“Ibu susu?” tanya Anita merasa terkejut dengan tawaran jasa yang diberikan oleh kakak iparnya.
“Iya, Nita … Em, mungkin lebih tepatnya kita saling menolong."
“Hah? Saling menolong? Maksudnya teh gimana, Mbak?” Anita merasa bingung dengan perkataan Rahmi.
“Tadi kamu bilang kalau ASI-mu sedikit dan Naz tidak mau minum susu formula, dan karena itu membuat Naz jadi rewel. Sedangkan ASI-ku banyak, tapi putriku tidak mau meminum ASI-ku, sehingga membuatku kesakitan sampai dua hari kemarin aku merasakan demam.” Rahmi menjelaskan maksud dari ucapannya.
Anita tak langsung menjawab, ia malah diam termenung mendengar tawaran dari kakak iparnya itu. Ia pun tahu bagaimana rasa sakitnya jika payud*aranya sudah membengkak karena ASI-nya sudah penuh, namun tidak bisa keluar atau dihisap oleh bayinya. Dalam beberapa jam saja terasa sakit, apalagi jika sampai seharian. Ia sudah bisa membayangkan apa yang dirasakan Rahmi, pastinya tubuhnya terasa meriang.
“Nanti atuh ya Mbak, aku mau membicarakannya dulu dengan Mas Rizal. Aku teh gak berani memutuskan sendiri tentang hal sebesar ini. Mbak juga sebaiknya membicarakan hal ini dengan Mas Syarief, supaya nantinya teh kita sama- sama merasa nyaman." Anita tak langsung mengiyakan dan ia pun memberi usulan.
“Iya Nita, kamu benar. Kita harus membicarakan hal ini dengan suami kita.” Rahmi pun setuju dengan pemikiran Anita.
“Oh iya, nama bayi Mbak teh siapa? Aku belum tahu … Maaf ya belum sempat melihatnya saat masih di rumah sakit. Padahal kita melahirkan di rumah sakit yang sama ya , Mbak.”
“Hehe, iya. Aku ngerti kok, kamu kan membutuhkan waktu untuk pemulihan pasca operasi. Em, putriku namanya Raline Eliana Harfi,” ucapnya menyebutkan nama lengkap bayi perempuannya.
“Wah, nama yang bagus … Eh tunggu, nama tengahnya teh kok hampir sama dengan Naz. Kalau Naz mah Eleanoor, Raline mah Eliana,” ucap Anita menyadari ada kesamaan dengan nama putrinya.
“Eh, iya ya … padahal kita gak janjian ya. Mungkin karena lahirnya di hari yang sama, jadinya ngasih nama juga ada kesamaan. Raline dan Naz sudah seperti anak kembar aja, lahir di hari yang sama.”
“Iya, Mbak … semoga mereka berdua bisa menjdi saudari yang rukun dan saling menyayangi ya, Mbak.”
“Iya, Nita."
“Tapi, kenapa atuh gak dibawa kesini?” tanya Anita heran.
“Dia lagi tidur, abis ngabisin sebotol susu. Makanya gak aku bawa, jadi dititipkan sebentar sama Mbak Tati … Nanti ya kalau dia udah bangun, aku bawa kesini biar Naz ada teman main.”
“Mereka itu kan masih bayi atuh Mbak, bukanya main bareng malah nangis berjama’ah entar. Hahaha ….”
“Iya benar sih, kalau enggak paling sama- sama tidur,” ucapnya terkekeh, lalu ia mengarahkan pandangannya pada Naz yang sudah tidur lelap dalam gendongannya.
Diusapnya kepala Naz dengan penuh kelembutan. Rona bahagia pun nampak jelas dari senyum yang terukir dari bibirnya.
Ia melihat pergerakan mulut Naz yang sudah berhenti. Dilepasnya perlahan si put*ing dari mulut sang bayi, kemudian payud*aranya dimasukan kedalam bra dan kancing bajunya pun dipasang kembali. Namun, mulut Naz kembali bergerak seolah ia masih menyedot ASI dalam mimpinya.
Rahmi bangkit dari duduknya. Ia berjalan menggendong sang bayi, kemudian menidurkannya di ranjang bayi yang atasnya ditutup tirai puring. Kalau kata orang tua zaman dulu mah tirai anti nyamuk.
Rahmi masih berdiri di samping tempat tidur Naz. Matanya seolah tak ingin berhenti memandangi wajah polos sang bayi yang tertidur lelap itu. Senyuman pun terus terukir dari bibir manisnya.
Ceklek …
“Mama … itu adik bayi nangis.” Hardi, anak kedua Rahmi langsung masuk tanpa mengetuk pintu dan memberi berita pada mamanya.
“Oh, ya ampun … Nita, aku pamit pulang dulu ya,” ucapnya berpamitan lalu beranjak pergi keluar kamar bersama putranya setelah diangguki oleh Anita.
**
Malamnya, Anita membicarakan perihal jasa ibu susu yang ditawarkan Rahmi pada suaminya, Rizal. Awalnya ia merasa keberatan, namun setelah mempertimbangkan dan berpikir semalaman, keesokan paginya sebelum berangkat kerja, Rizal menyetujui hal tersebut. Itu dilakukan demi kesehatan dan pertumbuhan bayinya agar tidak kekurangan asupan ASI, karena sang bayi terus menolak saat semalam dicoba diberikan susu formula lagi, sementara ASI Anita tetap sedikit.
Sama halnya dengan Anita, Rahmi pun meminta izin suaminya untuk memberikan ASI pada keponakannya. Syarief langsung menyetujuinya, karena ia tak tega melihat istrinya sering merasa kesakitan bahkan sampai beberapa kali demam karena ASI-nya terus ditolak oleh bayi mereka.
Selain itu, daripada ASI-nya dibuang sia- sia, lebih baik diberikan pada yang lebih membutuhkan. Apalagi diberikan kepada anak dari adik kandungnya sendiri, yang tentunya dalam agama pun anak- anak dari mereka tidak diperbolehkan untuk menikah kelak.
Semenjak hari itu, Rahmi pun memberi ASI pada Naz. Kadang Anita yang akan membawa Naz ke rumah Rahmi, atau sebaliknya Rahmi sendiri yang akan datang ke rumah Anita dengan membawa bayinya. Namun untuk malam hari, Naz merasa cukup diberikan ASI dari bundanya, Anita.
**
Setelah empat puluh hari meninggalnya sang putri, pagi ini Anita memberanikan diri mengunjungi makam bayi yang dulu dilahirkannya, yang bahkan belum sempat dilihat apalagi digendongnya itu. Ia hanya bisa melihat rupa bayi mungil itu dalam beberapa foto yang diambil oleh suaminya.
Seusai Anita menabur bunga dan menyiramkan air mawar, Ia menangis sejadi- jadinya sembari memeluk batu nisan mendiang putrinya itu. Rizal pun terus menemaninya, ia mengusap- usap punggung sang istri untuk menenangkannya.
“Sudah Nita, sudah … Putri kita sudah berada di surga dan bahagia disana. Jangan menangis di makam seperti ini, tidak baik.” Rizal memeluk istrinya yang terlihat begitu sangat sedih dan terpukul.
“Kenapa dia teh harus pergi sebelum aku melihatnya? Hiks hiks … Aku yang mengandungnya selama delapan bulan, dia teh hidup bersama ku selama itu. Tapi, saat lahir____ ” Anita tak kuasa melanjutkan perkataannya. Air matanya terus mengalir deras.
“Seandainya aku teh bisa menghundari insiden itu, pasti dia masih bersama kita, Mas.” Rasa sesal dan sedih yang menyesakkan dada beraduk menjadi satu.
“Sudah, Nita. Ini sudah menjadi takdirnya, kita harus ikhlas. Yakinlah dia sudah mengirim Naz untuk mengobati luka kita karena kehilangannya. Mereka berdua akan selalu menjadi putri kita," ucap Rizal yang terus menenangkan istrinya.
“Kamu yang tenang di sana, nak … Bunda dan Ayah akan selalu mendoakan kebahagiaan mu disana. Kamu juga doakan kami ya, nak. Bunda sangat mencintaimu, Renasha.” Anita mencium batu nisan itu.
“Sudah Nita … ayok kita pergi.” Rizal tak kuasa melihat istrinya yang terus menangis.
“Ayah sama Bunda pergi dulu ya, nak … Kami akan selalu mengunjungi mu, sayang.” Anita kemudian bangkit dibantu oleh suaminya. Mereka pun beranjak pergi meninggalkan tempat peristirahatan terakhir sang putri.
“Mas akan mengantarkan mu ke butik, baru setelah itu ke rumah sakit,” ucap Rizal yang tengah berjalan menggandeng istrinya.
“Iya, Mas ….” Anita mengangguk sembari menghapus jejak air matanya dengan sapu tangan.
Dulu sebelum hamil, Anita telah membuka sebuah butik dan menjual pakaian hasil rancangannya sendiri. Dan kini butik tersebut sudah banyak dikenal orang dan memiliki banyak pelanggan.
Karena kesibukannya, Anita sering meninggalkan Naz di rumah dan di titipkan pada Mbak Iyem. Dan saat Naz berusia satu bulan, ASI Anita tidak keluar sama sekali, sehingga Naz lebih bergantung pada Rahmi. Naz sering dibawa ke rumah Rahmi dan diasuh bersama dengan Raline disana.
Sementara para anak laki- laki lebih sering bermain di rumah Anita. Lain halnya dengan Arsen yang lebih suka menemani adiknya saat ia dibawa ke rumah Rahmi. Karena sesuai dengan perkataan ayahnya, ia harus menyayangi dan menjaga adiknya. Bahkan oma dan opa nya pun sering mengunjungi kedua cucu perempuan yang selama ini diidamkan dalam keluarganya.
**
Tak terasa kini Raline dan Naz sudah berusia satu tahun, dan sang opa menggelar pesta meriah untuk kedua cucu kesayangannya yang berulang tahun itu. Naz sudah bisa berjalan dan mulai belajar bicara beberapa kata walaupun ucapannya belum jelas. Begitu juga dengan Raline, namun bedanya ia baru bisa merangkak, belum bisa berjalan. Seperti yang kita ketahui, jika perkembangan setiap anak itu berbeda- beda.
Arsen yang sudah masuk sekolah TK sejak enam bulan yang lalu, lebih suka bermain dengan kedua adik bayinya ketimbang bersama teman- teman sebayanya. Baginya berteman dengan mereka cukup di sekolah saja, sedangkan di rumah adalah waktu bersama adiknya.
Arsen sangat menyayangi adiknya, jika ia diajak membeli apa pun pasti selalu meminta ayah atau bunda nya membelikan untuk adiknya juga.
**
Sore ini hujan turun dengan derasnya, Arsen tengah bermain dengan Dandy di ruang tengah. Mbak Iyem baru pulang setelah mengambil Naz dari rumah Rahmi. Naz pun langsung minta diturunkan karena ingin bermain bersama kedua kakaknya.
Arsen yang mulai merasa bosan pergi ke arah pintu samping. Ia melihat keluar lewat jendela, ternyata ada genangan air di rerumputan halaman samping dan hujannya pun mulai reda tak sederas sebelumnya. Ia berlari kembali ke ruang tengah.
“Kakak, ayok kita main di luar,” ajaknya pada Dandy.
“Jangan, di luar kan hujan. Nanti kita bisa sakit.” Dandy langusng melarang sanga adik.
“Hujannya sudah kecil, jadi gak akan menyakiti kita. Ayok kakak kita main perosotan, di rumput. Ada kolam renang kecil.” Arsen menarik tangan kakaknya yang sedang duduk di atas karpet. Namun Dandy terus menolak, akhirnya Arsen pergi sendiri keluar dan bermain di halaman samping.
Dandy yang merasa khawatir, kemudian pergi ke halaman samping untuk melihat Arsen. Tanpa ia sadari Naz mengikutinya dari belakang. Saat baru keluar dari pintu samping, Dandy melihat Arsen nampak senang bermain di kubangan air layaknya sedang berenang di empang mini. Ia pun merasa tertarik dan segera menghampiri Arsen untuk ikut bergabung.
Naz yang melihat kedua kakak nya bermain dibawah hujan, berlari ke tempat mereka bermain. Ia pun ikut bergabung dan ketiganya bermain di kubangan dengan penuh keceriaan tanpa beban.
“Arsen … Dandy! Kenapa kalian main hujan- hujanan?” teriak Anita yang baru pulang kerja, ia terkejut mendapati ketiga anaknya tengah bermain di halaman samping dibawah kucuran hujan.
“Aduh, Bunda sudah pulang. Bagaimana ini?” ucap Dandy yang takut bundanya akan memarahi mereka. Namun Arsen dan Naz tak menghiraukannya, malah asyik bermain.
“Aduh aduh … ampun, sakit Bunda.” Dandy meringis kesakitan.
“Aduh sakit bunda sakit.” Arsen pun ikutan meringis kesakitan.
“Nakal ya kalian berdua … “ ucap Anita sembari kedua tangannya menjewer kuping kedua putranya.
“Mbak, bawa Naz masuk dan mandikan pakai air hangat.” ucapnya pada sang ART.
“Baik, Bu.” Mbak Iyem segera menggendong Naz yang berontak tak mau berhenti bermain dan kemudian menangis. Ia pun membawa Naz masuk.
Anita pun melepaskan tangannya dari kedua putranya.“Kalian teh ngapain main hujan- hujanan, nanti bisa sakit. Mana pakai ngajak Naz lagi.” Anita memarahi kedua putranya.
“Arsen yang ngajak, Bunda.”Dandy mengadukan sang adik karena tak mau disalahkan.
“Enggak, aku main sendiri kok. Kakak tuh yang ngajak adek kesini.” Arsen pung mengatakan hal yang sebenarnya.
“Kamu kan yang maksa tadi,” Dandy terus menyalahkan Arsen.
“Tapi kan kakak tadi tidak mau. Orang kakak tiba- tiba kesini, wle.” Arsen menjulurkan lidahnya sebagai tanda mengejek sang kakak.
“Kamu !” bentak Dandy menunjuk Arsen.
“Kakak!” Arsen ikut membentak.
“Sudah sudah … ayok sekarang kalian masuk dan mandi. Nanti bisa masuk angin.” Anita melerai kedua putranya yang saling melempar kesalahan. Kemudian mengajak keduanya masuk ke rumah.
Anita mengantarkan keduanya ke kamar mandi.
“Sekarang kalian mandi, pakai air hangat dari shower. Jangan pakai air dingin ya.”
“Iya, Bunda.” Arsen dan Dandy menjawab serentak.
Karena Arsen baru berusia lima tahun lebih, mandinya pun dibantu oleh Dandy. Walau sebenarnya Dandy masih merasa kesal pada Arsen.
“Ih, kok tritit kakak beda sama punyaku?” tanya Arsen yang melihat miliknya dan milik kakaknya berbeda bentuk.
“Ya bedalah, kan kakak sudah disunat. Sedangkan kamu belum disunat kan,” ucpnya lalu memakai handuk yang dilingkarkan pada pinggangnya karena sudah selesai mandi. Ia kemudian menggosokan sabun pada tubuh adiknya, lalu membilasnya.
“Disunat itu apa?” Arsen kembali bertanya.
“Kalau anak laki- laki itu harus disunat. Semacam dibersihkan gitu katanya, tapi oleh dokter.” Dandy menjawab pertanyaan adiknya, yang dia sendiri sebenarnya bingung menjelaskan seperti apa disunat itu. Dia tahunya setelah disunat itu sakit, namun ia tak memberitahukan hal itu pada adiknya.
“Disunatnya sama ayah gitu?” tanya Arsen yang mengetahui profesi sang Ayah.
“Bukan, tapi sama dokter lain bukan sama Ayah,” ucap Dandy.
“Ayah juga kan dokter.” Arsen berpikir semua dokter punya tugas yang sama.
“Iya, tapi kata ayah dokter itu tugasnya beda- beda.” Dandy mengambil handuk yang digantung pada pegangan pintu dan memakaikannya pada sang adik.
“Aku juga mau disunat … Aku juga kan laki- laki, soalnya bagusan punya kakak ... Aku mau bentuk kayak gitu,” ucapnya seolah disunat itu untuk mengukir miliknya supaya jadi bagus.
“Kamu bilang aja sama ayah, udah yuk keluar,” ajak Dandy kemudian keduanya keluar dari kamar mandi.
“Bunda !!” teriak Arsen sambil berlari menghampiri bundanya yang sedang menyuapi Naz di ruang tengah.
“Kalian sudah selesai mandinya, ya,” ucap Bunda lalu beralih pada Mbak Iyem yang membawakan pakaian serta minyak kayu putuh dan bedak untuk Arsen.
"Mbak, tolong pakaiakan baju Arsen ya.”
“Siap, Bu.” Mbak Iyem menghampiri Arsen.
Mbak Iyem melap seluruh tubuh dan kepala Arsen dengan handuk. Ia mulai membalur tubuh Arsen dengan minyak kayu putih serta bedak, kemudian memakaikan pakaianya yang diakhiri dengan memberi bedak pada wajah Arsen. Karena Arsen yang tidak mau diam, sehingga bedak diwajahnya belepotan.
“Bunda ….” Panggilnya yang baru saja selesai disisir rambutnya oleh Mbak Iyem.
“Iya, kenapa Arsen?” sahut Anita yang baru selesai menyuapi Naz dan membereskan bekas makannya.
“Aku mau disunat !!” Arsen langsung mengutarakan keinginannya dengan lantang.
“Apa? Mau disunat?” Anita yang terkejut mempertanyakan kembali apa yang dikatakan Arsen, takutnya ia salah dengar.
------------- TBC ----------------
*************************
Happy Reading ... 😉
Jangan luva tinggalkan jejakmu ...😉😍
Aylapyu All...😘😘😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 26 Episodes
Comments
яαηι_ CeuNaz🍍
hahaha...etah bentuk baru..
2021-07-08
0
Noor Laila
pengen disunat gara2 tertarik dengan bentuk baru😂😂
2021-07-08
0