"Aku pulang" Sapa Katrina, gadis itu menutup pintu rumahnya pelan-pelan.
"Jam berapa ini?" Tanya Tuan Shawn yang mengejutkan Katrina, gadis itu terperanjak kaget, dan cepat-cepat membalikkan badan. Mendapati ayahnya berdiri disana menunggunya.
"Maaf ayah" Katrina menundukkan kepala.
"Kau tahu kan siapa dirimu? Siapa keluarga kita, dan bagaimana orang akan memandang kita" ucap Tuan Shawn tegas, berjalan mendekati putrinya.
"Temanku baru saja di temukan" jawab Katrina, mencoba menjelaskan.
"Begitu? Lalu menurutmu seorang gadis pantas pulang selarut ini?" Nada bicara Tuan Shawn semakin meninggi.
"Maaf" ucap Katrina pelan.
"Tapi ayah, temanku itu unik. Percayakah ayah? ada putri duyung di kota ini" tambah Katrina lagi, ia sangat antusias dengan topik pembicaraannya. Tuan Shawn menatap tajam putrinya seolah ia sangat membenci topik yang sedang di bicarakan putri tunggalnya itu.
"Katrina!" Kata Tuan Shawn tegas.
"Aku berkata benar ayah" bantah Katrina menatap mata sang ayah.
"Sudah berapa kali ayah peringatkan untuk tidak membahas atau mencari tahu apapun soal duyung! Bagaimana jika orang lain mendengarnya??" Bentak tuan Shawn kepada putrinya.
"Aku bisa membawa duyung itu ke hadapan ayah jika ayah mau" kata Katrina serius.
"Sudah lama Katrina, sudah lama ayah tidak ingin berurusan dengan hal seperti itu! Yang ayah inginkan hanya melindungi putri tunggal ayah" ucap tuan Shawn berjalan pergi meninggalkan putrinya.
"Kenapa?" Suara Katrina terdengar bergetar.
"Apa maksudmu?" Tanya tuan Shawn, lelaki itu menoleh ke arah putrinya yang masih berdiri di depan pintu.
"AKU BILANG KENAPA? KENAPA AKU HARUS DI LINDUNGI? KENAPA AYAH SELALU MENUTUPI HAL ITU DARIKU?" Teriak Katrina, gadis itu mulai menangis dan berlari menaiki tangga menuju ke kamar tidurnya.
"Katrina.." panggil tuan Shawn, namun Katrina tidak menggubrisnya.
Di lain tempat nyonya Shawn sedang memperhatikan perdebatan kecil antara ayah dan anak tersebut, wanita itu menyalakan lampu membuat seisi rumah terang akan cahaya lampu.
"Ada apa sayang?" nyonya Shawn mendekati suaminya yang berdiri di bawah tangga.
"Tidak ada" jawab tuan Shawn, menatap lembut istrinya.
"Katrina lagi?" Nyonya Shawn memeluk suaminya.
"Iya, sampai kapan anak itu akan mengerti" ucap tuan Shawn membalas pelukan istrinya dan mencium kening nyonya Shawn.
"Biarkan saja, dia pantas untuk mengetahui semuanya. Biarkan alam yang akan memberi ia jawaban, semakin ia tahu bahwa keingintahuannya akan membawanya dalam bahaya, ia akan berhenti" jelas nyonya Shawn, mengusap lembut pipi sang suami.
"Aku tidak ingin putriku berada dalam bahaya" kata tuan Shawn, mendekatkan wajahnya dan mencium lembut bibir istrinya. Nyonya Shawn melingkarkan kedua tangannya pada leher tuan Shawn, mereka berciuman.
"Mau melanjutkannya di kamar?" Goda nyonya Shawn dan mengedipkan sebelah matanya.
Tuan Shawn tergelak, mematikan lampu dan menggendong istrinya masuk ke dalam kamar mereka.
***
Pagi itu di sekolah, Katrina Shawn berjalan di koridor sekolah dengan amat malas, wajahnya benar-benar buruk, tidak ada keceriaan sama sekali. Lingkar hitam di matanya terlihat cukup jelas, mengatakan bahwa gadis ini tidak tidur semalaman.
"Katrina? Kau baik-baik saja?" Tanya Pil, jika kalian lupa Pil ini kembaran Lil. Gadis yang berbicara pada Mod waktu itu.
"Ngantuk" jawab Katrina malas, meletakkan dahinya di pundak Pil.
"Hei" cegah Pil, dan menahan tubuh Katrina, "Lebih baik kau ke UKS saja" suruh Pil dan membantu Katrina berjalan, agar gadis itu tidak terjatuh.
"Hei Pil, apa yang begitu membuatmu menyukai Densha?"
"Apa? Kenapa tiba-tiba?" Ucap Pil terkejut, menatap ke arah Katrina.
"Ya, aku tahu. Tidak ada wanita di sekolah ini yang tidak menyukai Densha" gerutu Katrina kesal.
"Apa kau menyukainya?" Tanya Pil secara terang-terangan.
"Apa?! Tidak!!" Jawab Katrina cepat, ia sangat terkejut dengan pertanyaan Pil.
"Kau menyukainya, jelas sekali dari wajahmu! Apa lingkar hitam di matamu juga karena dia?" Sindir Pil pada Katrina.
"Hei, dengar ya? Aku tidak menyukai Densha. Lagipula lingkar hitam ini bukan karena dia" jelas Katrina kesal, dalam hatinya sebenarnya ia bingung bagaimana perasaannya pada pria sedingin Es itu.
"Ya, ya baiklah. Tapi awas saja! Jika kau menyukai Densha, musuh pertamamu adalah aku" ancam Pil dan mengacungkan jari telunjuk pada Katrina.
Kau pikir Densha menyukaimu? Dasar gadis tidak waras, bahkan bicara pada Densha saja kau belum pernah - kata hati Katrina yang mengasihani Pil.
Dan musuh utamaku saat aku menyukai Densha adalah Fuu, bukan kau! - Katrina.
Di dalam sebuah gedung perkantoran tengah terjadi keributan kecil yang melibatkan perempuan paruh baya namun masih tetap saja awet muda yaitu Isabella Mikaelson.
"Tuan Shawn, berapa kali kau membuat kesalahan?" Tanya Isabella ketus.
"Maaf nona, saya sedang hilang konsentrasi" ucap tuan Shawn menundukkan kepala dihadapan bos besar, ia takut jika dirinya di keluarkan dari kantor tempatnya bekerja.
"Sekertaris, apa dia pernah membuat kesalahan selain ini?" Tanya Isabella pada sang sekertaris.
"Baru dua kali nona, tuan Shawn tidak pernah melakukan kesalahan fatal sebelumnya" ucap Sekertaris yang berdiri di samping Isabella.
"Dan.. walaupun jarak antara tempat tinggal tuan Shawn dan kantor ini 4 jam tapi tuan Shawn tidak pernah telat datang ke kantor nona" tambah sang sekertaris.
"Empat jam?" Tanya Isabella terkejut, wanita itu menatap tuan Shawn yang tertunduk, ia sama sekali tak percaya dengan yang ia dengar barusan.
"Kau tinggal dimana?" Tanya Isabella pada pegawainya itu.
"Di kota XX Nona" ucap tuan Shawn pelan.
"Apa? Di kota XX ??" Seru Isabella, "Kau punya anak?" Tanya Isabella datar.
"Punya nona, perempuan" jawab tuan Shawn.
"Umur berapa?" Lanjut Isabella, wanita itu meletakkan kakinya di atas meja, menyandarkan bahunya ke kursi yang ia duduki.
"Saat ini usianya hampir 18 tahun Nona" kata tuan Shawn sedikit takut, "Tolong jangan ganggu putriku, aku tahu nona sangat berkuasa" ucap tuan Shawn memohon.
"Hahaha, kau pikir aku mucikari hah?! Yang mencari wanita muda untuk aku jual?" Kata Isabella, ia tertawa melihat tingkah tuan Shawn.
"Dimana putrimu bersekolah?" Tanya Isabella lagi.
"Di Phoenix High School" jawab tuan Shawn, kali ini dia sedikit tenang.
"Begini, dengar ini baik-baik. Keponakanku juga sekolah disana, dia adalah pewaris tunggal perusahaan ini. Kau tidak akan dapat hukuman akan hal ini, tapi tolong tanyakan pada putrimu siapa saja yang dekat dengan keponakanku itu!" Jelas Isabella.
"Keponakan nona satu sekolah dengan putri saya?" Tanya tuan Shawn tidak percaya, pewaris tunggal perusahaan sebesar ini sekolah di kota kecil tempatnya tinggal.
"Ya, ini dia" ucap Isabella menunjukkan foto Densha di ponselnya.
"Siapa nama keponakan nona?" Tanya tuan Shawn penasaran.
"Densha Mikaelson" jawab Isabella datar, memberikan ponselnya ke sekertaris di sampingnya.
Tok! Tok! Tok!
Suara ketukan pintu di ruangan Isabella, membuat semua yang berada di dalamnya terkejut dan menoleh ke arah pintu.
"Masuk!" Teriak Isabella dari dalam.
"Kau boleh keluar!!" Perintah Isabella pada Tuan Shawn, pria itu langsung pergi keluar, ia berpapasan dengan seseorang berpakaian sangat rapi dan membawa koper masuk ke ruangan Isabella.
"Bagaimana?" Tanya Isabella antusias dengan tamunya yang baru saja tiba.
"Mohon maaf nona, saya takut nona akan kecewa dengan hasilnya" ucap pria yang membawa koper, namanya Daniel.
"Apa maksudmu?" Tanya Isabella kesal.
"Ini hasilnya" kata Daniel membuka koper dan menyerahkan sepucuk amplop. Isabella membuka amplop itu dan membacanya namun wajah wanita itu menunjukkan bahwa ia tidak mengerti.
"Apa ini?" Tanya Isabella melemparkan kertas itu ke meja.
"Aku curiga kau salah ambil barang" jawab Daniel santai.
"itu hasil tes DNA, dan yang kau berikan padaku itu DNA ikan" kata Daniel, ia tertawa melihat tingkah bodoh Isabella, bisa-bisanya memberinya kumis ikan.
"DNA ikan??" Tanya Isabella kaget.
"Ya, mungkin kau salah ambil kumis ikan!"
"Sekertaris.." panggil Isabella.
"Iya nona?" Ucap Sekertaris.
"Bodoh! Bagaimana kau bisa salah begini, kau mau mempermainkanku hah?!" Maki Isabella pada sekertaris di sebelahnya.
"Ti.. tidak nona, saya yakin itu rambut karena itu banyak sekali berceceran di kamar tuan Muda" bela sang sekertaris. Isabella terdiam, seakan memikirkan sesuatu, ia melamun mengingat masa lalu, masa lalu yang sangat kelam. Raut wajah Isabella berubah menjadi sedih.
"Sepertinya aku harus pergi dari sini" kata Daniel, memandang sekertaris.
"Baik, tuan" ucap sang sekertaris menundukkan kepala, melihat Daniel yang berjalan pergi lalu menghilang di balik pintu.
"Ada apa nona?" Tanya Sekertaris khawatir.
"Tidak apa-apa" jawab Isabella tenang.
"Baik, apa nona ingin sesuatu?"
"Bisa tolong ambilkan aku segelas air??" pinta Isabella, pandangan matanya begitu kosong.
"Baik, Nona" ucap Sekertaris, ia melangkahkan kakinya ke kulkas kecil dalam ruangan Isabella, mengambil sebotol air dingin lalu menuangkannya ke dalam gelas, memberikan gelas itu pada Isabella. Wanita itu meminumnya tanpa jeda, meminum sampai habis.
"Sekertaris, bisa kau bantu aku?" Tanya Isabella, memandang sekertaris nya.
"Apapun untukmu nona" jawab sekertaris menundukkan kepala.
"Tolong, suruh orang terpercaya yang kau miliki untuk mengawasi Densha" pinta Isabella tegas.
"Mengawasi tuan muda?" Tanya Sekertaris bingung, "Jika tuan muda tahu nona melakukan ini, ia akan sangat marah bahkan bisa menghajar siapapun yang mengawasinya, tidak peduli itu suruhan nona" jelas sang Sekertaris.
"Kau bodoh atau apa!! Tentu saja jangan sampai Densha tahu bahwa aku mengawasinya?!" Maki Isabella pada sang sekertaris.
"Baik nona" jawab sekertaris pelan.
"Dan... Cari tau siapa gadis yang dekat dengan Densha, cari tau kebenaran apa Densha benar-benar tinggal dengan seorang gadis, bagaimana rupanya? Aku ingin tahu dalam waktu dekat" perintah Isabella, tegas namun langsung menuju pada intinya.
"Baik nona" kata Sekertaris, lalu pergi meninggalkan ruangan.
Isabella mengambil kunci laci mejanya di dalam tas, membuka laci itu dan menemukan sebuah buku tua disana, buku memo milik kakaknya Derick Mikaelson, ia membuka isi buku itu, membolak-balikannya membaca tulisan di dalamnya.
"Apa manusia duyung itu betul-betul ada?" Gumam Isabella lirih, menutup buku itu dan mengembalikannya ke dalam laci meja lalu mengunci nya.
"Aku harus segera bertemu dengan gadis itu" ucap Isabella tegas.
.
.
.
.
.
"Aku pulang!" Seru Densha membuka pintu rumahnya.
"Selamat datang!!" Ucap Fuu gembira berlari menghampiri Densha.
"Hei, tebak aku membawa apa?" Tanya Densha dan menyodorkan dua kantung tas di depan wajah Fuu.
"Apa?" Tanya Fuu bingung, berusaha meraih tas belanjaan Densha.
"Mau tau?"
Fuu menganggukkan kepala dengan cepat, lalu tersenyum manis.
"Ayo kesini!!" ajak Densha, pria itu melepas sepatunya lalu berjalan menuju ruang tamu, menjatuhkan diri di atas sofa. Fuu mengikuti pria tampan di depannya itu seperti anjing kecil yang mengikuti majikannya.
"Bukalah" ucap Densha, mengusap lembut kepala Fuu. Gadis itu terkejut saat Densha menyentuh kepalanya, lalu tersenyum menatap Densha.
"Apa Fuu anak pintar?" Tanya Fuu polos dan tersenyum.
"Anak pintar??" Tanya Densha bingung.
"Katrina bilang, jika orang melakukan sesuatu yang benar akan di usap seperti ini" ucap Fuu lalu mengusap kepala Densha lembut.
"Itu artinya kau anak pintar, begitu kata Katrina" jelas Fuu pada Densha, pria itu tergelak dengan kalimat Fuu yang lucu.
"Aku melakukannya karena aku suka" kata Densha lalu tersenyum.
"Berarti Fuu tidak pintar?"
"Baik, baik. Kau pintar! Puas?" Ucap Densha mengusap kepala Fuu kuat, mengacak-acak rambut gadis itu.
"Hehe" Fuu tertawa kecil dengan perlakuan Densha kepadanya.
"Eh! Kau barusan tertawa?" Ucap Densha terkejut, ia jarang sekali melihat Fuu tertawa, bahkan tidak pernah, paling-paling Fuu hanya tersenyum.
"Tidak" kata Fuu cepat, gadis itu membuka tas belanja Densha, ia mengeluarkan banyak pakaian di dalam sana, yaahh.. pakaian baru untuk Fuu, dengan berbagai model.
"Pakaian?" Tanya Fuu lalu menatap Densha.
"Iya, itu untukmu!" jawab Densha datar.
Cup!!
Ciuman kilat mendarat di pipi kiri Densha, membuat pria itu terkejut setengah mati. Densha terpaku di posisinya, matanya membulat tidak percaya.
"Terima kasih" kata Fuu pelan menatap wajah Densha.
Gadis itu kembali ke posisinya semula, duduk di lantai membuka kantong belanja yang lainnya dengan senang. Densha diam membisu, terpaku di posisinya duduk, matanya membulat tidak percaya dengan kejadian kilat yang ia alami.
Di.. dia me.. me.. me.. mencium ku? - batin Densha, jantungnya berdegup dengan kencang, menyadarkan pikirannya lagi.
"Fuu" panggil Densha lirih, mata pria itu sayu pipi nya bersemu merah, ia mendekati Fuu yang duduk di lantai.
"Apa?" Tanya Fuu menatap ke arah Densha yang duduk di depannya.
Cup!!
Mata Fuu terbelalak kaget, ketika bibir Densha menyentuh bibirnya, gadis itu menahan nafas, ia sangat terkejut dengan tingkah Densha. Bibirnya dengan lembut m****** bibir mungil milik Fuu, ini adalah ciuman pertama Densha. Tanpa di sadari wajah Fuu memerah seperti kepiting rebus, keringat dingin muncul di dahinya. Melihat Fuu yang menahan nafas, Densha menghentikan ciuman nya, pria itu memundurkan tubuhnya, menundukkan kepala menyembunyikan wajah nya yang sedang tersipu malu.
"Densha" ucap Fuu lirih menyentuh bibirnya.
"Maaf" kata Densha pelan.
"Anu, di sini bergerak sangat cepat" ucap Fuu menunjuk ke arah jantungnya.
"Aku juga merasakan hal yang sama" kata Densha, pria itu memberanikan diri menatap mata Fuu.
"Hei, wajahmu memerah!" Ucap Densha lalu tersenyum.
"Eh! Tidak" teriak Fuu malu-malu, gadis itu menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya, menyembunyikan wajahnya yang memerah.
"Hahaha, sini" ucap Densha menarik tangan gadis itu hingga jatuh ke pelukannya.
Fuu membenamkan wajahnya ke dada Densha, kali ini ia membalas pelukan yang di berikan Densha, gadis itu tersenyum, ia merasakan sesuatu yang aneh di dalam hatinya namun tidak tahu apakah itu. Dalam kehidupan duyung nya tidak ada hal seperti ini.
"Densha?" panggil Fuu lirih, tetap memeluk pria itu.
"Ada apa?"
"Apa itu tadi?" Tanya Fuu penasaran, karena ini pertama kalinya Fuu merasakan ciuman, berbeda saat mati lampu di rumah Densha beberapa hari yang lalu, gadis itu tidak merasakan apapun saat itu.
"Apanya?" Tanya Densha bingung, melepas pelukannya, dan menatap Fuu. Gadis itu diam dan menunjuk ke arah bibirnya.
"Disini yang di makan, tapi disini yang bergerak dengan cepat" kata Fuu polos menyentuh bibirnya lalu menyentuh dadanya, tempat jantung berada.
"Bukan apa-apa!! Jangan di bahas!" Jawab Densha dengan cepat, wajah pria itu kembali memerah, ia tidak ingin menerangkan pada Fuu soal berciuman.
Pria itu berdiri, lalu berjalan dengan cepat menuju kamarnya, Fuu memandangi Densha hingga pria itu memasuki kamarnya.
"Tapi Fuu ingin tahu..." gumam Fuu pelan, membereskan pakaian yang di belikan oleh Densha.
BERSAMBUNG!!
Jangan lupa Like 😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 125 Episodes
Comments
na
bagus banget
2022-05-28
2
。.。:∞♡*♥
apakah dia akan jadi jahat 😈
2022-02-01
0
Yusnitaarni
duyung yang pintar 😄
2022-01-29
0