"Begitu ceritanya, hanya itu yang Fuu ingat"
Fuu menundukkan kepala sedih, gadis itu menangis pelan. Isabella menyeka air mata yang mengalir deras di pipinya, ia terisak-isak. Matanya menatap Fuu nanar.
Duh! Ingusku.. - Isabella menggosok-gosok hidungnya, mengelap cairan bening yang keluar dari lubang hidungnya.
"Ini bukan salahmu!" Isabella meraih jemari Fuu dan menggenggam nya erat. Fuu terkejut, ia menengadahkan kepalanya menatap Isabella.
"Kau bawa kemana jasad kakakku?"
"Kami membawanya ke suatu tempat, itu tempat di mana para duyung yang mati di pendam di dalam sana"
"Sebuah pemakaman?" Alis Isabella terangkat sebelah.
"Iya, benar" Fuu menganggukkan kepalanya.
"Setiap setahun sekali, Fuu pergi ke sana!" lanjut Fuu.
"Terima kasih Fuu!" ucap Isabella lirih.
"Entah bagaimana, aku merasa ini takdir. Aku tidak marah denganmu, aku juga tidak akan membenci bangsamu" imbuh Isabella.
"Terima kasih"
"Kenapa aku tidak bisa menghentikan air mata ini sih?!" Isabella terus-terusan mengelap pipinya yang basah.
"Maafkan Fuu, nona Isabella"
"Hei, sudah ku bilang ini bukan salahmu kan?" Isabella memaki gadis cantik di depannya itu.
"Lagipula, kau sudah baik memakamkan mereka dengan layak. Bahkan kau selalu mengunjungi mereka, biarkan rahasia identitas mu hilang bersama kakakku. Jika dia masih hidup, mungkin dia juga akan melakukannya untuk melindungi sejenis mu" jelas Isabella panjang lebar.
"Nona Isabella baik sekali" Fuu tersenyum menatap Isabella.
Ya ampun! Dia manis sekali - Isabella.
"Ayo, ku antar kau pulang!" bujuk Isabella lembut.
"Pulang?"
"Iya, ku antar kau ke rumah Densha"
Fuu terkejut, gadis itu menggelengkan kepalanya cepat.
"Ada apa?"
"Densha membenci Fuu" wajah Fuu berubah menjadi sedih.
"Apa?! Densha membencimu? Kenapa?" Isabella jadi penasaran.
"Fuu tidak tahu, Densha menyuruh Fuu pergi. Begitu saja"
"Apa kau yakin dia mengusir mu?"
Fuu menganggukkan kepala pelan.
"Lalu.. kau mau kemana?"
"Tidak tahu, Fuu hanya berjalan saja. Mungkin Fuu akan kembali ke laut"
"Eh! Tidak! Jangan kembali, aku senang bahwa gadis yang tinggal dengan Densha itu kau. Bukannya gadis lain"
"Apa maksud nona Isabella?" Fuu mengernyitkan dahinya.
"Ng.. Maksudku, kau ada hubungannya dengan kakakku. Jadi aku lebih mempercayaimu, setelah kematian Derick, aku hampir tidak percaya siapapun yang dekat dengan Densha. Dan untungnya anak itu menutup dirinya dari dunia luar! Ya walaupun sebenarnya itu tidak baik. Hehe"
"Fuu tidak mengerti!"
Aku hampir lupa dengan siapa aku bicara - Isabella.
"Kau tidak harus mengerti, intinya aku senang kau tinggal dengan Densha"
"Nona Isabella, apa nona akan memberitahu Densha tentang Fuu?"
"Memberitahu Densha.. Emm.. Aku tidak tahu"
"Tolong, jangan beritahu Densha. Fuu takut, Densha akan membenci Fuu"
"Kenapa dia harus membencimu?"
"Bagaimanapun juga, tuan dan nyonya Mikaelson mati karena melindungi Fuu" tubuh gadis itu gemetar mengingat suara tembakan yang membuat ia trauma sampai saat ini.
"Oh Fuu.. Densha akan mengerti" Isabella tersenyum menatap Fuu.
"Biarkan Fuu yang memberitahunya, suatu hari Fuu pasti akan mengatakannya. Fuu masih belum siap"
"Baiklah, tapi jika dia berbuat yang tidak baik padamu. Tolong kau bilang padaku!"
"Okay, baik"
"Haha.. Cara bicaramu itu lucu sekali! Kau harus lebih banyak belajar" Isabella tergelak mendengar cara bicara Fuu yang aneh.
Densha dan Moa berkeliling mencari Fuu, ia melewati banyak pertokoan dan pantai namun tidak ada tanda-tanda keberadaan Fuu disana.
"Cih! Sial! Bagaimana ini?"
"Apanya yang bagaimana?"
"Bagaimana jika Fuu tidak di temukan? Dimana ia akan tidur?" Densha mengacak-acak rambutnya sendiri. Pria itu kesal, sangat kesal, bisa-bisanya ia kehilangan Fuu untuk kedua kalinya.
"Hei, bersabarlah.. kita kan sedang mencarinya" Moa menyemangati Densha dengan gembira.
"Aku lelah Moa!"
"Apa?! Mana boleh kau lelah, dia belum ketemu loh!"
"Aku tahu! Tapi aku benar-benar lelah"
"Baiklah, kita istirahat sebentar disini"
Densha dan Moa terduduk di trotoar tepi jalan, melihat mobil yang melintas ke sana kemari. Hari semakin gelap, malam sunyi memeluk kota kecil itu.
"Hei bro, sudah lama kita mencarinya! Lebih baik kita pulang saja!"
"Tapi, bagaimana dengan Fuu?"
"Kita lanjutkan besok sepulang sekolah, bagaimana?"
"Ck! Aku lupa kalau besok sekolah"
"Sudah-sudah jangan emosi begitu. Aku yakin nona Fuu akan baik-baik saja!" Moa tersenyum menatap temannya.
Tut! Tut! Tut! Tut!
"Oi, ponselmu bunyi tuh!" Moa menatap ke arah ponsel Densha.
"Ini dari bibi"
"Ayo angkat!"
"Tidak usah! Tidak penting!" Densha meletakkan ponselnya kembali ke dalam saku celananya.
Tut! Tut! Tut! Tut!
"Yakin, tidak kau jawab dulu?"
"Ah! Baik-baik!"
Densha mengambil ponselnya dan mengangkat telepon dari Isabella.
"Halo?"
"DASAR K*PARAT KECIL!! KAU KEMANA SAJA HAH?! JAM SEGINI TIDAK ADA DI RUMAH!! KELUYURAN TIDAK JELAS, MAU JADI APA KAU INI?!"
Aku rasa gendang telingaku pecah - Densha.
Densha menjauhkan ponsel dari telinganya. Bahkan tanpa mengaktifkan speaker, Moa masih bisa mendengar teriakan Isabella. Moa tertawa mendengar sahabatnya itu di maki-maki.
"SUDAH TIDAK WARAS YA?! BICARA SEKENCANG ITU!!" Densha berteriak keras, membuat beberapa orang di jalan menoleh ke arahnya.
"Kau dimana?"
"Aku sedang bersama Moa!"
"Cepat pulang!"
"Aku sedang sibuk, aku ada urusan!"
"KALAU AKU BILANG PULANG YA PULANG! DASAR BODOH!!" Isabella masih berteriak-teriak.
"TELINGAKU SAKIT TAU!!"
Tut!
Densha mematikan ponselnya, ia menggosok-gosok telinga kanan nya yang terasa nyeri.
Bibi itu terbuat dari apa sih? Suaranya kencang sekali - Densha.
"Di suruh pulang ya?"
"Iya"
"Bibi mu ada di rumah?"
"Eh! Aku tidak tahu, bagaimana dia tahu aku tidak dirumah ya?"
Moa mengangkat bahu, tanda ia tidak mengerti.
"Sebentar, akan aku telepon bibi"
Tut! Tut! Tut! Tut!
"Ya ada apa?"
"Bagaimana bibi tau aku tidak di rumah?"
"AKU DI DEPAN RUMAHMU BODOH!! CEPAT PULANG!!"
"KENAPA KAU SUKA BERTERIAK SIH?!"
"AKU SUKA TUH!!"
"DASAR SINTING!"
Tut!
"Kalian ini kenapa sih? Kalau cara telepon kalian seperti itu, satu kota juga akan tau apa yang sedang kalian bicarakan" ucap Moa jengkel.
"Bibi itu yang duluan!" Densha mendengus kesal.
"Haha, kau harus mulai periksa telinga deh bro!"
"Benar! Rasanya ada yang tidak beres dengan telingaku!"
Moa dan Densha berjalan pulang ke rumah masing-masing, Densha berpisah dengan Moa ketika Moa telah sampai di depan gang rumahnya. Moa melambaikan tangan melepas kepergian Densha yang akan kembali kerumahnya. Wajah Densha sedih karena tidak berhasil menemukan Fuu.
"Tenanglah! Dia pasti ketemu!" Teriak Moa menyemangati Densha dari jauh.
"Ya, terima kasih ya? Atas bantuan mu hari ini!" Seru Densha, pria itu tersenyum menatap sahabatnya.
Sesampainya di depan jalan arah rumahnya, ia melihat mobil Isabella terparkir disana. Sopir Isabella sedang menunggu di dalam mobil.
Bibi beneran di sini ya? Huft.. - Densha.
Pria itu menghela nafas berat, ia melangkahkan kaki memasuki halaman rumahnya. Mendapati bibi nya berdiri di depan pintu dengan seorang gadis yang ia kenal, senyum tipis terukir di wajah tampan pria itu. Isabella bisa melihat senyum manis keponakannya itu, dalam hatinya Isabella merasa sangat senang.
Lihat senyumnya itu! Hah.. percintaan remaja memang menggemaskan, mereka sangat imut - Isabella menahan senyumnya, ia mengalihkan pandangan ke tempat lain.
Fuu? - ucap Densha dalam hati.
"Eh! Tapi kenapa bisa dengan bibi?" Gumam Densha lirih. Saking lirihnya Isabella pun tidak bisa mendengarnya.
"Ah! Ha.. halo bibi?" Densha melambaikan tangan ke arah Isabella, ia berjalan mendekati bibi nya.
Bagaimana ini? - batin Densha kebingungan.
"Hemm!" Isabella melirik keponakannya kesal, wanita itu sudah berdiri terlalu lama di depan pintu.
"Ng.. anu.. itu siapa?" Densha menunjuk ke arah Fuu yang saat ini sedang sembunyi di balik punggung Isabella. Pria ini pura-pura tidak mengenali Fuu, karena waktu itu ia membohongi bibinya bahwa tidak ada perempuan yang tinggal serumah dengannya.
"Siapa yang kau maksud? Apa gadis ini?" Isabella menunjuk Fuu dengan ekor matanya, ia sadar bahwa Densha hanya pura-pura tidak mengenali Fuu.
"Emm.. iya" kata Densha menganggukkan kepala.
Isabella menghela nafas berat, matanya melotot menatap keponakannya.
Bug! Bug! Bug!
"BERANINYA PURA-PURA TIDAK KENAL?! DASAR SET*N KECIL!!" Isabella memukuli lengan Densha dengan gemas.
"Aduh.. Duh.." Densha meringis kesakitan, menahan pukulan dari Isabella. Fuu terkejut dengan aksi Isabella, ia menggelengkan kepala dan berusaha melerai kedua manusia itu.
"Jangan! Jangan pukuli Densha!" Ucap Fuu, memisahkan Isabella dan Densha.
"BIARKAN SAJA!! PRIA BR*NGSEK TIDAK BERTANGGUNG JAWAB BEGINI HARUS DI BERI PELAJARAN!!" Isabella teriak-teriak seperti biasanya, suara wanita ini memang cukup keras. Apalagi jika berhubungan dengan Densha.
"Gggrrr!!" Fuu mengerang, melihat Isabella terus memukuli pria yang memberinya tempat tinggal, makan dan pakaian. Entah kenapa dada Fuu terasa sesak melihat Densha yang kesakitan.
"SUDAH FUU BILANG HENTIKAN!!"
Teriakan Fuu membuat telinga Isabella dan Densha berdengung, kedua manusia itu refleks menutup kedua telinga mereka. Isabella mengorek-ngorek lubang telinganya, mengecek apakah ada luka di sana. Densha pun melakukan hal yang sama dengan apa yang dilakukan bibinya.
"Syukurlah.. tidak berdarah!" Ucap Densha senang.
"Ya ampun, ternyata ada yang lebih menyakitkan dari suara teriakan ku!" Isabella menggelengkan kepala menatap Fuu yang terdiam, ia mengelap jari yang ia gunakan untuk memeriksa telinganya ke jaket yang di pakai Densha di sampingnya.
"HEI!! BIBI INI SEENAKNYA SAJA!" Densha kesal, ia melepas jaket yang ia kenakan, pria itu merasa jijik dengan tingkah Isabella barusan.
"Ada apa?" Isabella bertanya tanpa merasa berdosa sama sekali pada keponakannya.
"Mau di bilang bodoh tapi sudah tua" gerutu Densha kesal.
"HEI!! SIAPA YANG KAU BILANG SI BODOH TUA?!"
"Apa? Aku tidak bilang apa-apa tuh!"
"BOHONG!! KAU MENGATAI AKU KAN?!"
"YA!! AKU BILANG 'MAU DI BILANG BODOH TAPI SUDAH TUA' APA BIBI PUAS?!"
"Kau ini kenapa? Teriakan mu itu..." Isabella menutup kedua telinganya.
"Hah.. Aku rasa Moa benar, aku benar-benar harus periksa telinga!" Densha menghela nafas. Membuka kunci rumah, pria itu masuk ke dalam rumah sambil terus mengorek-ngorek lubang telinganya secara bergantian kiri dan kanan. Pandangan Fuu mengikuti Densha, gadis itu pergi menyusul Densha ke dalam rumah. Ia mendapati Densha tengah duduk di atas sofa, pria itu menyandarkan bahunya pada sofa, menatap langit-langit ruang tamunya.
Telingaku benar-benar sakit! - Densha.
"Densha.." panggil Fuu pelan, gadis itu sedikit gugup.
"Hemm?" Densha menjawab tanpa menatap Fuu.
"Anu... itu..."
"Apa?" Densha menoleh ke arah Fuu.
"Katakan saja Fuu"
"Maaf..." Fuu menundukkan kepalanya.
"Untuk apa? Aku yang harusnya minta maaf, aku membentak mu! Tapi.. bagaimana kau bisa datang bersama bibi?"
"Eh! Itu... Fuu tadi..."
"Kami bertemu di jalan! Aku tahu kalau kau tinggal dengan seorang gadis di rumah ini, huh! Pakai bohong segala!" Isabella duduk di sofa seberang Densha, ia meletakkan tas jinjing nya di atas meja. Wanita itu mendengus kesal. Densha menatap bibinya serius.
"Apa bibi memata-matai ku?"
"Mau bagaimana lagi?"
"Bibi ini, sudah aku bilang jangan memata-matai ku seenaknya!"
"Hei bung! Aku hanya penasaran dengan siapa kau tinggal. Aku sudah tidak melakukannya lagi, jadi tenang saja!"
"Benarkah?"
"Iya, aku serius!!" Isabella tersenyum manis di depan keponakannya.
"Bibi jadi aneh kalau tersenyum begitu"
"Dasar anak kurang ajar!" Isabella merengut, ia menyesal telah tersenyum kepada Densha.
"Kenapa berdiri saja? Duduk di sini!" Densha menepuk tempat kosong di sampingnya, menyuruh Fuu agar duduk di sebelahnya. Gadis itu menurut dan duduk di samping Densha.
"Wah-wah, manis sekali" Isabella cengengesan memperhatikan tingkah Densha yang menggemaskan.
"Apa sih?!"
"Ehem!" Isabella berdeham.
"Sebaiknya aku kembali!"
"Ya, memang lebih baik begitu!"
"Kau ini benar-benar mirip ibumu! Sifat mu itu" Isabella menunjuk ke arah Densha.
"Aku kan memang anak mereka!"
"Baiklah.. Aku pulang! Oh iya.. Jaga dia dengan benar!" Isabella menunjuk Fuu dengan matanya.
"Apa bibi tidak membawanya?" Tanya Densha ragu.
"Untuk apa? Kau senang kan dia di sini?"
"Apa?! Tidak tuh! Biasa saja!" Wajah Densha memerah, tebakan bibinya tepat sasaran.
Cih! Berbohong dengan wajah merah begitu? - Isabella.
"Wajahmu memerah tuh!"
"Ck! Hentikan bibi!" Densha berusaha menutupi wajahnya dengan kedua tangannya.
"Haha, kau manis sekali!" puji Isabella.
"Dah.. " Isabella melambaikan tangan, ia memasuki mobilnya dan pergi meninggalkan jalanan rumah Densha. Setelah memastikan bibinya benar-benar jauh dari rumahnya, Densha menutup pintu rumahnya dia berbalik menatap Fuu yang berdiri tepat di belakangnya.
"Nah.. sekarang giliran mu? Kemana saja kau?!" Densha menatap Fuu dengan serius.
"Fuu tidak kemana-mana" gadis itu memundurkan tubuhnya menjauhi Densha.
"Taukah kau, aku mencari mu" Densha berjalan terus mendekati gadis cantik di depannya.
"Fuu pergi karena Densha meminta Fuu untuk pergi, Densha membenci Fuu" gumam Fuu lirih, ia tidak menatap Densha sama sekali. Langkahnya terhenti, karena dinding tembok di belakangnya.
"Membencimu?"
Fuu menganggukkan kepalanya pelan.
"Kau pikir.. Aku membencimu?"
"Densha bilang 'pergi lah Fuu' jadi Fuu pergi"
"Tatap aku!" Perintah Densha tegas.
"Kenapa?" Fuu menengadahkan kepalanya pelan.
"Maafkan aku.." Suara Densha terdengar parau. Matanya terlihat sedih.
"Densha tidak perlu min...."
Cup!
Maafkan aku.. Aku tidak tahan untuk tidak mencium mu - Densha.
Mata Fuu terbelalak menatap pria di depannya itu, pria yang tengah menciumnya saat ini. Entah kenapa jantung Fuu berdegup dengan kencang, perasaan aneh dan gelisah melintas di sekujur tubuhnya.
Bibir Densha hangat.. - ucap Fuu dalam hati.
Tapi Fuu tidak bisa bernafas.
Uhuk! Uhuk! Uhuk!
Densha terkejut, ia menghentikan ciumannya karena Fuu sepertinya kesulitan bernafas. Pria itu tersenyum, ia gemas dengan tingkah Fuu yang aneh.
"Kenapa kau tidak bernafas?" Densha menarik tubuh Fuu ke pelukannya, pria itu tertawa senang.
"Bernafas?"
"Iya, kenapa kau menahannya. Melihat caramu menerima ciumanku, sepertinya kau tidak pernah melakukannya" kata Densha, ia menertawai Fuu.
"Fuu memang tidak tau caranya dan Fuu tidak pernah melakukannya"
"Benarkah? Jadi aku ciuman pertamamu?"
Fuu menganggukkan kepalanya pelan.
Syukurlah.. - Densha.
"Densha? Jantung Fuu berdegup dengan cepat"
"Benarkah?"
"Iya, Fuu merasa aneh di sini" gadis itu menunjuk ke arah dadanya.
"Kau berdebar"
"Berdebar?"
"Itu terjadi, saat kau menyukai seseorang"
"Menyukai?"
"Iya, katakan padaku. Apa kau menyukaiku?"
"Fuu memang menyukai Densha"
Sepertinya aku terlalu cepat menanyai nya, jelas dia tidak tahu maksud ucapan ku! - Densha.
"Hah.. Lupakan saja Fuu! Ayo tidur!"
"Okay, baik"
Bersambung!!!
Jangan lupa Like, rating, Vote, komentar dan Follow yak!! 😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 125 Episodes
Comments
Abal42
OOO pantes Thor Fuu takut liat pistol atau semacamnya lah pokoknya karna trauma
2022-06-30
0
Just Rara
aiih fuu sm densha bikin baper...
2021-03-07
2
Saniia Azahra Luvitsky
awwwwwww di bikin baperrrrrr sama fuu dan densha
2021-02-21
3