah mencarinya sampai ke bawah ranjang atau di dalam lemari? siapa tahu dia besembunyi disana. Biasanya anak- anak suka bersembunyi di tempat itu.” Rika memberi saran, karena anak- anaknya biasanya melakukan hal seperti itu saat sedang bermain petak umpet.
“Sudah Mbak, tapi gak ada ..." jawabnya lalu mengedarkan pandangannya, "Mama sama Papa dimana?” tanya Rizal yang tak melihat keberadaan orang tuanya.
“Papa lagi istirahat di kamar tamu, kalau Mama sedang mengantarkan bayi mu ke kamar Anita,” jawab Ratih.
"Kalau begitu kita cari Arsen di rumah Mas, siapa tahu dia ada di sana," ajak Syarief.
“Iya Mas... Oh iya, kalian jangan ada yang memberi tahu Anita ya, kalau Arsen belum ditemukan. Kami akan mencarinya ke rumah Mas Syarief,” ucapnya memberi pesan pada kakak dan anak- anaknya.
Rizal pun berangkat bersama Syarief ke rumah Syarief yang berada tepat di sebelah rumahnya menggunakan payung, karena di luar hujan deras.
**
“Bi, apa Arsen ada main kesini?” tanya Rizal saat masuk ke dalam rumah bertemu dengan Bi Surti, ART disana.
“Enggak ada Pak, dari tadi saya tidak melihat den Arsen,” ucap Bi Surti.
“Kalau Rahmi dimana, Bi?” Syarief menanyakan keberadaan istrinnya.
“Ibu baru saja tidur, setelah memompa ASI nya. Katanya badannya meriang, Pak” Bi Surti memberitahukan keadaan majikannya.
“Meriang?” Syarief terkejut mendengar istrinya sakit. Ia pun segera masuk ke dalam kamar untuk melihat keadaan istrinya dan melupakan tujuannya datang ke rumah.
Sementara Rizal dibantu Bi Surti mencari Arsen ke seluruh penjuru rumah Syarief. Namun sama halnya, mereka tak menemukan keberadaan Arsen si bocah gemblung yang berusia empat tahun itu.
Rizal semakin khawatir, ditambah diluar hujan semakin deras disertai gledek dan kilatan petir.
“Gimna Zal? Ketemu Arsennnya?” tanya Syarief yang baru keluar dari kamarnya.
“Enggak ada, Mas. Aku dan Bi Surti sudah mencarinya ke seluruh ruangan di sini,” jawabnya dengan raut wajah panik.
“Di kamar ku juga tidak melihat keberadaan Arsen.”
“Dimana anak itu, kenapa bisa menghilang seperti ini?” Rizal semakin panik dan khawatir.
“Kita kembali saja ke rumah mu, siapa tahu Arsen sudah ditemukan disana.” Syarief memberi usulan, keduanya pun kembali ke rumah Rizal.
**
“Arsen udah ketemu, Zal?” tanya Rika yang melihat adik dan kakak nya sudah kembali.
“Belum, Mbak ….” Rizal menjawab dengan lesu.
“Maksudnya Arsen hilang gitu, Zal?” tanya Ratih mengambil kesimpulan.
“Apa? Arsen hilang?” terdengar suara seseorang yang dengan nada terkejut dan membuat semua orang melihat ke arah asal suara tersebut.
------------------ TBC -------------------
***************************
Assalamualaikum para reader tercintah yang kece badai...
Mari kita mulai kisah perjuangan cinta Raline dan Arsen yang diawali sejak mereka masih kicil- kicil …
Happy Reading ….😉
Jangan luva tinggalkan jejak mu … like, komen, vote , hadiah, rate bintang 5 …😉🤩
Tilimikicih …😉
Aylapyu all … 😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 26 Episodes
Comments
янαηιє
aku mampir, ceunaz😘
2021-07-23
1
💕
semangat, ceunaz😘😘...
2021-07-19
1
.
wiih ada nama kakak ku ....🤭🤭🤭🤭lnjt teteh😘😘
2021-07-17
1