“Apa? Kotor?” orang itu mengulang pertanyaan dan Raline yang sedang menangis pun hanya mengangguk.
Orang itu memperhatikan penampilan Raline dari atas hingga ke bawah. Ia mendapati celana jeans bagian lutut dan jaket yang dipakai Raline memang terlihat kotor oleh tanah.
“Kalau baju lo kotor ya tinggal mandi terus ganti baju apa susahnya? Kok malah pengen mati?” orang itu bertanya keheranan.
Raline menatap tajam orang tersebut yang sepertinya gagal paham dengan apa yang diucapkan Raline.
“Dasar bego … maksud ku bukan bajuku yang kotornya, tapi aku!!” Raline menggerutu sembari sesenggukan.
Orang itu kembali memperhatikan Raline .”Kotor apanya?”
“Aku sudah dinodai … hhuhuhuhuu.” Raline kembali menangis.
“Apa? Dinodai? Maksud lo diperkaos?” tanya orang itu terkejut.
Raline mengangguk dengan berlinang air mata.
“Lo diperkosa sama siapa?” tanya nya lagi.
Raline hanya diam dan menundukkan kepalanya.
“Raline … lo bilang sama gue, siapa yang udah memperkosa lo?” orang itu menggoyangkan bahu Raline.
Raline terus diam seribu bahasa, hanya suara isak tangis yang terdengar.
“Pak, balik lagi ke hotel tempat tadi saya order,” titahnya pada sang driver.
“Tapi Mbak, nanti di aplikasinya gimana?”
“Gampang, nanti saya kasih bintang lima. Ongkosnya hitung argo saja.”
“Baik Mbak.” Sopir taksi itu pun segera melajukan mobilnya.
“Aku gak mau ke hotel lagi!! Hiks hiks.” Raline menolak.
“Kita harus ngasih tahu orang tua lo .…”
“Jangan … jangan kasih tau mereka … please.” Raline memohon dengan berlinang air mata.
“Orang tua lo harus tahu, biar mereka meminta laki- laki biadab itu untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya.”
“Jangan … Aku gak mau merusak hari bahagia Naz, hiks hiks.”
“Apa?” orang itu kembali terkejut.
“Acara pernikahan Naz masih berlangsung … tolong jangan mengacaukannya, please."
“Raline, lo lagi kena musibah dan ini hal yang sangat serius. Masa depan lo bisa hancur karena ini.”
“Mungkin ini hukuman untuk ku yang selalu menghina ibu dan membuat Naz menderita selama ini, hiks hiks …”
“Raline, lo jangan ngomong kayak gitu .…” ucap orang itu merasa iba.
“Kau sangat tahu bagaimana sikap ku pada Naz setelah kejadian di ulang tahun kami dulu. Aku selalu jahat sama Naz, bahkan aku selalu membuat dia dijauhi oleh teman- teman. Hiks hiks … dan sekarang Tuhan sudah menghukum ku, huhuhuhuhu.”
"Raline ….” Lirih orang itu merasa iba.
Raline menghapus air matanya. “Please … aku mohon jangan kasih tau mereka.”
“Kalau gitu lo bilang siapa yang udah memperkosa lo. Biar gue cari orang itu.”
“Jangan … hiks hiks.” cegah Raline.
“Lo kenapa sih, kayaknya melindungi banget laki- laki brengsek itu?" orang itu jadi merasa kesal.
“Please … biar ini jadi masalah ku saja … kamu gak harus tahu, hiks hiks."
“Gila lo ya … gak habis pikir gue,” ucapnya menggelengkan kepala. “Eh tunggu, apa jangan- jangan … yang melakukan itu orang yang lo cintai atau pacar lo ya?” ucapnya menebak- nebak.
Raline kembali terdiam dan menundukkan kepalanya.
“O em ji … lo sebenernya diperkosa apa suka- sama suka sih?” tanyanya makin kesal.
“Kau jangan sembarangan bicara … biarpun aku suka keluyuran, tapi aku selalu menjaga didi dan kehormatan ku! Hiks hiks.” Raline tak terima dituduh seperti itu.
“Oke … gue gak usah tahu, dan gue gak akan mencampuri urusan lo … Tapi lo jangan ngulangin hal bodoh kayak tadi lagi. Lo musti ingat, Elsa gak punya siapa- siapa lagi selain lo. Dan gue harap lo secepatnya bisa ngasih tahu keluarga lo tentang hal ini.”
“Iya … hiks hiks … Dan aku minta tolong supaya kamu bisa menjaga rahasia ini, please.”
“Oke, gue janji gak akan bilang pada siapa pun. Dan kalau lo butuh bantuan gue, lo bisa hubungin gue.”
“Makasih … makasih banyak … hiks hiks.” Raline menggenggam tangan orang itu.
“Kita sudah sampai … ayok, gue anterin ke kamar lo. Mumpung orang- orang masih ada di gedung.”
Keduanya pun turun dari taksi tersebut dan mereka pergi menuju kamar Raline. Orang tersebut terus memperingatkan Raline agar tak melakukan hal- hal bodoh lagi. Dan setelah Raline masuk ke kamarnya, orang itu pun kembali memesan taksi untuk pulang.
Raline yang masih merasa terpukul mencoba menguatkan dirinya. Masa depannya sudah hancur, namun kini yang ia pikirkan tentang nasib adiknya. Ia sudah berjanji akan selalu menjaga adiknya, karena hanya dia keluarga sedarah yang ia miliki.
“Aku harus kuat … aku pasti bisa sekuat ibu, hiks hiks.” Ia kembali menangis sembari duduk di lantai bersandar pada tempat tidur dengan memeluk kakinya yang ditekuk.
Setelah beberapa saat, Raline masuk ke kamar mandi. Ia duduk dibawah kucuran air shower tanpa membuka pakaiannya.
"Aku sudah kotor … aku sudah kotor, huhuhuu,” ucapnya berlinang air mata.
Raline cukup lama berada di kamar mandi, hingga Elsa datang pun ia tak menadarinya.
Tok tok tok …
“Kakak … apa kakak ada di dalam?” teriak Else yang mengetuk kamar mandi.
Raline terkesiap mendengar suara Elsa, ia menghapus air matanya lalu berdiri.
“Iya.” sahut Raline.
“Ayok cepetan dong, aku kebelet nih!”
“Iya ….” Raline mengambil handuk dan membuka pakaiannya yang sudah basah kuyup. Ia pun keluar dengan menggunakan handuk kimono serta haduk di kepala untuk mengeringkan rambutnya yang basah.
Elsa yang sudah tidak kuat, langsung masuk begitu saja tanpa memperdulikan Raline. Tak lama ia keluar dari kamar mandi dan melihat Raline yang sudah berpakain rapi serta melilitkan syal di lehernya.
“Kakak habis nangis ya? apa kakak sakit banget sampai nangis gitu?”
“Enggak Elsa … kakak cuma inget sama Ibu aja, pasti beliau sangat senang melihat Naz menikah.” Raline berdalih.
“Iya, bahkan ibu dari dulu sangat berharap jika Kak Nanaz menikah dengan Kak Arfin … Oh iya, tadi semua orang pada nanyain kakak.”
“Terus kamu bilang apa?”
“Aku bilang kakak lagi gak enak badan. Emm, nanti setelah acara selesai, katanya mau pada ke sini nengokin kakak.”
“Kamu kenapa bisa masuk ke kamar? kan kartunya kakak yang pegang?” tanya Raline heran.
“Tadi akau minta tolong pegawai hotel ini di bawah, soalnya tanpa kartu itu gak kebayang dong aku menaiki tangga sampai ke lantai 22.”
**
Benar saja yang dibilang Elsa, orang tua dan para saudara Raline menjenguknya ke kamar. Setelah mandi dan berganti pakaian, Rahmi terus menemani Raline yang tiba- tiba badannya panas. Sepertinya karena terlalu lama diguyur air di kamar mandi. Rahmi pun segera memangil Dandy untuk memeriksa keadaan Raline.
Semenjak saat itu Raline bertekad untuk memendam sendiri apa yang terjadi malam itu, hanya ia dan orang yang menolongnya lah yang mengetahui hal itu. Ia yakin Arsen sendiri tak mengingat hal terkutuk yang dilakukannya dalam keadaan mabuk. Dan itu terakhir kalinya Raline bertemu dengan Arsen.
Sekuat tenaga ia berusaha melupakan hal itu dan lebih memfokuskan diri pada pendidikannya. Ia mengurus persiapan untuk kuliah di salah satu universitas ternama di Jakarta, karena ia telah lolos setelah mengikuti seleksi penerimaan mahasiswa baru.
**
Kini ia baru selesai mengikuti acara perpisahan di sekolahnya yang bertepatan dengan acara perpisahan di sekolah Naz pula. Namun Rahmi dan Syarief lebih memilih mendampingi Raline yang uga ditemani Elsa, karena Naz sudah didampingi Arfin, Rizal, Anita juga mertuanya.
Raline yang tak menyangka jika dirinya mendapatkan prestasi menjadi juara umum ke tiga, merasa sangat bahagia. Begitupun dengan orang tuanya, merasa sangat bangga padanya.
Sepulang dari sekolah mereka pergi ke sebuah restoran untuk merayakan keberhasilan Naz dan Raline yang dihadiri keluarga mereka.
Deg …
Raline kembali merasa takut, ia mengeluarkan keringat dingin dan menampakan raut wajah cemas saat melihat orang yang tak ingin ia temui. Rasa bahagia yang dirasakannya tiba- tiba terpupus. Ia merasa tak nyaman berada di sana.
Ditambah saat ia duduk, ia justru saling berhadapan dengan Arsen yang hanya terhalang oleh meja.
Dan saat Naz pingsan, semua orang nampak panik, ingin rasanya saat itu Raline pergi dari tempat itu, namun ia tak ingin merusak acara yang suah disiapkan oleh orang tuanya itu.
Raline terus menghapus keringat yang terus bercucuran dengan tisu. Ia sudah menghabiskan dua botol air mineral yang dipesannya, namun tetap masih merasa gugup dan takut, bahkan ia menahan Kiara yang duduk di sebelahnya agar tetap menemaninya disana.
“Ra, jangan kemana- mana ya. Disini aja ya temenin aku,” bisiknya pelan pada Kiara.
“Gue mau lihat keadaanya Naz, lo ngapain sih megangin tangan gue kayak gini?” Kiara merasa heran.
“Please Ra, tolong disini aja, ya … please.”
“Iya iya, gue disini … dasar aneh …” cicitnya kesal “Des kenapa muka lo kusut gitu?” tanya Kiara yang melihat Andes baru datang dari arah luar.
“Aku abis dimarahin sama Papi Mami yang ketemu di apotek.”
“Loh dimarahin kenapa? Lo godain pelayan apotek.”
“Ih gak nafsu.”
“Terus kenapa?”
“Itu kan bunda nyuruh aku beli tespack ke apotek. Aku pikir tespack itu obat apa gitu buat Naz. Eh ternyata alat tes kehamilan. Terus disana ada Papi sama Mami aku, jadi dimarahin dikira aku udah hamilin anak orang. Udah ya aku buru- buru.”
“Hah, Naz hamil?” Kiara berasumsi sendiri.
Deg …
“Apa? Hamil … “ Raline kembali terkejut mendengarnya. Arsen yang sejak tadi sibuk memainkan ponsel pun ikut terkejut mendengar ucapan Kiara.
“Wah, hebat juga tuh si Arfin … tokcer,” ucap Hardi.
“Iya bener, gue aja kesusul ….” Dandy pun ikut berkomentar.
“Minta resepnya lo ke Arfin, Dan.” Hardi memberi saran.
“By, beneran Naz hamil?” tanya Kiara pada Ruby yang baru kembali dari ruangan manager restoran.
“Gak tahu, baru mau di tespack ….” Jawabnya mengedikkan bahu, lalu ia duduk di sebelah Kiara.
“Busyet dah baru tiga mingguan nikah udah tokcer.”
“Naz kan waktu nikah lagi mens.”
“Oh pantesan, jadi dapat masa subur dong.”
Saat semua orang heboh membicarakan Naz, Raline malah sibuk dengan lamunannya sendiri. Ia terus mengeluarkan keringat dingin dengan perasaan takut dan cemas. Deru nafasnya terdengar berat.
“Hahahahahha …” suara tawa dari ketiga sahabat Naz dan kakak- kakaknya Raline membuatnya terperanjat. Ia lalu berdiri dan pergi ke tolilet dengan melangkah gontai.
Raline berdiri di depan wastafel toilet yang di depannya terpampang cermin. Ia menyalakan kran.
“Ya Alllah … ini kan sudah tangggal 28, seharusnya aku ___ hiks hiks … gak gak mungkin … gak mungkin … hiks hiks.”
Raline menangis beberapa saat di dalam toilet. Ia membasuh wajahnya saat ada orang yang mengetuk pintu dari luar. Ia keluar dengan wajah yang nampak pucat dan perasaan takut saat kembali melihat wajah Arsen.
Namun ia bisa menahan diri hingga acara makan- makan selesai. Dan saat hendak pulang ia meminta izin untuk ke makam ibunya diantar oleh sopir. Naz tadinya ingin ikut dengan Raline, tapi semua orang melarangnya termasuk Raline juga, karena Naz sedang sakit dan bukan hamil. Raline pun menyuruh Elsa untuk pulang bersama Rahmi.
**
“Bu … hari ini aku berhasil dapat penghargaan di sekolah dengan kerja keras ku sendiri. Ternyata aku bisa … Seandainya ibu dan ayah masih ada, kalian pasti bangga sama aku. hiks hiks …” ucap ya terisak memberi kabar bahagia.
“Bu … aku harus bagaimana? Aku takut Bu … Aku benar- benar takut,Bu … hiks hiks.” Ia sdngat segih dan takut
Raline menumpshkan air mata di pusara mendiang ibunya. Karena hanya padanya ia berani berkeluh kesah.
Di perjalanan pulang, Raline meminta sopir berhenti di depan sebuah apotek. Dengan perasaan takut dan cemas, ia membeli vitamin dan beberapa benda yang ia butuhkan. Lalu memasukannya ke dalam tas.
“Jalan Pak Budi ....” titahnya.
“Siap, Mbak ….” Budi pun melajukan mobilnya.
**
Semalaman Raline terus dilanda gelisah, membuatnya tak bisa tidur memikirkan hal buruk yang akan terjadi pada dirinya.
Rasa takut pun menghantuinya, takut jika dugaannya ternyata benar. Ia lebih takut lagi dengan tanggapan keluarganya.
Selama beberapa saat ia berbaring dengan terus berganti posisi, hingga tengah malam ia baru bisa tidur.
**
Raline bangun kesiangan, setengah enam ia baru melaksanakan shalat subuh. Seusai melipat mukena, ia mengambil kantong kresek dari dalam tas nya. Ia pun membuka salah satu barang yang ia beli dan membawanya ke kamar mandi.
Ia menggunakan gelas tempat sikat gigi untuk menampung urine nya. Dengan tangan yang bergetar ia mencelupkan ujung benda yang dinamakan tespack. Menurut aturan pakai ia harus menunggu satu menit untuk mendapatkan hasilnya.
Perasaan was- was dan takut akan hasilnya terus dirasakan Raline. Jika wanita yang sudah menikah menghatapkan hasil positif sedangkan ia berharap hasilnya negatif. Dan jreng ... hasilnya pun sudah terlihat.
Raline membekap mulutnya, betapa terkejutnya ia melihat dua garis merah pada tespack tersebut. Ia melangkah mundur hingga tubuhnya mentok pada tembok dekat kran shower.
“Gak … gak mungkin … gak mungkin aku hamil … ini pasti salah … ini pasti salah ….” Raline begitu ketakutan melihatnya hinga membuatnya menangis.
Ia memerosorkan tubuhnya ke lantai hingga tangannya tanpa sengaja menggeser kran shower hingga air nya mengguyur dirinya.
“Huaaaaa …. Huaaaaaaa … huaaaaaaa …” Raline menangis sejadi jadinya hingga ia berteriak histeris.
Itu membuat Rahmi dan para ART panik, dan saat digedor Raline tak kunjung membuka pintu kamar mandi malah terus menangis histeris. Sampai Rahmi menghubungi Naz sedangkan ART memangil sopir dan satpam untuk mndobrak pintu.
Brakkk …
Pintu akhirnya berhasil di dobrak, Rahmi dan Bi Surti membawa Raline yang sudah basah kuyup keluar dari kamar mandi.
Betapa terkejutnya Rahmi melihat tespack yang tergeletak di kamar mandi. Ia marah dan kecewa pada Raline an sudah ia beri kepercayaan penuh, tapi malah hamil sebelum menikah.
Tak hanya itu, Syarief tak kalah marahnya saat mengetahui tentang kehamilan Raline. Ia menyeret Raline ke ruang tengah lalu menamparnya dihadapan Naz, Rahmi dan Hardi hingga ia terkapar di atas sofa.
“Papa ….” teriak Naz dan Rahmi.
“Siapa laki- laki yang sudah mengahamili kamu Raline?” tanya Syarief murka.
Raline yang terus menangis membungkam mulutnya. Rahmi mendekat dan memeluk putrinya yang nampak ketakutan. Syarief pun sangat murka, hingga saat Raline malihat kedatangan seseorang bersama Hardi.
“Jawab Raline !! sebelum kesabaran Papa habis … Siapa lelaki yang sudah menghamili kamu?” Syarief kembali berteriak.
Raline pun mengarahkan jari telunjuknya pada seseorang yang baru saja datang. Namun, orang itu terhalang oleh Arfin yang baru datang dari kamar mandi. Hingga semua orang menyangka Arfin lah pelakunya. Naz sangat marah dan terkejut lalu pergi dengan perasaan kecewa dan sakit hati. Arfin pun mengejarnya.
“Arfin tidak mungkin seperti itu, Raline. Mas sangat mengenalnya.” Hardi ikut berlomentar.
“Raline … kamu jangan menuduh sembarangan. Apa kamu masih membenci Naz? Tolong jangan merusak kebahagiaannya dengan cara seperti ini.” Rahmi pun tak percaya.
Raline menggelengkan kepalanya dan menunjuk lagi pada orang yang membawa godie bag ditangannya. Ketiga orang itu pun kembali melihat ke arah yang Raline tunjuk.
“Arsen ??” ucap Syarief, Rahmi dan Hardi serentak.
“Kenapa kalian menatap ku seperti itu? ada apa ini?” tanya Arsen merasa heran. “Itu Naz kenapa lari gitu, apa pengantin baru itu sedang bertengkar?”, ia kembali bertanya.
Syarief yang sejak tadi murka, segera menghampiri Arsen dan mencengkram nya. “Kamu harus mempertangung jawabkan perbuatan mu, Arsen!”
“Bertanggung jawab apa Om?” Arsen semakin bingung.
“Raline hamil, dan kaulah yang telah menghamilinya!!” bentaknya geram.
“Apa? itu bohong … itu fitnah … aku tidak melakukannya. Om pasti salah …” Arsen tak mengaku.
“Dia memperkosa ku dalam keadaan mabuk di malam sebelum Naz menikah … hiks hiks.” Raline yang sejak tadi diam mengeluarkan suaranya dengan lantang dan mengejutkan semua orang termasuk Arsen sendiri.
Syarief sangat marah lalu menyerang Arsen yang tidak mau mengaku secara membabi buta. Hingga tak ada yang mampu menghentikanya. Arsen yang tak melawan pukulan Syarief.
“Dasar kau bajingan!!" bentak Syarif
Bugh …
Pukulan Syarief membuat Arsen jatuh terkapar tak berdaya.
“Jika aku bajingan, lalu Om apa? Om juga menodai ibunya Raline dalam keadaan mabuk, bukan?” Arsen merasa geram.
Deg …
Syarief menghentikan amukannya hingga ia menjatuhkan dirinya ke lantai seolah mendapat tamparan keras dari apa yang pernah dilakukannya di masa lalu.
Apalagi Raline yang tak hentinya menangis, hatinya serasa tercabik- cabik. Setelah mengalami kekerasan seksual hingga membuatnya hamil, pelakunya justru menolak untuk bertanggung jawab.
Kini ia benar- benar mengalami hal yang persis dialami ibunya saat mengandungnya dulu. Ia sudah tak sanggup menerima rasa sakit dari semua ucapan dan penolakan Arsen, hingga ia bangkit dan beranjak pergi ke kamarnya begitu saja. Rahmi pun segera mengejarnya.
Naz yang berusaha meminta Arsen bertanggung jawab, tak mampu mengubah pendirian Arsen. Ia malah pergi dengan wajah yang babak belur.
------------- TBC -----------------
*************************
Happy Reading ….
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 26 Episodes
Comments