Arsen yang sudah beberapa kali muntah- muntah, akhirnya terkapar lemas di atas sofa. Ia teringat dengan perkataan Anita yang mengatakan jika ia terkena sindrom kehamilan simpatik. Namun hatinya terus menolak mengakui jika ia telah menghamili Raline.
Arsen terus mengingat- ingat kejadian malam itu, namun ingatannya hanya sampai ia menghabiskan beberapa gelas minuman di klub malam. Dan saat ia terbangun berada di kamar hotel yang di tempati oleh Hardi.
“Argh sial … tidak mungkin malam itu aku meniduri Raline. Dia pasti berbohong dan menjebak ku agar menikahinya. Dasar licik kau Raline!!”
Ting ting …
Ponsel Arsen berbunyi yang menandakan ia mendapatkan pesan. Ia pun mengambil ponselnya dan membuka pesan tersebut.
Om Syarief
2 Pesan video
“Apa ini cukup untuk membuktikan perbuatan mu pada Raline?”
“Om rasa kamu tak mengharapkan video ini jatuh ke tangan Opa apalagi orang tua mu”
“Om sudah berbaik hati tidak menceritakan kejadian yang sebenarnya pada orang tua mu”
“Om harap kamu paham.”
Betapa terkejutnya saat ia membuka pesan tersebut dan saat diputar ternyata adalah sebuah video rekaman yang sebelumnya diminta dari pegawainya.
Di dalam video itu seorang lelaki yang pakaiannya sangat ia kenali berjalan sempoyongan diantarkan oleh dua orang sampai di depan pintu salah satu kamar. Ada seorang wanita yang membukakan pintu kamar dan pria itu menyelonong masuk.
Sedangkan video yang satu lagi menunjukkan pria itu di dorong keluar dari kamar tersebut oleh wanita yang sama terlihat dari pakaiannya, hingga pria itu jatuh tersungkur ke lantai dan wanita itu kembali masuk ke kamar.
Arsen mengusap kasar kepalanya, ia melihat jelas lelakon utama dalam video itu adalah dirinya dan Raline. Dengan adanya bukti video itu, ia sudah tak bisa mengelak lagi.
“Jadi … ternyata itu benar. Kalau aku telah memperkosa Raline di malam itu. Argh …” Arsen melemparkan ponselnya hingga jatuh berserakan di lantai.
Ia kembali mengusap kasar rambutnya karena merasa kesal dan marah pada kebodohan yang sudah dilakukannya. Pikirannya kini tengah berkecamuk antara menikahi Raline untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya, atau lari sejauh mungkin saat itu juga.
Namun mengingat kondisi kesehatan Anita serta ia tahu betul sifat Syarief yang pasti akan mengejarnya walau ia kabur sampai ke ujung dunia pun, akhirnya ia mengambil suatu keputusan. Arsen pun bangkit dan beranjak pergi meninggalkan ruang kerjanya.
**
Ting nong …ting nong ….
Arsen menekan bel beberapa kali hingga ada seorang wanita yang membukakan pintu.
“Arsen ….” Sapa orang itu terkejut dan heran.
“Iya, tante …. Om Syarief ada?” tanyanya dengan ramah.
Rahmi menampakan raut wajah tidak suka pada Arsen. Ingin rasanya ia memukul atau menghajar keponakannya itu, namun ia menahan kemarahannya sebisa mungkin.
“Ada, silahkan masuk.”
“Makasih Tante.”
“Silahkan duduk … Tante panggilkan Om dulu.” Rahmi pun pergi meninggalkan Arsen diruang tamu.
Tak lama Syarief pun datang dikuti Rahmi dari belakangnya. Nampaknya Rahmi sangat penasaran dengan maksud kedatangan Arsen ke rumah nya. Entah itu untuk meminta maaf atau kah untuk mempertanggung jawabkan perbuatanya pada Raline atau kembali menolak menikahi Raline.
Arsen yang tengah duduk di kursi tamu nampak menundukkan kepalanya saat melihat kedatangan Syarief dan Rahmi yang membawa sesuatu di tangannya.
“Apa kabar Arsen?” ucap Syarief basa-basi.
“Baik, om …”
“Oh ya, Om punya sesuatu untuk mu,” ucapnya kemudian mengulurkan tangannya pada Rahmi yang duduk di sebelahnya. Ia pun memberikan benda yang dibawanya.
Syarief memberikan barang tersebut pada Arsen dan memetakan nya di atas meja, karena mereka duduk saling berhadapan yang terhalang oleh meja saja.
“Apa ini, Om?” tanyanya heran.
“Silahkan kamu lihat sendiri."
Arsen mengambil benda tersebut yang berbentuk buku dengan sampul warna ping dengan gambar seorang wanita hamil bersama laki- laki memakai baju seragam batik, juga di tengah mereka ada gambar seorang anak perempuan.
Di atas sampulnya tertulis kesehatan ibu dan anak, sementara di bagian bawah terdapat kolom berwarna putih yang merupakan data diri pemilik buku itu belum diisi.
Arsen membuka lembaran buku tersebut, dan disana terdapat foto hasil USG.
“Ini____"
“Ya, tadi pagi Raline sudah melakukan pemeriksaan di tempat praktek Dandy. Usia kandungannya tiga minggu dua hari. Apa kau masih mau menyangkalnya?” Syarief secara tidak langsung sedang menodong Arsen untuk bertanggung jawab pada putrinya.
Arsen kembali menundukkan kepalanya. Ia menghela nafas berat beberapa kali.
“Sebelumnya aku minta maaf atas apa yang telah terjadi menimpa Raline. Saat itu aku benar- benar dalam keadaan tidak sadar. Dan maksud kedatangan ku ke sini unyuk mempertanggung jawabkan perbuatan ku. Om, Tante.”
“Jadi … maksudnya. Kamu akan menikahi Raline?” tanya Rahmi.
“Iya, Tante ….” Arsen mengangguk
“Baguslah kalau begitu … memang itu yang seharusnya kamu lakukan. Tapi, saya menginginkan pernikahan yang layak untuk putri saya dan tentunya harus diketahui semua orang, bukan kawin koboy.” Rahmi mengutarakan keinginannya.
Arsen tak tahu harus menjawab apa, ia hanya menundukkan kepala karena merasa kebingungan. Pikirnya ia datang hanya untuk mengatakan bahwa ia akan bertanggung jawab dan menikahi Raline, tak sampai membicarakan detail acara pernikahannya kelak.
Salah rasanya ia datang seorang diri untuk meminang anak gadis orang, seharusnya ia datang bersama kedua orang tuanya. Bahkan ia tak membawa buah tangan apa pun. Mungkin karena itu Rahmi melihat Arsen tak serius dan membuatnya mengatakan hal tersebut.
“Kalau begitu, Om akan menghubungi orang tua mu untuk membicarakan pernikahan kalian.”
“Mungkin tidak hari ini, Om…”
“Kenapa? Apa kamu tidak serius ingin menikahi Raline? Pernikahan kalian itu harus secepatnya dilaksanakan sebelum perut Raline membesar.” Rahmi merasa kesal dibuatnya.
“Bukan itu Tante … Bunda sedang sakit, jadi tidak memungkinkan untuk datang ke sini.” Arsen mengemukakan alasannya.
“Apa?” tanya Syarief dan Rahmi serentak.
“Anita sakit?” Rahmi kembali bertanya.
“Iya, Om … tadi pagi setelah Ayah membicarakan masalah ku dan Raline, Bunda pingsan dan ayah bilang tekanan darahnya naik lagi.”
“Ya Allah, Anita …” lirih Rahmi sedih.
“Sebaiknya kita pergi ke sana untuk menjenguk Anita.” usul Syarief.
“Iya, Mas … sebaiknya kita ke sana.”
Syarief dan Rahmi bersiap untuk pergi ke rumah Rizal. Raline yang diberitahu pun turut ikut. Mereka pun berangkat.
**
“Zal, Arsen bilang Anita sakit … bagaimana sekarang keadaannya?” tanya Syarief.
“Iy iya Mas, karena shock tensi darahnya naik.”
“Apa itu berbahaya Zal?”
“Anita sudah diberi vitamin dan tinggal istirahat saja. Dia juga tidak boleh mendengar berita mengejutkan atau yang membuatnya marah atau pun sangat sedih,” ucapnya saat melihat kedatangan Arsen di belakang mereka.
Syarief dan Rahmi menemui Anita yang berada di kamar Arsen. Mereka yang awalnya berniat menjenguk akhirnya membicarakan soal pernikahan Raline dan Arsen, karena melihat Anita terlihat sudah membaik.
Rizal, Syarief, Rahmi dan Arsen pergi ke rumah Opa untuk memberitahukan beliau tentang rencana pernikahan itu, sedangkan Raline menemani Anita di rumah. Ia masih terasa canggung jika pergi bersama Arsen.
“Hei, jadi kamu sudah berhasil mendapatkan hati Arsen?” goda Anita pada Raline.
Sementara Raline hanya melempar senyuman tanpa menjawab pertanyaan Anita. Ia tak sanggup jika harus berbohong pada Bunda yang selalu baik padanya.
“Apa mereka sudah pergi?” Anita bangkit dan melihat kesana kemari seolah takut ketahuan.
“Iy iya … mereka sudah berangkat ke rumah Opa.” Raline yang terkejut dan heran dengan apa yang Anita lakukan.
“Syukurlah … Bunda tidak perlu pura- pura sakit lagi.” Ia pun duduk di sebelah Raline.
“Hah … Jadi Bunda____”
“Bunda mah gak sakit, ini teh satu satunya cara agar Arsen mau bertanggung jawab atas kesadarannya sendiri. Kamu tahu sendiri kan, Arsen itu kalau dikerasin dan dipaksa- paksa teh gak akan mempan. Makanya Bunda membuat sandiwara ini.”
Raline terdiam dengan ekspresi wajah terkejut. Ia masih tidak menyangka jika Anita mampu melakukan hal itu.
Anita menggenggam tangan Raline yang duduk di sebelahnya.
“Raline, Bunda teh senang saat mendengar kalian ternyata sudah menjalin hubungan. Tapi Bunda tidak menyangka kalau kalian akan melakukan hal di luar batas. Eng … apa kalian teh benar- benar melakukannya atas dasar suka sama suka atau Arsen yang memaksa kamu?”
“Ma maksud Bunda? It itu ….” Raline menjawab dengan gelagapan, ia bingung harus mengatakan apa.
“Hehehe, Maaf ini terlalu sensitive ya …” Anita nampak malu karena menanyakan hal seperti itu.
“Raline, apa kamu bahagia akan menikah dengan pria yang kamu cintai sejak kecil?”
“Em, aku aku … aku gak tahu harus bilang apa Bunda. Aku gak tahu Kak Arsen akan benar- benar mencintaiku atau tidak … Aku takut bunda, jika aku hanya sebatas pelarian saja dan aku juga takut jika aku akan hidup dalam bayang- bayang Naz. Bunda tahu sendiri kan, sejak kecil Kak Arsen hanya mencintai Naz.”
“Raline, kamu teh jangan bicara seperti itu. Bunda teh yakin kalau Arsen bisa mencintai mu dengan sepenuh hatinya. Apalagi dengan adanya anak diantara kalian.”
“Aku takut, jika dia menikahi ku karena terpaksa. Dan … aku juga takut dia tidak menyayangi anak ini.”
“Raline, di dalam rumah tangga teh hadirnya seorang anak bisa mempererat hubungan suami istri... Apalagi jika suami melihat perjuangan wanita hamil hingga melahirkan, dia teh akan semakin mencintai istrinya. Bunda teh yakin Arsen bisa mencintai mu sepenuh hatinya. Sejak kecil juga dia sangat menyayangi mu.”
“Kalau soal anak, tidak ada orang tua yang tak menyayangi anaknya. Binatang buas aja akan menyayangi anaknya, apalagi manusia ….”
“Gini yah, dulu aja si ayah teh gak mau punya anak lagi setelah bunda melahirkan Rezki. Eh pas bunda melahirkan anak lagi, tetep aja si ayah sayang sama semua anak- anaknya. Jadi kamu teh jangan khawatir soal anak ….”
“Kalau kamu teh masih takut, gimana kalau setelah menikah kalian teh tinggal di rumah ini. Jadi kalau Arsen macam- macam, Bunda teh bisa menjitak dia.”
“Hehehehe ….”
“Nah gitu atuh ketawa, jangan sedih terus. Raline lalu memeluk Anita. Kasihan cucu bunda di dalam perut mu nanti bisa ikutan sedih … Bunda janji akan membantu mu agar kamu bisa bahagia bersama Arsen dan anak- anak kalian kelak. Bunda teh yakin kalau kamu wanita yang tangguh.”
“Makasih, Bunda ….” Raline lalu memeluk Anita.
**
Setelah Syarief dan Rizal menceritakan rencana pernikahan Arsen dan Raline pada Opa Harfi, mereka pun merancang acara mulai dari lamaran hingga pernikahan yang diadakan di kediaman Syarief. Raline sendiri yang meminta pernikahan yang sederhana tidak semegah pernikahan Naz.
Ia menyadari jika dirinya bukanlah anak kandung di keluarga Syaief, ditambah mereka baru saja menikahkan Naz. Sehingga ia tak ingin membuat keluarganya malu dengan pernikahannya yang mendadak. Karena pastinya akan timbul berbagai pertanyaan.
Akad nikah dan resepsi pun diselenggarakan di halaman rumah Syarief yang sudah di dekorasi sedemikian rupa, dengan simple namun terlihat berkelas.
Raline yang bukan putri kandung Syarief, dinikahkan oleh wali hakim, karena keluarga dari ayah kandungnya tak ada yang mau menghadiri pernikahan Raline.
“Saya terima nikahnya Raline Eliana Harfi binti Mira Damayanti dengan maskawin seperangkat alat shalat dan 100 gram perhiasan emas dibayar tunai.” Arsen mengucapkan ikrar qabul dengan lancar jaya.
“Bagaimana para saksi, sah?” penghulu bertanya pada saksi pernikahan.
“Sah ….” ucap semua orang.
Kini Raline dan Arsen sudah menjadi sepasang suami istri yang sah menurut hukum dan agama. Semua memanjatkan doa dipimpin oleh salah seorang ustadz yang menjadi saksi pernikahan mereka.
Acara pernikahan dadakan yang persiapannya hanya tiga mingguan pun berakhir pada pukul dua siang, karena mereka hanya mengundang para tetangga dan kerabat dekat saja.
**
Malam pengantin biasanya identik dengan belah duren sebagai awal pemberian nafkah batin pada sang istri yang merupakan salah satu kewajiban dari seorang suami.
Namun lain halnya dengan pasangan Raline dan Arsen yang malam ini berada dalam satu kamar yang sudah di dekorasi layaknya kamar pengantin baru pada umumnya.
Seusai makan malam bersama keluarga, Raline masuk ke kamar lebih dulu karena merasa kelelahan. Sementara Arsen ikut gabung dengan keluarganya hingga mereka berpamitan pulang.
Ia masuk ke kamar lalu duduk di tempat tidur.
Raline yang baru keluar dari kamar mandi terkejut melihat kehadiran Arsen yang sudah sah menjadi suaminya itu. ia pun duduk di ranjang dengan ruangan kamar yang diterangi oleh lampu tidur.
Keduanya memang duduk di atas ranjang yang sama, namun di sisi yang berbeda dengan saling membelakangi. Mereka terlihat canggung meski ada jarak diantara keduanya. Baik itu jarak sesungguhnya atau pun jarak di hati mereka.
“Apa kau puas sekarang?” ucap Arsen membuka topik.
“Maksud mu?” tanya Raline gugup.
“Bukankah ini yang sangat kau inginkan, menikah dengan ku? Dan selamat, kau sudah berhasil mewujudkannya.”
Raline sudah mengira jika Arsen tak akan bersikap baik padanya. Namun, ia tak menyangka di malam pengantin mereka, Arsen sudah mengucapkan kata- kata yang mampu melukai hatinya. Raline hanya terdiam dengan menahan rasa sakit yang menggores di ulu hatinya.
“Tapi sayang, karena kau hanya ingin menikah dengan ku. Jadi hanya status sebagai istriku yang kau dapatkan. Jangan berharap aku bisa mencintai mu … Dan setelah anak itu lahir, kita bisa mengakhiri semua ini.”
Arsen bangkit, ia meninggalkan Raline begitu saja dan pergi ke kamar mandi. Sementara Raline yang tak kuasa membendung air matanya, berbaring menyamping dan menangis tanpa mengeluarkan suara. Ia tak ingin terlihat lemah di depan suaminya.
Malam pengantin pun berubah jadi malam yang mencekam bagi dirinya. Jangankan bermesraan, dari perkataan Arsen saja sudah sangat menyakiti perasaan Raline. Ia mengusap- usap perutnya yang masih rata.
“Mama janji, akan membuat mu memliki keluarga yang lengkap serta ahir dan tumbuh dengan penuh cinta dan kasih sayang. Kamu bantu Mama untuk meluluhkan hati Papa mu yang keras itu ya, nak … Kita akan berjuang bersama,” ucapnya dalam hati.
Ia menghapus jejak air matanya, lalu menarik selimut dan memejamkan matanya untuk segera tidur setelah melewati hari yang melelahkan. Ia butuh tenaga untuk menghadapi hari esok yang pastinya akan lebih menguras energi dan butuh kesabaran ekstra. Ia pun mematikan lampu tidur di sisi sebelahnya.
**
Keesokan harinya, saat bangun Raline melihat Arsen tidur di sofa yang ada di kamarnya dalam keadaan lampu menyala.
Pagi-pagi Raline diantarkan oleh keluarganya untuk pindah dan tinggal di rumah mertuanya. Padahal Rahmi meminta Raline untuk tingal beberapa hari dirumahnya pasca menikah. Namun Raline menolaknya dan malah ingin segera pindah, karena ia tak mau orang tuanya mengetahui sikap Arsen yang sebenarnya pada dirinya.
“Raline, aku pamit pulang ya. Kalau kak Arsen menyakiti mu, bilang sama aku. Biar nanti aku menghajarnya,” ucap Naz.
“Hei, kau jangan berani menghajar suamiku, ya. Hehehe .” Raline terkekeh.
“Cie yang udah punya suami ….”
“Sudah sana pulang, jangan menggodaku.”
“Harhh, apa untungnya bagi ku menggoda mu. Lebih baik aku menggoda suamiku.”
“Itu sih lain lagi, Naz … Hahaha … Oh iya, selamat ya atas kehamilan mu. Nanti anak- anak kita seumuran dong ya.”
“Eh, em … it itu ….” Naz nampak gelagapan.
“Naz, suami mu sudah menunggu itu. Nanti kalian bisa ketinggalan pesawat katanya.”
“Ah iya, Ma … Raline aku pulang dulu ya, jaga diri baik- baik. Jangan lupa yang tadi aku bilang ya.”
“Iya, sudah sana pergi. Hati- hati ya …”
“Iya …” keduanya pun saling berpelukan lalu cipika cipiki. dan Naz pun beranjak pergi.
“Naz … aku tahu kau berbohong soal kehamilan mu,” gumam Raline dalam hati.
“Raline, kamu lagi mikirin apa?” tanya Rahmi membuyarkan lamunannya.
“Eh, enggak kok Ma..."
**
Malam ini merupakan malam pertama Raline tinggal di kediaman Anita sebagai menantu di rumah itu. Ia harus membiasakan diri tidur di kamar yang jauh lebih kecil dari kamar miliknya dulu, dan jika ia ke kamar mandi pun harus keluar dari kamarnya.
Raline mematikan lampu kamar dan menggantinya dengan lampu tidur yang berada di samping tempat tidurnya. Ia baru saja duduk di atas tempat tidur, Anita mengetuk pintu lalu masuk. Ia menghampiri Raline dan duduk di sebelahnya.
“Maaf ya Raline, kamu teh pasti merasa tidak nyaman tidur di kamar yang sempit seperti ini.”
“Bunda ngomong apa sih, aku senang kok tidur disini.”
“Semoga kamu teh bisa betah ya di sini.”
“Iya Bunda…”.
“Yasudah Bunda tinggal dulu ya, tuh suami mu sudah datang.” Anita yang melihat Arsen bau masuk langsung berpamitan. Ia pergi meninggalkan kamar Arsen dengan tersenyum licik.
Raline membaringkan tubuhnya bersiap untuk tidur. Sementara Arsen nampak mencari sesuatu dari dalam lemarinya lalu mencari di sekitaran kamarnya hingga ke kolong ranjang.
“Dimana benda itu? kenapa jadi tidak ada?” Arsen menggerutu.
“Cari apa kak?” tanya Raline.
“Bukan urusan mu!” tegas Arsen.
Jlebb ...
Raline menghela nafas panjang, lalu ia mematikan lampu tidurnya. Arsen seketika langsung meloncat ke tempat tidur hingga membuat Raline terkejut.
“Hei kenapa kau mematikan lampunya?” Arsen menyalakan lagi lampu tidur tesebut.
“Aku tidak bisa tidur kalau terang.” Raline kembali mematikannya
.
“Aku tidak bisa tidur di ruangan gelap.” Arsen menyalakan lagi.
“Ah aku tidak mau, nanti aku tidak bisa tidur.”
“Tutup saja wajahmu dengan bantal atau selimut apa susahnya, pasti terasa gelap kan!”
“Aku tidak mau!” Raline kekeuh menolak
Keduanya terus berdebat dengan tangan yang tak hentinya menyalakan dan mematikan lampu tidur yang berada di kedua sisi tempat tidur mereka, karena kedua lampu itu saling terhubung jika satu dinyalakan maka keduanya akan menyala begitu pun sebaliknya.
Raline berhenti menyalakan lampu saat melihat Arsen ketakutan yang terdengar dari deru nafasnya. Ia baru teringat jika suaminya itu fobia pada tempat gelap. Akhirnya ia mengalah dan terpaksa tidur dengan lampu menyala.
-------------- TBC------------
*********************
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 26 Episodes
Comments
Murip Lestari
lanjut teteh
aku suka ceritanya
2021-08-11
0