Tritit ku ...!!

Apa? Mau disunat?” Anita yang terkejut mempertanyakan kembali apa yang dikatakan Arsen.

“Iya, aku mau disunat biar trititnya sama kaya punya Kak Dandy.” Ternyata Arsen hanya tertarik dengan bentuk barunya saja tanpa tahu disunat itu seperti apa.

“Arsen, kamu teh beneran udah siap untuk disunat?” Anita kembali bertanya karena masih tak percaya.

“Iya, Bunda … pokoknya aku mau disunat !”

“Iya iya, tapi nanti … Bunda teh kan harus bilang dulu sama si ayah,” ucap Anita seolah mengulur waktu.

“Gak mau nanti, aku mau sekarang!” seru Arsen tak sabaran.

“Ya ampun Arsen, kamu mah kalau mau apa- apa teh harus pok torolong ih. Nanti atuh dibilangin dulu sama si ayah. Disunat juga kan butuh persiapan atuh, Nak.”

“Gak mau, Bunda. Pokoknya aku mau disunat sekarang!” Arsen tetap kekeuh.

“Astagfirullah, Arsen … ini teh udah mau malam, mana ada dokter sunat yang buka. Sabar atuh nak, nanti nungguin ayah pulang dulu ya.” Anita terus memberi pemahaman pada Arsen.

“Gak mau … huaaaaaaa … huaaaaaa.” Arsen terus merengek sampai menangis karena bundanya tak kunjung mengabulkan permintaannya.

“Aduh ya Allah Gusti … ini nih akibat bungsu teu jadi teh, ogoan pisan budak teh ampun! Samarukna disunat teh ngeunah mereun nya, dasar …” keluhnya merasa kesal, karena Arsen terus menangis sambil guling- guling di lantai. Anita memberikan Naz pada Mbak Iye, kemudian ia menghampiri Arsen.

“Aduh ya Alah Gusti … ini akibat bungsu gak jadi, manja banget anak ini ampun! Dikiranya disunat itu enak kali ya, dasar …”

“Arsen ... Udah atuh nak, jangan guling- guling di lantai gitu. Kamu teh baru aja mandi, itu wajah penuh bedak udah kayak kue moci. Malah ditambah air mata … atuh jadi mirip adonan cireng. Kamu teh ah, udah ayok sini digendong sama bunda."

“Gak mau, huaaaaaa … huaaaaaaa ….” Arsen malah semakin menjadi- jadi.

“Huaaaaaaaa … Huaaa ….” Naz yang melihat kakaknya menangis malah ikut menangis, keduanya seolah balapan dalam lomba siapa yang paling kencang menangis untuk memperebutkan hadiah gelas setegah lusin.

“Astagfirullah, adek kenapa kamu teh malah ikutan menangis juga atuh?!” Anita yang hendak membujuk Arsen, kembali menghampiri putrinya yang menangis sambil duduk di lantai. Ia takut jika Naz akan mengikuti gaya kakaknya yang menangis sambil guling- guling di lantai.

“Ada apa ini? Kok pada nangis?” Rizal yang baru pulang kerja langsung melempar pertanyaan saat masuk ke ruang tengah. Kemudian ia menghampiri Arsen yang masih guling- guling di lantai.

“Itu Ayah, Arsen teh pengen disunat tapi maunya sekarang katanya. Enggak mungkin atuh ya.” Anita langsung mengadukan kelakuan anaknya yang sudah kedatangan manja.

“Wah, hebat anak ayah minta sendiri untuk di sunat, sini Ayah gendong,” ucapnya berjongkok dan mengulurkan kedua tangannya pada Arsen yang sedang nangis kejer, dan langsung menggendongnya.

“Ssssttt udah udah ya jangan nangis lagi. Masa jagoan nangis, kasihan tuh adiknya sedih melihat kak Arsen nangis,” ucapnya menenangkan sang anak. Naz pun berhenti menangis saat melihat kakaknya juga berhenti nangis.

Rizal pun duduk di sofa dengan Arsen di pangkuannya. Saat putranya sudah terlihat tenang, walau masih nampak sesenggukan, ia mulai mengajak Arsen bicara.

“Jadi Arsen sudah siap untuk disunat?” Arsen hanya menjawab dengan mengangguk saja.

“Yakin sudah siap?” Rizal kembali bertanya untuk meyakinkan.

“Iya, tapi mau sekarang!” Arsen masih kekeuh ingin disunat saat itu juga.

“Gak bisa sekarang, Arsen. Soalnya harus ada persiapan dulu.” Rizal mengatakan hal yang sama dengan yang istrinya katakan.

“Aku udah siap, Ayah ….” Arsen bicara dengan yakin, walau sambil sesenggukkan.

Rizal saling betatapan dengan Anita, seolah mempertanyakan bahwa yang ia dengar benar- benar nyata. Ia sebenarnya senang karena Arsen yang meminta dengan kesadarannya sendiri untuk disunat, karena kedua kakaknya dulu sangat susah dirayu untuk disunat. Makanya mereka disunat saat sudah duduk di kelas dua SD.

**

Malamnya Anita dan Rizal membicarakan niatan tersebut pada kedua orang tuanya lewat sambungan telpon. Akhirnya diputuskan Arsen akan disunat minggu depan saat memasuki libur sekolah. Mereka pun mengabari keluarga dan sanak saudaranya untuk menghadiri acara syukuran yang akan diadakan di kediaman mereka.

Rizal pun mendaftarkan Arsen ke poli bedah untuk disunat di rumah sakit tempat ia bekerja. Walaupun Rizal sendiri adalah seorang dokter spesialis bedah, namun sudah menjadi peraturan bahwasannya setiap dokter tidak boleh menangani pasien yang masih ada ikatan darah atau ikatan kekeluargaan dengannya.

Arsen yang sudah tidak sabaran, setiap hari menanyakan kapan akan disunat kapan akan disunat. Terkadang hal itu membuat bundanya pusing, karena ujungnya Arsen akan menangis saat ia menjawab nanti nanti dan nanti.

Saking kesalnya, Arsen sampai mogok bermain dengan adiknya dan lebih suka mengurung diri didalam kamar dengan mengunci pintunya. Bahkan saat adik kesayangannya mengedor- gedor pintu kamar Arsen, ia tak menghiraukannya.

“Enggak, pokoknya aku gak akan membuka nya, sebelum aku disunat.” Ucapnya berdialog sendiri sambil bermain mobil- mobilan seorang diri di atas tempat tidurnya, saat terdengar Naz memukul pintu kamarnya sambil berteriak. “Ka … Ka …”

“Maaf ya dek, Kaka masih mogok main sama kamu. Nanti kalau sdudah disunat kita main lagi ya,” ucapnya dengan pelan dan tentunya mustahil si adik bisa mendengar ucapannya itu.

“Huaaaaaa … huaaaaa …” Naz akhirnya menangis karena sang kakak tak kunjung membukakannya pintu.

Mbak Iyem langsung menggendong Naz, ia terus mangis padahal disana ada Raline yang sedang bermain bersamanya ditemani Mbak Tati sang pengasuh.

“Elea kenapa Mbak Yem?” tanya Rahmi yang baru datang dengan membawa sebotol susu di tangannya. Ternyata ia memiliki panggilan kesayangan untuk Naz.

“Ini Bu, Non Nanaz sepertinya pengen main sama den Arsen. Tapi dia bilang lagi mogok main dengan adeknya.”

“Ya ampun, Arsen ada- ada saja mogok main segala. Sini Mbak Yem, biar Elea saya gendong.” Rahmi mengambil alih Naz dan menggendongnya.

“Iya, Bu … tapi masih untung gak mogok makan, hehehe,” ucap Mbak Iyem.

“Hehehe, iya ya Mbak,” ucapnya terkekeh. Rahmi menghampiri Mbak Tati yang sedang menemani Raline bermain, lalu memberikan botol susu padanya dan segera diminumkan pada Raline. Kemudian Rahmi membawa Naz duduk di sofa untuk menyusuinya.

Selama beberapa hari, setiap pulang sekolah Arsen akan melakukan hal yang sama. Yakni mengurung diri di kamar dan mogok bermain bersama kedua adik perempuannya. Beruntung ia masih mau makan dan pergi ke sekolah, walaupun makannya di dalam kamar. Dan ia hanya akan keluar untuk ke kamar mandi saja atau ke dapur untuk mengambil makanan dan minum.

Naz dan Raline pun akhirnya bermain di rumah Rahmi. Naz akan dibawa kembali oleh Mbak Iyem saat sore hari setelah Anita pulang dari butiknya.

**

Hari yang ditungu- tunggu pun telah tiba, semua persiapan telah rampung pula. Dan malam sebelumnya telah diadakan pengajian yang dihadiri para tetangga dan keluarga dekat dalam rangka slametan khitanan. Pelaksanaannya sengaja sebelum hari H, karena dari pengalaman anak sebelumnya yang terus menangis pasca disunat dan tak mau melihat banyak orang disekelilingnya. Apalagi kali ini Arsen yang disunat, si anak keras kepala dan susah diatur.

Pagi ini Rizal bersama orang tua dan mertuanya pergi ke rumah sakit membawa Arsen. Anita tidak ikut serta, karena Naz mendadak rewel dan tak mau lepas darinya. Ia pun hanya menungu di rumah bersama kakak ipar dan sanak saudara yang lainnya.

Setelah 3 jam, Rizal sudah kembali dengan menggendong Arsen yang sudah selesai disunat dan menangis kejer dipangkuannya. Arsen segera dibawa ke kamarnya dan dibaringkan di atas tempat tidurnya.

“Huaaaaaa … huaaaaaaa … “

“Sudah, Arsen jangan menangis lagi. Masa jagoan ayah cengeng.” Rizal berusaha menenangkan sang anak.

“Kenapa ayah gak bilang kalau disunat itu sakit?” ucapnya protes.

“Loh waktu disunat kan gak sakit, cuman ya setelah efek biusnya hilang akan merasa sakit,” ucap Rizal memberi penjelasan.

“Gak apa- apa Arsen, nanti juga kalau sudah minum obat gak sakit lagi,” ucap Rezki sang kakak pertama.

“Iya benar, yang penting punya kamu bentuknya sudah sama seperti punya kakak … Seperti yang kamu mau, kan?” Dandy ikut menenangkan.

“Kalau begitu kamu teh makan dulu ya biar bisa minum obat anti nyeri nya. Jadi gak akan merasa sakit lagi,” ucap Anita yang setuju dengan perkataan Rezki. Ia pun segera pergi ke dapur mengambilkan makan untuk Arsen.

Opa, Oma, Abah, Mimih , dan para om tantenya pun mengucapkan selamat atas bentuk baru yang didapat Arsen yang sudah disunat. Mereka pun memberikan hadiah bebagai jenis mainan dan juga angpau pada Arsen. Hal itu setidaknya membuat Arsen berhenti menangis, seolah rasa sakitnya teralihkan dengan hadiah yang ia terima.

Setelah Arsen disupi makan dan minum obat, ia mendadak manja dan minta terus ditemani bundanya. Jika Anita berdiri saja, ia akan menangis seolah tak mau ditinggalkan. Mungkin karena bundanya tidak ikut mengantarnya ke rumah sakit, makanya Arsen menjadi manja tak seperti biasanya, pikirnya.

Rahmi yang melihat hal itu, akhirnya berinisiatif membawa Naz pulang ke rumahnya dan mengajaknya menginap. Tentunya hal itu pun dengan seizinn Anita.

Sampai malam pun Arsen tak mau ditinggal oleh Anita, untuk makan dan shalat saja harus di kamar Arsen. Dan ia pun meminta supaya bundanya menemani ia tidur.

“Bunda, mau dikipasin ….” pinta Arsen.

“Iya sebentar atuh ya, Bunda ambil dulu kipasnya.”

“Bunda jangan kemana- mana, disini aja.”

“Terus gimana atuh cara ngambil kipasnya, ari kamu ih.” Anita mulai kesal.

“Kan bisa suruh kakak.”

“Iya iya, sebentar bunda telpon Ayah dulu.” Anita mengambil ponselnya.

“Kan yang mau disuruh kakak, kenapa telpon ayah?” tanya Arsen merasa heran.

“Kakak mu kan gak punya handpone, jadi bunda teh bisanya telpon ayah.”

Tak lama setelah selesai menelpon, Rizal datang dengan membawa kipas lipat milik istrinya.

“Kok ayah yang datang? Bukannya bunda minta Rezki yang kesini.” tanya Anita heran.

“Gak apa- apa, sekalian ayah melihat keadaan Arsen.”

Anita pun mulai mengipas junior sang pengantin sunat sesuai permintaannya.

“Bunda jangan terlalu kencang,” ucap Arsen memprotes, Anita pun melambatkan kipasannya. “Bunda, jangan terlalu lambat, gak berasa.” Arsen kembali protes. Dan terus lah seperti itu, membuat bundanya terus mengelus dada.

Anita mendengus kesal kemudian beristigfar untuk menahan amarahnya karena kekesalannya pada sang anak yang begini salah begitu salah dan banyak protes sejak pulang dari rumah sakit.

“Ya Allah, untung ini anakku … coba kalau anaconda, udah aku karungin dan buang ke laut merah,” gumam Anita menjerit dalam hatinya.

Setelah beberapa saat Arsen pun tertidur, dan Anita bisa menghentikan kegiatannya mengipas sate kejantanan. Ia menghela nafas berat dan terlihat sangat lelah mengurus anaknya yang kelewat manja bak anak sultan.

“Mas …”

“Iya,” sahut Rizal.

“Setelah Rezki, Dandy, dan Arsen disunat, ada pertanyaan yang mengganjal di benakku,” ucap Anita.

“Pertanyaan apa?” tanya Rizal heran.

“Itu loh Mas … Setelah aku perhatikan, kok jahitan setelah disunat teh kayak menyerupai bentuk bunga. Apa itu teh sengaja ya divariasikan kayak gitu supaya menambah daya tarik.” ternyata hal konyol itu yang selama ini mengganjal di pikirannya.

“Hahahahaha …”

“Eh, si Ayah mah malah ketawa, orang nanya bener- bener ih.” Anita protes.

“Abisnya kamu licu sih … Pakai bilang menambah daya tarik segala, kan yang lebih penting daya tekannya sampai bikin nikmat.”

“Ih, si ayah mah … malah bahas kesana, dasar mesum.”

“Hahhaaha, lagian kamu aneh. Gimana menambah daya tarik, orang selama ini si anu tersembunyi dan tak bisa dilihat bebas oleh siapa saja. Menampakkan dirinya pun setelah menikah atau saat bersiap untuk tempur.”

“Ya terus itu teh ngapain di variasi bunga gitu jahitannya?” Anita kembali bertanya karena masih belum mendapat jawaban.

“Cara menjahit dalam pembedahan memang seperti itu. Beda dengan cara menjahit kain, jarum dan benangnya juga beda, istriku sayang.” Rizal memberi penjelasan.

“Oh, kirain teh sama aja gitu dijahit salur.”

“Hahaha sudah ah, kamu ke kamar aja gih, tidur … Biar Mas yang menjaga Arsen.”

“Kalau nanti tengah malam teh dia bangun dan nyariin aku gimana?”

“Em, yasudah … Sebentar Mas ambil dulu kasur, biar kita bisa tidur di kamar ini menjaga Arsen bersama- sama.”

“Ayok aku bantu, Mas. Kan kasurnya berat.”

Keduanya pun pergi ke kamar depan yang merupakan kamar tamu. Mereka mengambil kasur springbed dari atas ranjang dan membawanya ke kamar Arsen. Kasur pun digelar diatas karpet tepat disebelah ranjang Arsen.

Anita kembali ke kamar tamu untuk mengambil seprei, bantal dan gulingnya. Sementara Rizal pergi ke kamarnya untuk mengambil selimut. Mereka pun tidur berdua disana.

**

Keesokan harinya Arsen masih bersikap manja pada bundanya. Dan setelah hari ketiga pasca disunat, barulah ia sudah bisa ditinggal sendiri di kamar, karena ia sudah tidak menangis karena merasa kesakitan dan jahitannya pun sudah mulai mengering.

Walaupun begitu, tetap saja saat membutuhkan sesuatu Arsen akan berteriak- teriak, jika tidak ada orang yang menemaninya di kamar.

Siang ini Arsen sudah tertidur lelap di kamarnya. Namun ia tidur di kasur bawah tidak di ranjangnya.

Mbak Iyem yang selesai membereskan mainan Arsen yang berantakan, kemudian membawa pakaian kotor Arsen untuk dicuci. Namun saat ia keluar, ia lupa menutup rapat pintu kamar Arsen.

Naz yang sedang bermain dengan Raline ditemani Mbak Tati di ruang tengah, melihat pintu kamar Arsen sedikit terbuka. Saat itu mbak Tati pergi ke kamar mandi meninggalkan kedua balita tersebut.

Naz berjalan menuju kamar Arsen dan Raline pun ikut merangkak mengikuti Naz. Seperitnya mereka berdua merindukan kakak yang selama ini selalu menemani mereka bermain.

Kedua balita itu pun masuk dan mendekati kasur tempat Arsen tidur. “Ka … Ka …” Naz naik ke atas kasur lalu duduk di samping kakaknya yang tidur lelap. Raline pun merangkak dan naik ke atas kasur tersebut.

Grep …

Seketika Arsen langsung membuka matanya.

“Aaaaaaaaakkkk … Bundaa … !!”

“Trititku …!!” Arsen berteriak sekencang yang ia bisa.

------------- TBC ------------

*********************

Happy Reading... 😉

Jangan luva tinggalkan jejakmu … 😉😍

Aylapyu all …😘😘

Terpopuler

Comments

RaniRiki

RaniRiki

🤣😂🤣😂🤣😂🙈
tititnya kenapa atuh?

2021-07-13

0

Noor Laila

Noor Laila

hahhaa , diapain itu si trittit nya Arsen😂

2021-07-08

0

Adhianna Thalita

Adhianna Thalita

hahaaaaaa..... trititku dgigit semuuttt..😣😣 ehh salah ya...😂😂😂😂

ternyata naz jahilnya udah dari bayi ya....😁😁😁

2021-07-08

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!