Katrina, wanita manis berkulit sawo matang. Rambutnya lurus sebahu berwarna biru, seperti lautan dalam. Badannya tinggi, lebih tinggi dari Fuu. Mungkin hampir sama dengan Mod untuk ukuran tinggi badan, gadis itu setiap harinya memasang wajah ceria, dia suka sekali tertawa dan tersenyum akan hal-hal kecil. Katrina sering tampil dengan menguncir rambutnya seperti ekor kuda, dia merasa lebih nyaman saat rambutnya rapi. Maka dari itu saat dia bertemu Fuu pertama kalinya dengan rambut semerawut, Katrina tidak tahan dan ingin memperbaiki penampilan Fuu.
"Aku pulang!" Sapa Katrina untuk penghuni rumah.
"Selamat datang!" Jawab lembut ibu Katrina, nyonya Shawn.
Dari arah dapur, nyonya Shawn sibuk menyiapkan makan malam.
"Aku ingin mandi dulu ibu" kata Katrina, menaiki tangga menuju kamarnya di lantai atas.
Sesampainya di kamar, Katrina meletakkan tas nya ke meja belajar dan duduk di kursi depan meja belajar tersebut, membuka sebuah buku yang ia sembunyikan di laci mejanya. Dia memperhatikan buku itu dengan seksama, membolak-balikan buku tersebut seperti membaca dan memperhatikan sesuatu di dalam sana.
"Huh!"
"Cepat atau lambat aku akan mengetahui identitas mu yang sebenarnya!" Kata Katrina dan menutup buku tersebut.
"Aku tidak sabar!" Ucap Katrina senang dan menuju kamar mandi di dalam kamarnya.
Selesai mandi Katrina menuruni tangga dan bertemu kedua orang tuanya, menarik kursi tempatnya duduk di meja makan, dan berkumpul bersama kedua orang tuanya. Katrina adalah anak tunggal, kedua orang tuanya memutuskan untuk tidak membuat keturunan lagi karena suatu hal.
"Kau mau makan apa sayang?" Tanya nyonya Shawn pada suaminya (ayah Katrina).
"Apapun yang kau ambilkan" jawab tuan Shawn, tersenyum lembut pada istrinya.
"Ada apa sayang?" Tanya ayah Katrina, mendapati putrinya yang melamun seorang diri.
"Ahh.. tidak ada apa-apa ayah" ucap Katrina dan tersenyum.
"Ingat! Jangan pernah menyembunyikan apapun dari kami" kata nyonya Shawn dan menatap tajam putrinya itu.
"Ayah.. Bolehkah aku berteman dengan Duyung?"
Kedua orang tua Katrina terkejut dengan kata-kata putrinya dan menatap Katrina tidak percaya.
"Sayang, kau bicara apa?" Tanya nyonya Shawn dan melirik suaminya.
"Bagaimana kalau aku bilang aku bertemu putri duyung?" jawab Katrina menatap sang Ibu.
"Sudah cukup! Hentikan pembicaraan ini, dan makan makananmu!" Perintah Tuan Shawn kepada istri dan anaknya.
Nyonya Shawn hanya diam membisu memperhatikan putrinya, Katrina merasa bersalah telah berbicara sembarangan kepada kedua orang tuanya. Setelah makan, ayah Katrina pergi ke kamar dan menutup pintu kamar, kini di dapur hanya ada nyonya Shawn dan putrinya, Katrina.
"Sudah ibu bilang kan? Jangan pernah membahas soal ini!"
"Tapi, Ibu... Aku berkata jujur" jawab Katrina menundukkan kepala.
"Kau ingin ayahmu terluka lagi?" Tanya nyonya Shawn.
"Tidak ibu" jawab Katrina pelan, menggelengkan kepala.
"Kau masih menyimpan buku itu?" Tanya nyonya Shawn mengintrogasi putrinya.
"Tidak ibu!" Jawab Katrina bohong.
"Bagus! Jika sampai ibu menemukan buku itu, ibu yang akan menghukum mu dengan tangan ibu sendiri!" Kata nyonya Shawn memarahi putrinya.
Katrina terdiam, matanya berkaca-kaca. Bingung harus bagaimana.
"Apa salahku ibu?" Tanya Katrina menatap ibunya serius.
"Apa?" Nyonya Shawn terkejut menatap putrinya yang hampir menangis itu.
"Apa salahku? Aku juga tidak minta dilahirkan seperti ini?" kata Katrina sesenggukan meneteskan air mata.
"Diam!" Bantah nyonya Shawn memukul meja dan pergi dari hadapan Katrina, Meninggalkan putrinya yang menangis.
"Aku kan hanya ingin tahu" ujar Katrina lirih, mengelap air mata yang mengalir di pipinya. Berdiri, menuju kamar tidurnya, merebahkan tubuhnya di tempat tidur memandang langit-langit kamar, seolah memikirkan sesuatu.
"Yahh.. Aku harus mengambil tindakan" gumam Katrina mengepalkan tangannya.
"Aku pantas untuk tahu sesuatu!" Ucap Katrina memiringkan tubuhnya, memandang cahaya bulan dari jendela kamarnya yang terbuka.
Malam itu, Densha membawa Fuu ke kantor polisi untuk mengetahui identitas Fuu dan ingin memulangkan Fuu ke keluarganya.
"Ayo masuk!" Ajak Densha saat sampai di depan kantor polisi, menarik tangan Fuu.
"Tidak mau" Fuu menggelengkan kepala dengan cepat.
"Kau tidak bisa terus-terusan tinggal di rumahku" Densha menarik tangan Fuu kuat.
"Tidak, tidak, tidak" Fuu menarik tangannya sendiri dengan lebih kuat.
"Tidak mau ya?" Tanya Densha, melepaskan genggaman tangannya pada gadis itu.
"Cih! Sial!" Ucap Densha ketus.
Hupla!
Densha menggendong Fuu dengan paksa dan membawa gadis itu masuk ke dalam kantor polisi.
"Lepas! Lepas!" pinta Fuu dalam pelukan Densha, berusaha melepaskan diri dari pria yang menggendongnya.
"Ada apa ini?" Tanya seorang detektif yang malam itu sedang bertugas.
"Ini saya mau membuat laporan" kata Densha, mendekati meja detektif kemudian duduk, dengan tetap menggendong Fuu dalam pangkuannya.
"Berusaha bunuh diri karena putus cinta?" Tebak sang Detektif, tersenyum melihat sepasang anak muda di depannya.
"Apa?? Jatuh cinta?"
"Hahaha lalu apa lagi anak muda?" Tanya detektif, tertawa melihat ekspresi Densha.
"Saya menemukan gadis ini" kata Densha, menatap Fuu di pangkuannya.
"Menemukan?" Tanya pak detektif serius.
"Ya, saya bertemu dia di jembatan penyebrangan dalam keadaan linglung" jelas Densha kepada detektif, tidak mungkin dia bilang bahwa dia menemukan Fuu dalam keadaan telanjang.
Pak detektif memperhatikan Fuu dengan seksama, gadis itu takut dengan pandangan Detektif dan menyembunyikan wajahnya pada dada Densha, memeluk Densha dengan erat, badannya sedikit gemetar.
Eh! Kenapa Fuu menggigil? Pelukannya erat sekali, apa yang terjadi? Apa dia sedang ketakutan? - Densha.
"Sekertaris! Tolong ambilkan map laporan orang hilang akhir-akhir ini" perintah Detektif pada sekertaris nya.
"Tunggu sebentar ya? Saya akan memeriksa catatan orang hilang" ucap sang Detektif ramah.
"Baik pak!" sahut Densha cepat sambil menganggukan kepala.
"Kau bisa duduk sendiri?"
"Takut" ucap Fuu lirih, melihat ke sekeliling ruangan, melihat para petugas kantor dengan senapan di sakunya. Gadis itu refleks menutup mata, badannya semakin menggigil ketakutan.
"Ada apa?" Tanya Densha penasaran karena Fuu semakin memeluknya dengan erat.
"Takut, Fuu ingin pulang" jawab Fuu tetap memeluk Densha.
"Tunggu sebentar! Mungkin saja kita bisa menemukan keluargamu" kata Densha menjelaskan, "Polisi akan membantu kita"
"Fuu tidak ingin disini" kata Fuu lagi. Densha diam saja, tidak menjawab kata-kata Fuu dan mengedarkan pandangan ke seluruh ruang kantor polisi itu. Hingga sang Detektif selesai dengan urusannya.
"Begini nak! Tidak ada orang hilang yang cocok dengan kriteria gadis yang kau bawa itu" kata pak Detektif memulai percakapan.
"Apa? Tidak mungkin" ucap Densha terkejut.
"Kami berkata jujur, untuk sementara kau tampung dulu gadis ini di rumahmu. Atau kau bisa membawanya ke dinas sosial, kami akan berusaha untuk mencari keluarga gadis ini. Jika ada laporan yang cocok, kami akan segera menghubungimu" jelas pak Detektif panjang lebar, menatap Densha kemudian menatap Fuu.
Densha tengah berpikir, apa yang harus dia lakukan, menampung Fuu atau menyerahkannya ke dinas sosial. Ia menghela nafas berat membuat sebuah keputusan.
"Baiklah! Saya akan menampung gadis ini, jika ada kabar bagus tolong hubungi saya sesegera mungkin" kata Densha ramah.
"Baik nak, mohon kerja samanya!" Ucap pak Detektif dan tersenyum.
"Baik, saya permisi!" Densha berdiri dengan posisi tetap menggendong Fuu, menundukkan kepala sebagai tanda hormat untuk pak Detektif, kemudian pergi keluar dari kantor polisi.
👉Sesampainya di luar kantor polisi👈
"Turun!!" Ucap Densha dingin melepaskan gendongannya, membuat Fuu terjatuh.
BRUK!!
"Sakit" Fuu memegangi pant*tnya yang terasa sakit, dan segera berdiri di samping pria itu.
"Apa itu tadi?" Tanya Densha melotot ke arah Fuu.
"Apa?"
"Reaksi mu di dalam kantor polisi!" Kata Densha, mendekatkan wajah pada Fuu menatap gadis itu lekat.
"Fuu takut" gumam Fuu lirih, memberanikan diri menatap mata pria di depannya. Kini pandangan mereka bertemu.
"Takut apa?"
"Ddu Ddu Dddu" jawab Fuu, dengan membentuk kedua tangannya seperti tembak, mengarahkan tangannya ke wajah Densha. Membuat pria di depannya tertawa ringan melihat aksi menggemaskan Fuu.
"Kau lucu sekali!" Ucap Densha menahan senyum, menjauhkan wajahnya dari muka Fuu, namun tetap memandang gadis itu.
"Lucu?"
"Itu artinya kau menyenangkan, membuat orang di sekitarmu tertawa" jelas Densha, mengusap lembut kepala Fuu.
"Fuu menyenangkan?" Tanya Fuu lagi sambil tersenyum.
"Kalau seperti ini kau menyebalkan!" Ucap Densha cepat, menarik tangan Fuu, membawanya pulang.
"Menyebalkan?" Tanya Fuu, sambil berjalan beriringan dengan Densha.
"Jangan bilang kau tidak tau artinya!" Ucap Densha kesal. sambil tetap berjalan.
"Apa itu?"
"Haisshhh!" Ungkap Densha kesal, membuang muka.
"Apa itu?" Fuu berusaha melihat Densha yang sedang memandang ke arah lain. "Densha, apa itu?" Fuu merengek, dia sedikit bawel saat sedang penasaran.
"Densha!" Ucap Fuu menarik lengan Densha.
Pria itu tidak menggubris ocehan gadis di sampingnya, terus berjalan dan menutup kedua telinganya, pura-pura tidak mendengarkan.
"Hoi!! Densha!" Teriak pria berambut pirang dari seberang jalan, melambaikan tangan ke arah Densha.
"Astaga! Gawat! bagaimana ini?" Ucap Densha menepuk muka dengan kedua tangannya.
"Kau harus sembunyi!" Ucap Densha pada Fuu, memegang kedua bahu gadis mungil itu.
"Sembunyi????"
"Ah! Sial!" Kata Densha kesal.
"Halo Bro!" Sapa Moa senang, tidak biasanya dia bertemu Densha selain di jam sekolah.
"Ah.. Haha, Hai" ucap Densha menutupi Fuu di belakangnya.
"Siapa itu?" Tanya Moa penasaran, berusaha mengintip wanita di balik punggung temannya.
"Bu-bukan, bukan siapa-siapa!" Jawab Densha gugup, menghalangi pandangan Moa. "Ku bilang bukan siapa-siapa!"
"Ayolah! Menyingkir" ucap Moa dan menarik temannya ke depan.
Ya tuhan! Bagaimana ini? - Densha.
Fuu terkejut, matanya terbelalak menatap Moa dan Densha.
"Ggrr!" Erang Fuu, saat melihat Moa mencengkram tangan Densha.
"Hei! Hei! Santai nona" kata Moa, melepaskan tangannya dari Densha.
"Dia siapa?" Bisik Moa, menyenggol lengan Densha di sampingnya.
"Dia Fuu"
"Fuu?" Moa menatap Fuu dengan bingung. "Cantik sekali, apa dia saudaramu!" Tanya Moa penasaran, dan menatap Fuu lekat-lekat.
"Jangan lihat-lihat!" Ucap Densha kesal, menutup mata Moa.
"Apa sih?" Moa menepuk bahu Densha pelan. "Halo nona, saya Moa. Teman Densha" kata Moa memperkenalkan diri, mengulurkan tangannya ke arah Fuu.
"Teman?" Tanya Fuu, tidak menyambut uluran tangan Moa.
"Sial! Tanganku di tolak" Moa melengos dan merasa kesal uluran tangannya tidak di gubris.
"Hei, dia sedikit berbeda! Sikapnya memang tidak bisa di tebak" Densha menerangkan pada Moa, ia berpindah posisi ke samping Fuu.
"Berbeda? Aku lihat dia sama normalnya dengan kita"
"Sudahlah! Kau tidak akan mengerti" ucap Densha dan menggandeng tangan Fuu agar pergi dari tempat itu.
"Tunggu!" Cegah Moa cepat.
"Apa dia gadis yang kau bicarakan, apa ini alasanmu mengajak Mod waktu itu?" Tanya Moa memegang bahu teman prianya itu.
"Iya" jawab Densha.
"Astaga!" Moa menggelengkan kepalanya pelan. "Pantas saja kau menolak semua perempuan di sekolah, ternyata kau sudah punya yang ini!"
"Hei! Jangan sembarangan bicara!" Gerutu Densha kesal, memaki Moa.
"Apa? Aku benar kan?"
"Bukan! Kau salah paham! Kami bukan yang seperti itu" kata Densha menjelaskan.
"Lalu seperti apa?" Ucap Moa tertawa melihat ekspresi bingung temannya.
"Aku menemukan dia di jalan sepulang sekolah, sehari setelah badai hebat waktu itu!" Kata Densha, menceritakan kepada sahabatnya itu agar tidak terjadi salah paham.
"Apa?"
"Ya! Dan hari ini aku ke kantor polisi, kami baru saja dari sana, membuat laporan. Tapi tidak ada kriteria yang cocok dengan Fuu, Detektif menyarankan aku untuk menampung Fuu sementara atau menyerahkannya ke dinas sosial" terang Densha panjang lebar.
Moa menganggukan kepala tanda mengerti, "Lalu mau kau bawa kemana dia?"
"Ke rumahku" jawab Densha singkat.
"Astaga! Bro! Kau kan tinggal sendirian, kenapa tidak kau bawa saja ke dinas sosial?" ucap Moa memberi saran.
"Mau ku juga begitu, tapi dia..." kata Densha tertahan dan menoleh ke arah Fuu, Moa juga menatap Fuu.
"Dia sedikit berbeda, seperti hilang ingatan atau apalah! Banyak kata yang tidak dia pahami, aku sendiri hampir gila berurusan dengan dia" terang Densha jengkel.
"Ya, terserah kau saja sih! Toh kau yang menemukannya. Hati-hati ya? Bagaimanapun juga kau ini kan laki-laki" ucap Moa tersenyum penuh arti.
"Aku tidak tertarik" kata Densha cepat.
Ya tuhan! Gadis secantik ini dia tidak tertarik? Tidak.. tidak.. tidak mungkin, atau mungkin selama ini dia ke aku? Aishhh!! Dasar sinting - Moa.
"Ada apa?" Tanya Densha curiga.
"Ah.. Haha, tidak. Bukan apa-apa" jawab Moa dan memundurkan diri dua langkah. "Eh itu, aku permisi dulu ya? Aku sedang ada urusan, Hehehe" imbuh Moa, lalu buru-buru meninggalkan Densha dan Fuu.
"Sial! Sial! Apa mulai sekarang aku harus berhati-hati pada Densha?" Gumam Moa pada diri sendiri, menepuk pipinya.
"Setelah di pikir-pikir, dia tidak pernah terlihat olehku mendekati gadis. Dan teman pria nya hanya aku! Astaga! Jangan-jangan.. " gerutu Moa, berpikir keras. Mengacak-acak rambutnya sendiri dengan kesal.
Di sisi lain.
"Haaatchi! Haaatchii! Duh hidungku gatal sekali" ucap Densha menggosok hidungnya dengan tangan.
"Duh, kenapa hidungku gatal sekali"
Siapa yang sedang membicarakan aku ya? - Densha.
Bersambung!!
Terima kasih sudah membaca! Jika kalian menyukai novel ini, jangan lupa Like, komentar, Vote, rating, favorit dan Share ya?? Dukungan kalian sangat berarti bagi saya 😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 125 Episodes
Comments
。.。:∞♡*♥
jangan-jangan densha menyukaimu🤣🤣🤣🤭
2022-02-01
0
mnplhfd
hehe buat teman teman author dan teman teman penikmat membaca novel, mampir juga ya di cerita aku judulnya "pujangga menerpa rembulan" dan jangan lupa komen salahnya dimana, penulis baru soalnya hehe. salam literasi
2021-03-18
2
Just Rara
😄😄densha bersin2 Krn lg diomongin sm Mia😄😄😄
2021-03-06
1