"Tuh, Nanaz menikah sama dia saja!” Raline menunjuk pada salah satu anak lelaki yang sedang bermain bola dengan menggunakan balon warna- warni mainan, bersama kakak dan sepupunya di rerumputan dekat kolam air mancur.
Naz melihat ke arah orang yang ditunjuk Ralin.
“Siapa itu?” tanya Naz merasa asing.
“Itu anak temannya Papa, dia juga temannya Mas Hardi waktu kabur dari pesantren.”
“Jadi dia anak nakal seperti Mas Hardi yang suka rusakin mainan kita?” Naz kembali bertanya.
“Emm, enggak tahu … Tapi tapi katanya dia suka naik motor.”
“Dia tukang ojek?” tanya Naz dengan polosnya.
“Bukan ih, kan masih sekolah. Tukang ojek kan sudah mang- mang. Dia suka naik motor kebut- kebutan seperti yang suka ditonton Papa di TV acara sikruit.”
“Sikruit?” Naz merasa heran.
”Iya, banyak yang naik motor keliling- keliling buat jadi juara.”
“Itu balapan motor bukan sikruit.”
“Iya itu pokoknya.”
“Jadi temannya Mas Hardi suka balapan motor gitu?”
“Iya.” Raline mengangguk.
“Kenapa aku harus menikah dengannya?” tanya Naz bingung.
“Kan aku menikah sama KaChen, kamu sama dia, hahaha”
“Siapa yang mau menikah?” tanya seseorang yang baru saja datang menghampiri mereka.
Raline menempelkan jari telunjuk pada bibirnya. “Sssssstttt … jangan bilang- bilang.” Bisik nya pada Naz yang duduk di sebelahnya. Sementara orang itu mengambil kursi dan duduk berhadapan dengan mereka.
“Kalian itu masih kecil- kecil juga sudah bahas menikah.“
“Enggak ko Papa, kan yang menikah onty Citra.” Raline ngeles.
“Memangnya menikah itu apa, Papa?” tanya Naz.
“Em, menikah itu ikatan suci yang menyatukan sepasang laki- laki dan perempuan yang saling mencintai untuk hidup bersama dan berumah tangga.”
“Hah?” Naz belum paham.
“Sudahlah, kalian ini masih kecil, nanti kalau sudah besar, sudah lulus sekolah, sudah lulus kuliah, barulah akan tahu menikah itu apa … Di masa sekarang tugas kalian hanya belajar dengan rajin, dan bermain dengan teman- teman.”
“Iya, Papa ….” ucap keduanya.
“Ayok kita masuk lagi ke dalam, soalnya kita mau pamitan untuk pulang.”
Naz dan Raline pun turun dari kursi plastik yang mereka duduki. Syarief menuntun Raline dengan tangan kirinya, sedangkan tangan kanannya menuntun Naz.
Mereka bertiga pun beranjak untuk masuk lagi ke dalam gedung tempat acara berlangsung. Mbak Tati mengikuti dari belakang.
Saat berjalan, Naz melihat ke arah samping dengan pandangan tertuju pada anak lelaki yang tadi ditunjuk oleh Raline yang sedang bersama Hardi dan Dandy. Senyuman manis terukir di bibirnya, kala ia melihat tawa lepas dari anak lelaki itu. Namun saat anak itu mengarahkan pandangannya pada Naz, spontan Naz memalingkan wajahnya dan melihat ke depan.
Gedukk …
Wajah Naz tepat mengenai dinding sebelah pintu.
“Huaaaaaaaaaa ….” Naz langsung menangis karena hidung dan bibirnya terasa sakit.
“Ya ampun, sayang … kamu kok jalan gak lihat- lihat.”
Syarief segera menggendong Naz yang menangis kencang dan membawa Naz keluar mencari tukang mainan untuk membujuknya agar berhenti menangis. Sementara Raline masuk bersama Mbak Tati.
Tangisan Naz reda setelah Syarief membelikannya pistol air mainan dan satu botol air mineral. Ia mengisi pistol tersebut dengan air dari botol, kemudian memberikannya pada Naz.
“Papa, sakit ….” Naz menyentuh bibirnya yang ternyata membengkak efek mencium tembok.
“Iya, gak apa- apa … Nanaz kan anak yang kuat dan hebat. Nanti dirumah dikompres pakai es batu ya.”
“Pakai es krim aja ….” tawar Naz.
“Hahaha, bisa aja kamu modusnya. Bilang aja pengen jajan es krim.” Syarief malah mengejek Naz. "Kalau begitu kita pamit dulu ke Kakek Yusuf, nanti di jalan pulang kita beli es krim ya,” ucapnya dan Naz pun mengangguk.
Syarief bersama keluarganya berpamitan pada ibu dan bapak hajat, kemudian mereka pun pulang. Naz yang ikut di mobil Syarief, diajak main ke mall sekalian membeli es krim dan Rahmi pun membelikannya vitamin sesuai janjinya.
**
Naz dan Raline yang kini sudah duduk di kelas 4 SD tumbuh menjadi anak yang periang dan manja, karena mereka dimanjakan oleh semua orang. Selain oleh orang tua dan Opa nya, Om dan tantenya yang tak kunjung memiliki anak perempuan pun turut memanjakan mereka berdua.
Naz yang selalu mengkonsumsi vitamin membuatnya banyak makan, sehingga tubuhnya gendut bulat seperti doraemon bengkak. Bahkan kakak- kakaknya sering memanggil dia dengan sebutan si bolo- bolo, karena ia mirip artis cilik gendut yang suka menyanyikan lagu ‘mama bolo bolo, papa bolo bolo '
Raline yang ternyata benar- benar menyukai Arsen, selalu marah dan sedih hingga menangis jika ada anak perempuan yang mendekati Arsen. Dan itu membuat Naz yang menjadi anak super jahil sering mengerjai anak perempuan itu.
Kadang Naz melempari mereka dengan beberapa ular atau katak mainan, menyemprotkan air dari selang untuk menyiram tanaman, menyimpan ember diatas pintu sehingga saat mereka masuk akan tersiram oleh air, dan banyak lagi ulah jahilnya.
Arsen mengira jika Naz dan Raline kesal karena ia jarang main bersama kedua adiknya itu. Ia yang kini duduk di kelas 2 SMP menjadi anak yang rajin belajar dan tak pernah membuat masalah lagi di sekolahnya semenjak kejadian ia dikurung di gudang membuatnya kapok.
Dan karena kejadian itu membuat Rizal menerima kemarahan Anita hingga ia mendapat hukuman tidur diluar kamar selama dua minggu. Bukan hanya itu, ia pun tidak diajak bicara oleh istrinya serta kehilangan jatah selama itu. Sehingga Rizal tak pernah menghukum Arsen atau anak- anaknya yang lain dengan mengurungnya di gudang lagi. Paling hanya memberi hukuman membersihkan rumah selama seminggu atau mencuci pakaian seluruh penghuni rumah selama satu minggu.
Namun Arsen memiliki pengecualian, jika ada yang mengganggu kedua adik perempuan tersayangnya, ia akan memarahi atau menakut- nakuti ataupun hanya memelototi anak itu. Baik itu anak perempuan atau laki- laki, baik sebaya Naz atau pun seumuran dengannya.
“Aaaaaak, tolong …. Ada tikus dan kecoa …” teriak dua orang anak perempuan berlarian keluar dari rumah Anita dengan ketakutan.
“Hahahahahaha … rasakan kalian, jangan berani dekati kakak ku lagi …” Naz tertawa jahat sembari bekecak pinggang di depan pintu seolah puas sudah mengerjai mereka.
“Aduh aduh aduh, sakit kakak …” Naz meringis kesakitan karena Arsen menjewer kupingnya dan menyeretnya masuk ke dalam. “Kakak ampun, sakit … aduh sakit. Bunda tolong ….”
“Adek, jangan berisik dong, kakak lagi ngerjain tugas nih!” Dandy yang duduk di ruang tamu langsung sewot.
“Ini nih, Kak Arsen menjewer kuping aku.” Naz mengadu.
“Abisnya kamu nakal banget suka ngerjain teman- teman kakak.”
“Aku gak suka mereka deketin kakak!”
“Mereka itu teman sekelompok kakak, dan datang kesini mau mengerjakan tugas.”
“Kalian bisa diam gak sih!?” Dandy kembali marah pada kedua adiknya yang malah adu mulut disana.
“Pokoknya aku gak suka mereka deketin kakak!" ucap Naz tegas.
“Memangnya kenapa?” tanya Arsen heran.
“Kakak gak boleh sama perempuan lain, karena aku akan membawa pengantin wanita untuk kakak."
“Haduh kalau gini tugas kakak gak jadi- jadi."
Naz dan Dandy bicara bersaman, hal itu membuat Arsen terdiam mematung menatap Naz dengan penuh tanda tanya karena terkejut mendengar perkataannya.
Sedangkan Dandy tak hentinya mengomel seperti emak- emak yang kekurangan jatah uang belanja karena kedua adiknya mengganggu pengerjaan tugasnya.
Naz yang merasa kesal pada kedua kakaknya, akhirnya pergi ke rumah Raline yang berada di sebelah. Sepanjang jalan ia terus menggerutu ngatain kedua kakaknya yang menyebalkan.
**
Pagi ini seperti biasa, Naz dan Raline berangkat ke sekolah diantarkan oleh Rahmi. Ia mencium kedua putrinya secara bergantian dan mereka pun melangkah memasuki pintu gerbang sekolah setelah mencium tangan Rahmi. Ia pun kembali masuk ke dalam mobil dan melajukannya menuju arah pulang.
“Ibu, nanti setelah aku masuk jangan pulang.” ucap Elsa.
“Iya, Elsa sayang … Ibu akan menemani kamu masuk dan menunggu mu. Ini kan hari pertama kamu masuk setelah pindah sekolah.”
Ia pun menuntun putrinya memasuki pintu gerbang sekolah dasar itu. Ia mengantarkan putrinya masuk ke dalam kelas. Setelah bel berbunyi, ia pun pergi dan hendak menungu di kantin sekolah.
Brukk …
“Ma maaf tante, bajunya jadi basah …” ucapnya menundukkan kepala karena merasa bersalah tanpa sengaja telah menumpahkan minumannya pada baju wanita itu.
“Gak apa- apa … lain kali jalannya hati- hati ya,” ucapnya sembari mengusap kasar bajunya yang basah.
“Iya tante, Pe permisi tante ….” Anak itu menatap sekilas pada wanita itu, lalu pergi dengan terburu- buru. Sang wanita pun melanjutkan langkahnya menuju kantin sekolah.
**
Keesokan harinya, tak biasanya Naz dan Raline diantarkan ke sekolah oleh Syarief. Karena kebetulan hari itu hari sabtu dan ia sedang libur kerja. Sehingga ia menggantikan tugas sang istri yang berhalangan karena mengikuti rapat orang tua murid di SMA bersama Anita.
Syarief tak hanya mengantarkan kedua putrinya sampai depan pintu gerbang, namun ia mengantarkan mereka hingga depan pintu kelasnya. Ia mencium kedua putrinya secara bergantian, kemudian beranjak pergi.
Tanpa ia sadari ada sepasang mata yang memperhatikanya secara diam- diam.
“Syarief ….” gumamnya dengan raut wajah terkejut. “Jadi, anaknya bersekolah di sini, jangan- jangan ___ “ ia tak sanggup melanjutkan perkataannya dan membekap mulutnya sendiri. Ia bersemunyi di balik pintu kelas putrinya.
“Jadi … anak yang kemarin bertubrukan dengan ku adalah putriku. Ternyata putriku masih hidup …” gumamnya dalam hati, hingga tak terasa air mata pun jatuh membasahi pipinya.
“Ibu ….” Elsa memegang tangannya dari arah belakang. Wanita itu terkesiap, ia segera menghapus air matanya dan membalikan tubuhnya.
“Iya, Elsa … kenapa?”
“Ibu kenapa masuk lagi?”
“Eh, iya ibu lupa. Ibu pergi dulu ya, kamu belajar yang rajin dan perhatikan saat Bu Guru sedang menerangkan, ya.”
“Iya.” Elsa pun mengangguk.
Ia pun keluar dari kelas Elsa yang merupakan ruangan kelas satu. Ia berjalan menuju ke arah kantin yang melewati teras kelas empat.
Langkahnya terhenti saat ia melihat kedua anak perempun tadi yang diantar oleh Syarief tengah ngobrol sembari tertawa. Saat salah satu dari anak itu pergi, ia pun mengikutinya dan ternyata anak itu pergi ke kantin.
Ia mempercepat langkahnya agar dekat dengan anak itu. saat anak itu tengan memilih makanan, ia berdiri di sebelahnya dengan terus memandangi anak itu.
Naz menoleh padanya. "Tante yang kemarin, kan?”
“Iya … nama kamu siapa?” tanyanya.
“Rheanazwa, tapi panggil aja Naz atau Nanaz.”
“Nama yang cantik ….” Ucapnya tersenyum. “Kamu anaknya Pak Syarief?”
“Kok Tante kenal sama Papa Syarief?”
“Saya Mira, dulu pernah bekerja di kantor Pak Syarief.”
“Oh, teman Papa ya …”
“Iya ... jadi kamu benar anak Pak Syarief?”
“Bukan … Aku anaknya Ayah Rizal dan Bunda Anita. Papa Syarief itu om aku, tapi aku suka memanggilnya Papa dan Mama Rahmi.” Naz menjelaskan.
“Apa?” Mira sangat terkejut mendengar nama- nama yang disebutkan Naz.
“Rizal, maksudnya Dokter Rizal spesialis bedah?”
“Iya … aku anaknya. Ayah Rizal kan adiknya Papa Syarief. Kalau anak Papa Syarief itu Raline. Tapi Papa- Mama juga sayang sama aku.”
“Raline?”
“Iya, Raline … Tante aku permisi dulu ya. Mama bilang aku gak boleh jauh- jauh dari Olin dan harus menjaganya, karena jantungnya Olin sakit. Dadah tante.” Naz kemudian pergi setelah membeli beberapa makanan dan minuman untuknya dan Raline.
Mira begitu shock mendengar perkataan Naz. Ia membekap mulutnya lalu mencari tempat duduk karena tubuhnya serasa bergetar.
“Ya Allah, jadi aku memberikan anaknya Syarief pada adiknya sendiri, bahkan dia sangat dekat dengan anaknya… Jadi dugaan temanku benar, jika bayiku menderita penyakit jantung bawaan dan sekarang dia masih hidup … Maafkan ibu nak, maafkan ibu. Mungkin jika kamu bersama ibu, kamu tak akan bisa bertahan sampai sekarang.” Mira berdialog dalam hati sembari menangis.
Semenjak hari itu, setiap mengantarkan anaknya sekolah, ia selalu memperhatikan Raline secara diam- diam. Dan benar saja, ia pernah beberapa kali melihat Anita mengantarkan Naz dan Raline ke sekolah.
**
Suatu malam, Mira bersama suami dan anaknya pergi makan malam di sebuah restoran. Dan saat ia kembali dari toilet, tanpa sengaja ia melihat ada keluarga Harfi yang tengah makan malam di ruang privat yang terhalang oleh dinding kaca.
Saat ia melihat Syarief memeluk Naz dan menciumi wajahnya, ia merasa tidak rela jika Syarief yang sudah begitu jahat padanya, merasakan kebahagiaan dengan putri kandungnya.
Entah apa yang merasukinya, ia masuk dan menghampiri keluarga yang tengah berbahagia itu.
“Selamat malam Bapak Syarief yang terhormat.” Ucapnya menayapa, Syarief sangat terkejut melihat keberadaan Mira.
“Kau?”
“Iya, ini aku. Kenapa melihatku seperti melihat hantu?” Mira tersenyum seolah mengejek.
“Mira …” Rizal dan Anita pun sama terkejutnya.
Mira bernafas lega. “Aku senang, ternyata kamu menyayangi putri kandung mu."
“Apa maksud mu?” tanya Syarief mulai geram.
“Kalian semua harus tahu, bahwa aku dan Syarief pernah tidur bersama, hingga aku melahirkan seorang anak." Mira membeberkan.
“Apa …?” semua orang terkejut bertanya serentak.
“Syarief, Rizal … lelucon macam apa ini?” tanya Pak Harfi geram.
Rizal terlihat ketakutan, sementara Syarief nampak begitu marah dengan kelakuan Mira.
“Kau tidak usah mengarang cerita, dasar wanita murahan!!” Syarief malah memaki Mira.
“Kalau aku murahan, lalu sebutan apa yang pantas untuk mu yang sudah memperkosa ku dalam keadaan mabuk, tapi kau tidak mau bertanggung jawab. Sampai kau menyeret ku ke rumah sakit utuk menggugurkan kandunganku … Heh, tapi sayang, aku berhasil kabur dan bisa melahirkan bayiku.” Mira tersenyum sinis.
“Diam kau, jal*ng!!” bentak Syarief sambil menunjuk wajah Mira.
Mira merasa geram mendengar hinaan Syarief, tiba-tiba terlintas dipikirannya begitu saja. Ia menunjuk ke arah Naz.
"Dan anak itu adalah anaknya Syarief yang ku berikan pada Dokter Rizal sepuluh tahun yang lalu.”
"Apa??" semua orang kembali terkejut dan melihat ke arah Naz.
“Ratih, bawa anak- anak keluar.” ucap Oma yang melihat keadaan semakin memanas, dan Ratih pun bersama Mbak Tati membawa Naz, Raline, dan anak- anak lainnya keluar dari ruangan itu.
Mereka dibawa ke parkiran di depan restoran tersebut, dan masuk ke dalam mobil yang kemudian diantarkan pulang. Kecuali Naz dan Raline yang ingin tetap disana menungu orang tuanya yang sedang terlibat pembicaraan di dalam sana.
Kejadian malam itu mampu menghancurkan keluarga Harfi dan memecah belah antara Pak Harfi dengan kedua putranya, Rizal dan Syarief.
Rizal lebih memilih tidak diakui sebagai anak, daripada harus kehilangan Naz, putri yang sangat disayanginya.
Sementara Syarief tidak mau mengakuinya walaupun sudah dilakukan tes DNA dan hasilnya 99.9% cocok.
Semenjak itu, Naz kehilangan kasih sayang Opa, Papa dan Mama nya. Naz diajauhi keluarganya juga selalu dibully oleh Raline dan teman- temannya di sekolah.
Hanya Andes, Kiara dan Ruby para sahabatnya lah yang selalu setia menemani Naz di sekolah, bahkan bermain di rumahnya. Ia pun menjadi semakin dekat lagi dengan Arsen.
Raline yang dulunya sangat dekat, kini menjadi musuh bebuyutan Naz, karena kebenciannya yang mendalam.Menurutnya Naz yang menyebabkan orangtua nya hampir bercerai gara- gara kehadiran ibu kandung Naz dan juga Naz.
Rahmi yang sempat minta cerai dan pergi dari rumah karena tak menerima penghianatan suaminya, kini bersedia rujuk demi Raline yang mengancam tidak mau berobat dan akan bunuh diri jika orang tuanya bercerai. Namun ia memberi syarat untuk pindah rumah, karena ia tak ingin melihat Naz yang merupakan hasil perselingkuhan suaminya dengan wanita lain.
“Mama jangan pergi … Mama jangan pergi …” Naz memeluk Rahmi yang baru saja keluar dari pintu rumahnya.
“Lepaskan, jangan panggil saya Mama karena saya bukan Mama kamu!” Rahmi melepaskan pelukan Naz dengan kasar hingga membuatnya jatuh. Namun Naz bangkit lagi dan ia memeluk kaki Rahmi.
“Mama jangan pergi, aku sayang mama, huaaaaaa.”
“Lepaskan …!” Rahmi kembali mendorong Naz, walau tak bisa dipungkiri hatinya pun terasa sakit melakukan hal itu.
Arsen yang melihat hal itu segera menghampiri Naz dan memeluk adiknya yang terus menangis. Sementara orang tuanya tidak ada karena sedang ke Jogja mengurus pendaftaran Dandy yang akan kuliah disana.
“Sudah dek, ada kakak disini. Kakak akan selalu ada buat kamu.”
**
Semakin hari, Arsen semakin dekat dengan Naz. Kasih sayangnya pada seorang adik berubah menjadi perasaan cinta. Ia pun tak mau membuang perasaan itu, karena ia tahu jika Naz bukanlah adik kandungnya.
Dan perkataan Naz terus selalu terngiang di benaknya.
“Kakak gak boleh sama perempuan lain, karena aku yang akan menjadi pengantin wanita untuk kakak.”
Anita menyadari keanehan Arsen, dan tanpa sengaja ia mendengar jika Arsen berniat menikah dengan Naz jika ia sudah besar nanti. Ia yang baru saja kehilangan Abahnya langsung meminta tolong pada Mimihnya untuk meminta Arsen agar tinggal di Bandung menemaninya.
Awalnya Arsen menolak, namun Mimih terus menangis dan akhirnya dengan terpaksa ia bersedia. Naz kembali bersedih, karena orang- orang terdekatnya kini menjauh darinya.
Suatu hari Arsen mengetahui jika itu adalah rencana Bundanya untuk memisahkan Naz dan dirinya. Ia sangat marah dan minta untuk pindah sekolah lagi ke Jakarta. Namun Anita mengancam akan menjodohkan Naz dengan anak sahabatnya jika Arsen memaks pulang.
Akhirnya Arsen bersedia tetap di Bandung dengan syarat bundanya akan menjaga Naz dan tidak kaan mengizinkannya dekat dengan lelaki mana pun. Dan ia akan kembali setelah selesai kuliah nanti. Anita pun bersedia dengan berbagai syarat, termasuk jangan pernah kembali ke Jakarta kecuali lebaran dan libur sekolah, dan ia boleh menghubungi Naz hanya sebulan sekali.
Arsen yang tidak percaya pada bundanya mengatur rencana dengan memanfaatkan Raline untuk membuat Naz menderita, sehingga Naz akan memohon pada orang tuanya agar meminta Arsen pulang untuk menjaganya, karena kedua kakaknya yang lain tidak ada disana.
Namun usahanya untuk kembali ke Jakarta gagal, karena Naz memiliki tiga sahabat yang selalu ada untuknya. Terpaksa ia harus bersabar hingga ia lulus kuliah nanti, yang bahkan sekarang saja ia baru masuk SMA.
**
Enam tahun telah berlalu, Arsen yang berada jauh dari Naz, tapi masih bisa mengawasinya. Namun akhir-akhir ini ia semakin sulit menghubungi Naz. Hal itu membuatnya marah dan tak jarang ia melampiasaknnya pada minuman, walaupun tidak sampai mabuk berat. Setidaknya masih bisa merasakan sakit saat kupingnya dijewer oleh Mimihnya.
Blukk … blukk …
“Aduh Mimih, kenapa aku dipukul pakai bantal. Kepala ku masih pusing inih.” Arsen yang masih memejamkan mata memprotes perbuatan mimih-nya.
“Bangun Arsen … !! geura Eling, geura sholat subuh, geura solat tobat …” bentaknya.
“Mimih ini masih gelap, jangan ceramah dulu deh,” ucapnya yang belum mau bangun.
“Astagfirullahaladziim, Ya Allah. Meuni tengteuingeun kieu, boga incu teh ngan kana mabok wae ari aya masalah teh … Geura waiyuh cabut wae nyawa abdi Gusti, geura cabut nyawa abdi …” Mimih memukul dadanya denggan telapak tangannya sendiri.
“Astagfirullahaladziim, Ya Allah. Rasanya terlalu, punya cucu kerjanya mabuk- mabukan jika sedang ada masalah. Semoga cepat dicabut saja nyawaku Gusti, segeralah cabut nyawaku …”
Arsen membuka matanya dan langsung bangun. Ia duduk sembari memegang kepalanya yang masih terasa pusing.
“Mimih ulah nyarios kitu atuh, abi nalangsa ngadanguna,” ucapnya yang masih terlihat teler.
“Mimih jangan bicara seperti itu, aku sedih mendengarnya.”
“Halah bohong teuing, nalangsa ti endi. Jung telepon Rizal sina kadieu, meh mimih disuntik mati sakalian. Kieu carana mah mening keneh nyusul si abah. Puguh- puguh di kuburan mah moal pangih jeng tukang mabok. Da pastina ge malaikat mah tara mabok.” Mimih mendengus kesal lalu beranjak pergi.
“Halah bohong banget, sedih darimana. Sana telepon Rizal suruh kesini, biar mimih disuntik mati. Kalau begini caranya mending nyusul si abah. Tentunya di kuburan tidak kan bertemu dengan tukang mabuk. Pastinya malaikat tak pernah mabuk.
Arsen yang masih belum terkumpul kesadarannya tak menjawab ucapan mimih-nya. Ia sepertinya malas berdebat karena kepalanya masih terasa pusing. Namun ia memaksakan diri untuk bangkit dari tempat tidurnya.
Gedebruk …
Arsen terjatuh dari tempat tidurnya.
“Hahaha … puas, rasakeun tah!!” Mimih bukannya menolongnya malah menertawakan Arsen dan malah pergi begitu saja.
“Ya ampun, dasar nenek durhaka ….” ucap Arsen dengan nada santai. Bukannya bangun ia malah berbaring di lantai untuk melanjutkan kembali tidurnya.
---------- TBC -----------
***********************
hAppy Reading ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 26 Episodes
Comments
Adhianna Thalita
lanjut tth..
udah makin menarik ceritanya....😀😀😀
2021-07-19
0
Murif Lestari
lanjut teteh....
2021-07-16
0