“Mama ….” Ucap Rizal merasa lega, saat melihat mamanya datang ke ruang tengah seorang diri dan tidak bersama Anita, istrinya.
“Bagaimana Arsen bisa hilang, Zal? Maksud mu hilang kabur, apa bersembunyi dan belum ditemukan?” tanya beliau minta penjelasan.
“Tadi pagi masih main sama Dandy, tapi setelah kalian datang kami baru sadar kalau Arsen gak ada," ucap Ratih bantu menjawab.
“Iya Ma, kami sudah mencarinya kemana- mana, di seluruh ruangan rumah ini juga rumah Mas Syarief. Tapi kami tak menemukan keberadaannya." Rizal semakin khawatir.
“Biasanya Arsen suka main kemana? Coba kamu ingat- ingat. Mungkin dia main ke rumah tetangga atau teman bermainnya gitu."
“Arsen hanya main dengan kakak- kakaknya saja atau sepupunya di rumah Mas Syarief. Biasanya kalau keluar suka ditemani Anita atau Mbak Iyem. Tapi kali ini berbeda Ma,” ucap Rizal yang kemudian menghela nafas berat dan mengusap kasar kepalanya.
“Berbeda gimana maksudnya?” tanya beliau bingung.
“Sejak Arsen tahu Anita hamil dan ia akan memiliki adik, ia selalu menolak dan bilang tidak mau punya adik. Padahal kami sudah memberi pemahaman padanya, tapi dia tetap kekeuh gak mau punya adik. Makanya akhir- akhir ini dia sering berontak dan gak nurut sama kami.” Rizal menjelaskan perubahan sikap putranya.
“Mungkin dia takut kehilangan kasih sayang dan perhatian kalian.”
“Iya Ma … aku takut jika dia pergi keluar sendirian, aku takut nanti seperti _____” Rizal tak melanjutkan perkataannya, saat ia melirik ke arah Syarief. “Maaf Mas ....” ucapnya lirih.
“Gak apa- apa, Zal … Mas tahu kamu pasti takut Arsen mengalami hal yang sama dengan almarhum Radit. Tapi Mas yakin, Arsen akan baik- baik saja. Sebaiknya kita cari lagi ke seluruh ruangan di rumah ini, mungkin saja sekarang dia sudah bosan bersembunyi," ucap Syarief berusaha menenangkan adiknya.
**
Sementara didalam sebuah kamar, nampak seorang wanita tengah tidur lelap dengan baju bagian depannya nampak basah. Suara gledek yang menggelegar pun tak mampu mengusik tidurnya. Entah memang terlalu lelap karena sedang bermimpi indah, entah karena memang orangnya sudah biasa tidur seperti kebo.
Setelah beberapa saat, hujan pun mulai reda dan suara gledek sudah tak terdengar lagi.
Krusuk krusuk …
Terdengar bunyi pergerakan dari bawah ranjang tempat sang wanita tertidur lelap. Ternyata ada seseorang tengah merayap- rayap dari kolong ranjang tersebut, seperti tikus yang hendak keluar dari sarang persembunyiannya.
Jeduk …
“Aduh, kepalaku sakit,” ucapnya meringis kesakitan sambil mengusap kepalanya yang kebentur papan ranjang.
“Uhuk uhuk …” ia pun batuk- batuk, mungkin karena meghirup debu yang ada di kolong ranjang, hingga rambutnya penuh dengan debu yang sudah menggumpal layaknya sarang laba- laba diprintil- printil. ( Tahukan pemirsah ramat di kolong ranjang seperti apa).
Ia lalu berdiri dan berjalan mengendap- endap seperti maling yang takut ketahuan oleh orang yang sedang tidur.
Saat langkahnya mendekat pada tempat tidur bayi, ia terkejut mendengar bayinya yang tiba- tiba menangis.
Oek oek oek oek ….
Ia pun menghentikan langkahnya, dan menatap bayi yang menangis itu.
“Ssssstttt, jangan berisik. Nanti aku ketahuan … ssssttt,” ucapnya pelan sambil menempelkan jari telunjuk pada bibirnya sambil melotot pada si bayi. Namun bayi itu malah menangis semakin kencang.
“Sssstt, diam ih … semua bayi memang menyebalkan,” ucapnya kesal.
Ia melihat ke arah ibu dari bayi itu yang masih tidur lelap. Namun saat ia melihat ada gerakan dari tubuhnya seolah merasa terusik, ia pun berlari menuju pintu dan segera keluar dari kamar tersebut meninggalkan bayi yang terus menangis.
“Loh, den Arsen kok ada disini? Dari tadi dicariin sama Pak Rizal,” ucap Bi Surti saat memergoki Arsen yang baru saja menutup pintu kamar.
“Hehehe ….” Arsen hanya nyengir tanpa menjawab ucapan Bi Surti.
“Ayok Bibi antar pulang,” ajaknya merangkul pundak Arsen.
“Gak mau … aku gak mau pulang kalau masih ada dedek bayi di rumah. Semua bayi itu menyebalkan!" Arsen menempas tangan Bi Surti dari pundaknya.
“Arsen!” teriak Rezki yang bau masuk ke dalam rumah Syarief. “Kamu kemana saja sih, semua orang mencari kamu kemana- mana, ayok pulang!” Rezki menarik tangan Arsen lalu mengajaknya pulang.
“Gak mau, aku gak mau pulang … aku gak mau pulang.” Arsen terus berontak dan berusaha melepaskan tangannya dari sang kakak.
Namun karena tubuhnya jauh lebih kecil, akhirnya Rezki menggendong Arsen dengan meletakan adiknya itu di pundaknya, seperti memanggul karung beras.
Kaki Arsen terus meronta- ronta minta diturunkan, tangannya pun memukul punggung kakak nya. Tapi itu tak berpengaruh, hinga keduanya tiba di rumah mereka.
Rizal yang sangat mencemaskan Arsen bisa bernafas lega saat melihat putra ketiganya itu sudah ditemukan oleh kakaknya. Ia langsung menghampiri kedua putranya.
“Kamu kemana saja, Arsen? Kami semua mencari kamu … ayok kita ke kamar, Bunda terus menanyakan mu dari tadi,” ucapnya lalu mengambil alih dan menggendong Arsen.
“Aku menemukannya dari rumah om Syarief, Ayah," jawab Rezki.
“Terimakasih Rezki … ayah akan membawa anak bandel ini ke dalam,” ucapnya kemudian membawa Arsen menuju ke kamarnya.
“Turunkan aku ayah! Aku gak mau masuk, gak mau … aku gak mau punya adik bayi!” Arsen terus berontak sambil teriak- teriak, namun Rizal tak menggubrisnya dan tetap membawanya masuk menemui istrinya.
“Nih, si anak bandel … sudah satu jam kami mencarinya, ternyata dia bersembunyi di rumah Mas Syarief,” ucapnya pada sang istri yang baru saja selesai menyusui bayinya.
“Ya ampun Arsen, kamu teh kenapa jadi nakal begini? Jangan diulangi lagi ya … ayok sini lihat adik mu, nih … cantik banget loh," ucapnya mengajak sang putra mendekat padanya.
“Gak mau! Aku gak mau punya adik!” Arsen terus menolak.
Rizal berjongkok untuk mensejajarkan dirinya dengan sang anak. “Bisa kasih tahu ayah, alasannya kenapa Arsen gak mau adik?”
“Nanti Ayah sama bunda gak sayang aku lagi, gak akan beliin mainan lagi. Nanti mainan aku diambil sama adik!” Arsen mengutarakan alasannya.
“Siapa bilang? Buktinya kamu jadi adiknya Rezki dan Dandy, kami tetap sayang sama kalian. Lagi pula adik mu ini kan perempuan, mainannya juga beda sama kamu. Jadi gak akan ngambil mainan Arsen, paham?” Rizal memberi penjelasan.
“Beneran?” tanya Arsen merasa tak yakin dengan perkataan ayahnya
“Tentu saja, kalau anak perempuan kan mainannya boneka sama masak- masakan apalah itu. Kalau Arsen kan mainannya mobil- mobilan, pesawat, motor, robot, kelereng dan lainnya," ucap Rizal.
“Sepeda sama topeng juga,” tambah Arsen yang merasa mainannya belum diabsen semua.
“Iya itulah pokoknya, yang pasti mainan kalian beda. Jadi adik bayi gak akan ngambil mainan Arsen," ucap Rizal memastikan.
“Oh … iya deh, aku mau punya adik. Tapi adiknya gak boleh menyebalkan ya, Ayah” Arsen malah memberi syarat.
Rizal dan Anita saling beradu pandang kemudian keduanya tertawa gemas mendengar ucapan putranya.
"Siap komandan ..." ucap Rizal lalu mengangkat tangannya dan memberi hormat layaknya melapor pada komandan beneran.
Arsen pun bersedia mendekat pada adik bayi yang sedang ada dalam gendongan bundanya sembari beliau duduk di atas tempat tidur. Ia mengusap kepala adiknya kemudian menciumnya sesuai instruksi dari bunda nya.
“Kakak Arsen teh harus sayang ya sama adik dan kakak- kakaknya, juga sama ayah bunda. Kakak arsen harus menjaga dan melindungi adik ya,” ucap Anita sambil mengusap lembut kepala putranya.
“Hem.” hanya kata itu yang keluar dari mulut Arsen, seolah belum bisa menerima sepenuhnya keberadaan adik barunya itu. Setidaknya ia tak berontak lagi sebagai tanda protesnya.
Anita dan Rizal kini bisa bernafas lega melihat putranya tidak ngambek lagi karena kehadiran adik bayinya. Walau mereka tahu Arsen tak semudah itu langsung menerima.
"Aku mau main lagi sama kakak," ucap Arsen yang kemudian beranjak pergi keluar kamar. Kedua orang tuanya hanya tersenyum dan terus memperhatikannya hingga ia keluar dari kamar.
“Oh iya, Mas ... Kita teh belum kasih dia nama,” ucap Anita yang baru teringat.
“Mas sudah ada nama untuk putri kecil kita ini."
"Siapa namanya?" tanya Anita penasaran.
"Rheanazwa Eleanoor Harfi, yang artinya gadis anggun nan cantik sebagai cahaya yang menerangi keluarga Harfi, terutama dalam keluarga kecil kita.” Rizal menyebutkan nama sekaligus artinya.
“Nama dan artinya bagus, Mas. Semoga nanti teh kelak dia memberi kebahagian dalam keluarga kita, ya Mas.” Anita mendoakan sang bayi.
“Amiin ….”
“Oh iya, kita panggil dia Naz ya.” Anita memberi usul.
“Iya." Rizal mengangguk sambil tersenyum.
**
Keesokan harinya, kedua orang tua Anita datang dari Bandung setelah diberitahukan bahwa ia telah melahirkan.
Awalnya mereka terkejut karena tahunya jika kandungan Anita baru menginjak usia delapan bulan. Mereka lebih terkejut lagi setelah mengetahui salah satu cucu mereka meninggal. Sehingga keduanya datang untuk menjenguk Anita sekalian nyekar ke makam putri kandung Anita yang sebenarnya.
Rizal pun meminta agar mertuanya tidak membahas soal bayi mereka yang meninggal di depan Anita, dengan alasan yang sama yang ia utarakan pada keluarganya. Mereka pun menuruti permintaan Rizal.
Tok tok tok …
“Nita, ini aku Rahmi,” serunya dari balik pintu.
“Masuk mbak Rahmi, gak dikunci kok,” ucapnya yang nampak kerepotan karena baby Naz terus menangis.
Rahmi pun masuk ke dalam kamar Anita.
“oek oek oek ….”
“Nita, bayi mu kenapa? dari luar kedengarannya nangis terus,”
“Ini mbak, sepertinya teh dia masih haus. Tapi ini teh ASI ku sedikit kayaknya, makanya dia rewel," ucapnya lalu kembali
“Cup cup sayang, udah atuh nak jangan nangis lagi … Bundanya mau makan dulu atuh ya, biar ASI nya banyak, cup cup cup,”
"Sebaiknya dikasih susu formula aja, Nita" Rahmi memberi saran.
"Saat di rumah sakit dikasih sufor, dia teh gak mau. Sedangkan ASI- ku sedikit, makanya sejak semalam dia rewel terus. Aku teh jadi bingung ini, Mbak." Anita semakin panik.
“Sini bayi mu biar ku gendong, kamu makan dulu gih ... siapa tahu setelah makan ASI- mu keluar lagi."
“Tapi Mbak, dia teh gak mau berhenti nangis, nanti mbak malah kerepotan kalau aku tinggal,”
“Ya ampun, Anita … aku ini ibu dari empat anak, tentunya sudah berpengalaman. Sini berikan bayi mu.” Rahmi mengulurkan kedua tangannya untuk menggendong si bayi.
Anita pun memberikannya secara hati- hati dan ia segera beranjak pergi agar tidak terlalu lama meninggalkan bayinya.
Kini baby Naz berada dalam gendongan Rahmi.
“Cup cup cup, sayang …” ucapnya sambil mengayun- ayunkan Naz dalam gendongannya. Namun ia tak mau berhenti menangis.
Rahmi yang merasa kewalahan dan tak tega melihat Naz terus menangis, akhirnya ia pun duduk di atas tempat tidur. Ia membuka kancing atas bajunya, kemudian mengeluarkan salah satu gundukan gunung kembarnya dari dalam bra.
ia menyodorkan put**ingnya pada mulut bayi yang masih menangis itu. Gayung pun bersambut, baby Naz segera menyedot ASI Rahmi yang merupakan tantenya itu dengan lahap. Tangisan pun terhenti seketika.
Rahmi mengusap lembut kepala sang bayi, ia menatap lekat wajah baby Naz. Ada sebuah getaran aneh dirasakannya yang membuatnya bingung sendiri.
"Kamu cantik sekali, nak," ucap ya tersenyum.
Setelah beberapa saat, Anita yang sudah selesai makan pun kembali ke kamarnya. Baru saja masuk, ia dikejutkan dengan pemandangan yang ada di depan matanya.
"Loh, kok Mba menyusui, Naz?" tanya Anita yang kemudian menghampiri kakak iparnya.
"Maaf Nita ... Mbak gak tega melihat bayi mu terus menangis. ASI ku melimpah sampai rembes ke baju, tapi ____"
"Tapi kenapa, Mbak?" tanyanya lalu duduk di atas tempat tidurnya tepat di sebelah Rahmi.
"Tapi bayiku gak mau minum ASI-ku ... Aku juga gak tau kenapa ... Mungkin karena saat di rumah sakit dia dikasih sufor saat aku masih di ruang ICU," jawabnya dengan raut wajah sedih.
"Ruang ICU? bukannya Mbak Rahmi teh melahirkan secara normal?" tanya Anita heran.
"Iya, soalnya pasca melahirkan aku mengalami pendarahan hebat sampai aku pingsan. Makanya aku gak langsung bisa menyusui bayiku, dan bahkan belum melihatnya saat dia baru lahir," ucapnya menjelaskan.
"Ya Allah, Mbak ... aku teh baru dengar. Untunglah sekarang Mbak baik- baik saja."
"Iya Alhamdulillah, aku bisa melewati masa kritis, makanya aku baru bisa bertemu bayiku keesokan harinya. Jadi selama itu dia diberi sufor, dan sampai sekarang dia gak mau minum ASI-ku."
"Ya ampun, Mbak ... itu teh pasti sakit kalo ASI banyak tapi gak bisa dikeluarkan,"
"Iya Nita, setelah pulang dari rumah sakit pun aku terus merasa meriang. Kemudian ASI-ku di pompa dan dimasukan kedalam dot, tapi tetap bayiku tak mau meminumnya. Akhirnya ASI-ku dibuang begitu saja ...Tapi lihat, bayi mu lahap sekali minum ASI-ku."
"Emangnya gak apa- apa gitu, Mbak menyusui Naz yang bukan anak Mbak Rahmi?" tanya Anita mulai cemas.
"Gak apa- apa Nita, bayi mu ini kan keponakan ku juga. Lagi pula suami kita kakak beradik, jadi anak- anak kita tidak ada yang boleh menjadi pasangan, atau menikah. "
"Oh iya, Mbak teh betul pisan," ucap Anita.
"Eh, siapa tadi nama bayi mu? Naz?" Rahmi baru menyadari, jika tadi ia mendengar Anita memanggil bayinya dengan sebutan Naz.
"Namanya Rheanazwa Eleanoor Harfi, Mbak ... Aku mah manggilnya Naz, biar singkat dan gampang, hehehe."
"Wah, nama yang cantik, secantik paras bayi mu," ucapnya memberi pujian sambil menatap wajah baby Naz yang tidur lelap, namun mulutnya masih asyik menyedot ASI.
Tiba-tiba muncul ide aneh di benak Rahmi. Pandangannya beralih pada Anita yag duduk di sebelahnya.
"Anita ... Emm, ASI ku kan sangat melimpah, tapi sayang setiap hari dipompa dan dibuang begitu saja. Emm, bolehkah aku jadi Ibu susu nya Naz?" tanyanya dengan hati- hati, karena takut menyinggung perasaan adik iparnya.
"Ibu susu?" tanya Anita dengan ekspresi terkejut.
------------- TBC -------------
***********************
Happy Reading... 😉
Jangan luva tinggalkan jejakmu....😉
Aylapyu all .....😘😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 26 Episodes
Comments
Murif Lestari
suka deh ceritanya
2021-07-09
0
Adhianna Thalita
hmmm ternyata aa arsen itu udah nyebelin sedari kecil ya....😃😃😃
tth othor i'm coming di ceritanya kachen niih...😄
aku ktinggalan baca ternyata da ada aja...
semangat up nya ya tth....💪😁😁
2021-07-07
0