Jus Kemang

Malam begitu gelap, sinar rembulan tertutup oleh awan hitam yang bersiap untuk menyemburkan butiran air dari atas langit. Hamparan bintang pun bersembunyi seolah takut menampakkan dirinya, hingga membuat malam terasa mencekam.

Raline kini hanya bisa menangisi apa yang telah menimpa dirinya. Ia benar- benar mengalami hal tragis yang dialami ibunya dimasa silam.

“Kenapa semua ini harus terjadi pada ku? Hukuman ini terlalu berat bagi ku, hiks hiks.” Raline tak hentinya menangisi nasibnya.

“Sudah, sayang … Mama akan memastikan Arsen mempertanggung jawab kan perbuatannya. Mama janji, sayang.” Rahmi mengusap- usap kepala putrinya untuk menenangkannya.

“Jika dia bilang tidak, maka ia akan tetap pada pendiriannya. Ma, hiks hiks." Raline sangat hafal sifat Arsen.

“Kenapa kamu baru cerita sekarang, sayang? Jika kami tahu lebih awal, kami akan segera bertindak.” Rahmi membayangkan betapa tersiksanya Raline memendam rahasia itu sendirian.

“Saat itu aku tidak ingin merusak hari bahagia Naz, hiks hiks . Setelah selama ini aku berbuat jahat padanya, tapi dia tak pernah membalasnya. Bahkan saat dia mengetahui identitas kami yang sebenarnya, dia malah merahasiakannya untuk melindungi ku, hiks hiks.”

“Raline ….” lirih Rahmi kalau memeluk putrinya.

“Ini semua balasan atas dosa- dosa ku, Ma … huhuhu.”

“Sudah … sudah sayang, jangan seperti ini terus … Kasihan bayi mu.”

Raline melepaskan diri dari pelukan Rahmi. “Ma … mungkin akan lebih baik jika aku menggugurkan anak ini." Raline meraba perutnya yang masih rata.

“Astagfirullah, jangan Raline. Anak itu tidak berdosa, kamu jangan menambah dosa dengan membunuhnya. Mama janji akan membuat Arsen bertanggung jawab sama kamu … Buang jauh- jauh pikiran seperti itu.” Rahmi menasehati putrinya agar tak membuat kebodohan lagi.

Rahmi kembali memeluk putrinya untuk menenangkannya. Rahmi terus menemani hingga Raline tertidur. Sepertinya hari ini terlalu melelahkan baginya.

Rahmi pun keluar dan bersamaan dengan itu ia bertemu dengan Naz yang hendak masuk.

“Raline sudah tidur, Naz.” Rahmi memberi tahukan.

“Oh gitu ya, Ma. Ini pasti sangat berat baginya.” Naz ikut bersedih.

“Iya."

“Mama makan dulu terus istirahat.”

“Mama gak selera, Naz.”

“Nanti Mama bisa sakit. Aku temani makan ya.”

“Kamu sendiri udah makan?”

“Udah tadi sama Aa juga Mas Hardi. Papa juga barusan udah makan dan minum obat.”

“Minum obat?” tanya Rahmi terkejut.

“Iya, Papa tadi pingsan terus udah diperiksa sama dokter dan diberi obat.”

Rahmi yang terkejut menampakan raut wajah sedih. “Kalau gitu, Mama ke kamar dulu.”

“Ma … tolong jangan bahas soal masalah Raline dan___ emm, dan soal masa lalu yang diungkit kak Arsen ... Tadi tekanan darah Papa tinggi, aku takut Pa ___”

“Iya, Naz … Mama ngerti kok. Kamu juga ke kamar mu gih, kasihan suami mu sudah menunggu.”

“Iya, tapi Mama makan ya.”

“Iya.” Rahmi mengangguk.

Naz dan Rahmi meninggalkan kamar Raline dan pergi ke kamar masing- masing untuk beristirahat. Rahmi pun langsung tidur tanpa makan dulu, karena ia benar- benar tak berselera.

**

Keesokan harinya, Rahmi mengajak bicara suaminya yang baru selesai melaksanakan shalat subuh. Ia duduk di atas tempat tidur.

“Bagaimana sekarang kondisimu, Mas?” Rahmi menanyakan kondisi suaminya.

“Sudah enakan, semalam sudah minum obat.” Syarief terlihat kaku.

“Aku tidak mau tahu, Mas harus membuat Arsen menikahi Raline bagaimana pun carany," ucapnya dengan penuh penekanan,namun tanpa menoleh pada suaminya.

“Iya, Mas juga akan melakukan hal itu.”

“Aku harap Mas tidak melakukan kesalahan apa pun lagi, karena aku tidak mau jika sampai anak- anakku yang harus menanggungnya.” Rahmi berdiri dan pergi begitu saja tanpa mendengar jawaban dari suaminya.

“Amy … Maaafkan aku,” lirihnya.

Syarief segera menghubungi Rizal dan memintanya datang untuk membicarakan permasalahan Raline dan Arsen tanpa sepengetahuan Anita.

Syarief tak memberitahukan soal pemerkosaan Raline, ia bersama Rahmi dan kedua anaknya sepakat untuk menutupi hal itu demi kebaikan bersama.

“Apa? Mas … jadi selama ini Raline dan Arsen diam- diam menjalin hubungan?” Rizal terkejut mendengar ha itu. Karena yang ia tahu, Arsen hanya mencintai Naz dan sangat terobsesi padanya.

“Iya, Zal … Semenjak Arsen di Bandung, ternyata mereka sering berkomunikasi di telpon. Bahkan mereka sering bertemu diam- diam jika Arsen datang ke Jakarta. Dan baru- baru ini mereka semakin dekat, sampai hubungan mereka sudah melewati batas hingga … hingga Raline hamil.” Syarief menjelaskan sesuai informasi yang ia peroleh dari Naz yang sering menjadi teman curhatnya Raline.

“Apa?” Rizal dan Dandy terkejut.

“Raline hamil, Om?” Dandy memastikan pendengarannya tidak salah.

“Iya Dandy ....”

“Sudah berapa bulan, Om?” Dandy kembali bertanya.

“Kami belum memeriksakannya ke dokter baru dari hasil tespack. Dan semalam saat Arsen datang kesini mengantarkan dress pesanan Amy, Raline mengatakan kalau Arsen yang sudah menghamilinya.”

“Jadi, itu sebabnya semalam Arsen plang dalam keadaan babak belur?” Rizal kini tahu alasan dibalik itu.

“Iya, Zal … Mas minta maaf, semalam sudah hilang kendali memukuli putra mu.” Syarief menampakan raut penyesalan.

“Astagfirullah, Arsen … kenapa dia bisa berbuat sampai sejauh ini.” Rizal menyesalkan perbuatan Arsen.

“Sebaiknya kita segera menikahkan mereka, Zal … sebelum perut Raline semakin membesar," ucap Syarief.

“Iya, Mas, Mbak Rahmi … Aku benar- benar minta maaf atas apa yang dilakukan oleh Arsen. Aku akan membicarakan hal ini dengan Anita.” Rizal merasa malu dengan perbuatan putranya.

“Kamu beritahukan Anita pelan- pelan … Jangan sampai ia terkena stroke lagi. Aku meminta Mas Syarief mencegah mu membawa Anita kesini.” Rahmi yang nampak tenang memberi saran.

“Iya, Mbak ….” Rizal menganggukinya.

“Oh ya Dandy. Om meminta bantuan mu untuk memeriksakan kandungan Raline. Tapi jangan sampai ada yang mengetahuinya.”

“Kalau begitu kita bawa Raline ke klinik tempat prektek ku saja. Kebetulan ini masih pagi dan bukanya juga baru nanti jam sembilan. Kita masih punya waktu satu setengah jam lagi."

“Yasudah kalau begitu … Amy, tolong beritahu Raline untuk bersiap.kita akan segera berangkat, mumpung baru jam tujuh pagi.”

“Iya Mas.” Rahmi pun bangkit dan beranjak pergi ke kamar Raline.

**

Raline ditemani kedua orang tuanya tengah berada di ruang periksa tempat Dandy praktek.

Dandy mengoleskan gel pada perut Raline dan mulai menempelkan alat USG pada perutnya. Dandy menggerak- gerakkan benda itu sembari menjelaskan yang terlihat di layar.

“Ini janinnya … usianya sudah tiga minggu dua hari,” ucap Dandy memperbesar gambar di layarnya.

Raline kembali menangis, karena mengetahui jika ia benar- benar hamil. Rahmi segera menenangkannya.

“Sudah sayang, jangan menagis lagi … kasihan janinmu nanti.” Rahmi berusaha menenangkan Raline.

Dandy yang melihatnya pun merasa iba pada Raline yang matanya terlihat bengkak. Ia yakin pasti Raline sudah menangis semalaman. Ia berpamitan keluar sebentar, dan setelah beberapa saat kembali dengan membawa kantong kresek di tangannya. Raline pun sudah berhenti menangis.

“Bagaimana Dandy?” Syarief menanyakan kondisi kandungan Raline.

“Janinnya sehat om, ini foto hasil USG nya dan ini ada vitamin serta obat penguat kandungan. Aku sudah menukis aturan minumnya. Dan yang ini diminum jika Raline merasakan mual muntah.” Dandy menjelaskan satu persatu benda yang diberikannya.

“Raline, emm ... Sebaiknya kamu menjaga kesehatan mu, banyak makan makanan yang bergizi seimbang dan taminnya harus rutin diminum, jangan lupa minum susu untuk ibu hamil juga.”

“Iya, Kak …” Raline mengangguk.

“Kamu juga jangan banyak pikiran, karena stres bisa mempengaruhi kesehatan janin. Kamu tak perlu khawatir, Arsen pasti akan bertanggung jawab.” Dandy meyakinkan Raline.

Raline hanya mengangguk dengan raut wajah sedih, karena ia tahu pasti dari kejadian semalam, jika Arsen tak mungkin akan menikahinya. Jika pun iya, itu hanya karena dipaksa oleh orang tua mereka, bukan karena kesadarannya sendiri, apalagi karena cinta.

Kini ia hanya bisa pasrah menerima nasibnya. Yang ia tahu kini ia harus menjaga janin dalam kandungannya. Karena seperti apa yang dikatakan Rahmi, bayi itu tak berdosa dan walau bagaimana pun itu tetap darah dagingnya.

**

Sementara di tempat lain, Rizal sudah menjelaskan secara perlahan pada Anita mengenai apa yang diutarakan oleh Syarief.

Tentunya Anita sangat terkejut dan terpukul mendengarnya. Rizal terus menenangkannya, dan mereka pun menemui Arsen di kamarnya.

“Bunda teh gak tahu lagi harus bagaimana lagi menghadapimu, Arsen. Masalah dengan Naz selesai, kini kamu teh malah membuat masalah baru. Bunda pikir teh kamu sudah benar- benar berubah. Tobat sambel kamu mah.” Bunda benar-benar murka.

Arsen yang duduk di tempat tidur tepat disebelah Anita hanya diam dengan menundukkan kepalanya.

“Kamu harus mempertangung jawabkan perbuatanmu," ucap Anita dengan tegas.

“Tapi Bunda, aku belum siap menikah." Arsen tetap menolak.

“Apa?" Anita terkejut lalu menatap tajam Arsen."Yang bener saja atuh kamu teh kalau ngomong!! Berani nidurin anak orang malah bilang belum siap menikah!”

“Lagi pila belum tentu itu anak ku.” Arsen berasumsi sendiri.

Bukk...

Anita memukul lengan bahu Arsen saking kesalnya. “Ngomong apa kamu baru san? Belum cukup bukti dari kemarin kamu mual muntah, hah?” Anita semakin murka.

“Nita jangan emosi, ingat kesehatan mu.” Rizal berusaha meredam.

“Cicing Ayah, anak ini teh harus disadarkan.” Anita tak menghiraukan suaminya.

“It itu kan karena aku masuk angin saja.” Arsen berdalih.

“Pantas saja semalam Mas Syarief sampai menghajar kamu, ternyata kamu nya tidak mau bertanggung jawab …. " Anita mendengus kesal.

"Saya teh salah apa Ya Allah ... Kenapa harus punya anak bandel seperti ini. Kenapa kemarin saat kena stroke gak sampai mati saja sekalian, daripada terus hidup menghadapi anak sperti ini.” Anita memukul mukul dadanya sendiri.

“Nita, sudah … kendalikan dirimu.” Rizal terus menenangkannya.

“Bunda teh gak mau tahu ... Pokoknya teh kamu harus secepatnya menikahinya, sebelum Opa mengetahui semua ini. Bunda teh gak mau kalau sampai kamu menyebabkan sesuatu terjadi pada Opa, maka semua orang akan menyalahkan mu. Bunda teh gak akan sanggup, hiks hiks," ucap Anita terisak.

“Bunda ….” lirih Arsen.

Anita tak kuasa membendung air matanya. Ia menangis dengan mengusap- usap dadanya yang terasa sesak. Ia lalu bangkit hendak meninggalkan kamar Arsen.

Brukkk …

Baru saja berjalan tiga langkah, Anita jatuh pingsan.

“Bunda ….” teriak Arsen dan Rizal serentak.

Keduanya segera menghampiri Anita yang tergeletak di lantai dan menangkatnya lalu membaringkannya di atas tempat tidur. Rizal segera memeriksa keadaan Anita dan menyuruh Arsen untuk mengambilkan stetoskop serta alat tensi di kamar Rizal.

“Ayok kita keluar, biarkan bunda mu beristirahat.” Ajak Rizal yang menampakkan raut wajah sedih.

“Bunda gimana. Yah?” Arsen menanyakan kondisi Anita.

“Tensi darahnya nya tinggi," ucap Rizal lesu.

Arsen terkejut mendengarnya. “Apa itu berbahaya, Yah?”

Rizal menghela nafas berat. “Jika tensi nya terus naik akan berpotensi terkena serangan stroke lagi.”

“Apa?” Arsen kembali terkejut.

“Jangan membuatnya sedih atau marah lagi … Dalam ilmu kedokteran, jika terkena stroke untuk yang kedua kalinya, akan sulit untuk disembuhkan.” Rizal menghela nafas berat dengan menampakan raut wajah sedih.

“Ayah mohon, tolong kamu jangan membuat masalah lagi. Ayah tidak akan sangup jika harus kehilangan bunda mu. Saat bunda mu terkena stroke dulu, hati ayah sangat hancur melihatnya menderita seperti itu.”

Rizal pergi meninggalkan Arsen begitu saja. Ia berjalan menuju ke arah dapur dan meminta Mbak Iyem menyiapkan makan untuk Anita agar ia bisa meminum obat.

Arsen diam termenung memikirkan perkataan ayahnya. Di satu sisi sangat menyayangi Anita, dan tak mau jka sampai terjadi sesuatu yang buruk pada bundanya. Namun di sisi lain ia juga tak mau menikahi Raline yang sama sekali tidak dicintainya.

Arsen masuk ke dalam kamarnya, ia duduk di sisi tempat tidur. ia menatap sendu wajah wanita yang terbaring lemah itu. Hatinya merasa teriris dan ia sangat takut jika Anita mengalami stroke lagi.

"Maafkan aku bunda...." lirihnya sedih.

Arsen bangkit, ia lalu mengambil pakaian dari dalam lemari dan membawanya keluar.

Arsen berganti pakaian di kamar tamu. Tak lama ia pun keluar dengan pakaian rapi.

“Mau kemana Arsen?” tanya Rizal yang hendak masuk ke kamar Arsen.

“Aku ada urusan sebentar, Yah.”

“Arsen … Ayah harap kamu tidak akan membuat masalah lagi.” Rizal seolah memperingatkan.

Arsen tak menjawab ucapan Rizal. Ia malah pergi begitu saja dengan kunci mobil di tangannya.

**

“Agus, saya minta rekaman CCTV di lorong lantai 22 tanggal 3 juni. Antarkan ke ruanganku sekarang juga," ucapnya pada pegawainya.

“Maaf, Pak … rekaman itu sudah diambil setengah jam yang lalu.” ucapnya dengan takut.

“Apa? Bagaimana bisa kamu memberikan rekaman CCTV hotel ini tanpa sepengetahuan ku?” Arsen yang terkejut nampak marah.

“Maaf Pak, tapi tadi yang mengambilnya Pak Razan. Rekaman asli dan copy-annya juga.”

“Apa? Siapa tadi kamu bilang?” Arsen kembali terkejut.

“Pak Razan Syarief Harfi, Pak.” Agus menyebutkan nama lengkap orang itu.

“Om Syarief? Arrgh, sial ….” Arsen mengusap kasar kepalanya. AArsen teringat sesuatu yang ingin ia tanyakan pada pegawainya. “Apa kamu tahu siapa yang menjemput ku ke club malam saat saya mabuk waktu itu?”

“Kapan Pak?” tanya Agus.

“Saat malam sebelum pernikahan adik saya, Rheanazwa tanggal 3 juni lalu.” Arsen menyebutkan detail tanggal.

Agus nampak mengingat- ingat. “Oh, itu saya sendiri Pak bersama salah satu pegawai disni juga.”

“Kalian mengantarkan saya kemana?” Arsen kembali bertanya.

“Kami tadinya mau mengantar bapak ke kamar bapak yang di lantai 24, tapi bapak minta diantar ke lantai 22 sampai mencekik teman saya. Dan kami mengantarkan bapak tepat ke depan pintu kamar 224, Pak.” Agus menceritakan kronologinya.

Arsen kembali mengusap kasar kepalanya. “Jadi memang benar, saat itu aku masuk ke kamar Naz dan disana malah ada Raline. Sial … kenapa aku sampai tudak ingat kejadian malam itu … Mana rekaman CCTVnya sudah diambil om Syarief lagi.”

Arsen masuk ke ruangkerjanya. Ia terus mondar- mandir memikirkan apa yang harus ia lakukan.

“Hoek … bau apa ini? Hoek …” Arsen merasakan mual, ia segera ke kamar mandi yang ada di ruangannya.

“Hoek … hoek …”

Ia keluar dari kamar mandi dengan sempoyongan setelah memuntahkan isi perutnya. Kepalanya terasa pusing berkunang- kunang, hingga ia berbaring di sofa. Ia menelpon pegawainya untuk segera datang ke ruangannya.

“Agus, siapa yang menyuruhmu memasang pengharum ruangan itu?” tanyanya membentak dengan menunjuk ke arah pengharum ruangan yang terpasang di dinding.

“Bapak sendiri kan yang minta," ucap Agus.

“Singkirkan sekarang juga!! Aku tidak tahan dengan baunya.”

“Loh, bukannya ini aroma teraphy kesukaan Bapak?" Agus merasa heran.

“Aku bilang singkirkan ya singkirkan!! Itu bau sekali, hoek …” Arsen kembali ke kamar mandi.

Agus pun segera mematikan pengharum ruangan tersebut dan mengambil refil nya dari dalam alat pengharum otomatis semprot yang di tempelkan di dinding itu.

“Bapak terlihat pucat, apa Bapak sakit? Biar saya panggikan dokter.” Agus nampak mengkhawatirkan bos nya itu.

“Tidak usah, belikan aku jus langka.” Arsen asal pesan.

“Apa? Jus nangka? Maksudnya jus nangka manalika alias sirsak.” Agus nampak salah dengar.

“Aku bilang jus langka!!" bentak Arsen.

“Jus buah apa itu?” Agus kembali bertanya.

“Jus buah kemang.”

“Hah? Beli nya diman Pak? di daerah Kemang?” Agus semakin bingung.

“Aku tidak mau tahu, belikan aku jus kemang! Nih uangnya.” Arsen memberikan uang dua lembar pecahan seratus ribuan.

Agus malah berdiri mematung sembari berpikir keras.

“Tunggu apalagi! Cepat sana pergi!” bentak Arsen.

“Iy iya, Pak ….” Agus pun segera pergi untuk melaksanakan titah atasannya. Ia berjalan dengan langkah gontai sambil memikirkan kemana ia harus mencari jus kemang yang diinginkan oleh Arsen.

------------- TBC ------------

********************

Happy Reading....

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!