"Derick! Hentikan! Jangan menilai orang sesukamu!"
"Aku benar Shanaz! Dia bukan orang baik!"
"Cukup!!" Shanaz membentak suaminya cukup keras, membuat Derick terkejut.
Kringg! Krriinnggg! Krriiinngg!
Telepon rumah keluarga Mikaelson berdering, Shanaz buru-buru mengangkat gagang telepon itu.
"Halo?"
"Shanaz.. ini aku"
"Profesor?" Shanaz melirik ke arah Derick yang memperhatikannya sekilas.
"Ada apa profesor?"
"Begini, kau tahu darah binatang itu bisa menyembuhkan hamster di laboratorium kita yang tengah lumpuh" David terdengar senang di ujung sana.
"Benarkah?"
"Iya, aku tidak bohong. Bahkan aku sudah menceritakan semuanya kepada teman-teman seangkatanku"
"Apa?! Profesor.. bukankah saya menyuruh anda untuk tidak membicarakan hal ini pada siapapun"
"Maafkan aku Shanaz, tapi penemuan mu ini harus di tunjukan ke dunia. Kita bisa menyelamatkan mereka yang bertahun-tahun sakit"
"Tapi itu menggunakan darah duyung yang tidak bersalah profesor!" bantah Shanaz.
"Aku tahu! Darah kan bisa terus di produksi setiap makhluk hidup"
"Tapi itu tidak benar, anda tahu betapa serakahnya umat manusia jika menemukan sebuah harta kan?"
"Ya, aku rasa. Aku termasuk umat manusia yang serakah!"
"Profesor.." wajah Shanaz pucat pasi.
"Dengarkan aku! Kau mau atau tidak, duyung itu akan menjadi milikku. Tidak peduli seberapa banyak darah mereka yang terambil, yang penting kehidupan manusia akan sejahtera, kita juga bisa membantu para militer yang mengalami kelumpuhan. Bukankah itu hal baik?"
"Tidak baik bagi duyung itu profesor, anda salah! Yang anda lakukan ini salah. Tolong hentikan!" Shanaz berkata dengan tegas.
"Dasar anak bodoh! Kau sudah terlambat aku sudah menghubungi orang organisasi kedokteran, kami akan datang kerumah mu bersamaku nanti malam" ancam David.
"Tidak, ku mohon. Jangan lakukan itu"
"Terima kasih, Shanaz!"
Tut!
Shanaz menangis, ia jatuh lemas ke lantai. Ucapan suaminya benar, profesor David bukanlah orang baik, ia egois, ia hanya mementingkan dirinya sendiri. Dia tidak memikirkan kehidupan makhluk lain, yang ia inginkan hanya menjadi terkenal karena bisa menyembuhkan segala penyakit dengan darah duyung.
Bagaimana ini? Apa yang harus aku lakukan? - Shanaz.
"Hei.. Ada apa?" Derick mendekati istrinya yang duduk di lantai sambil menangis, ia bingung dengan perubahan sikap Shanaz yang terlalu mendadak.
"Kau.. benar, hiks.. hiks" Shanaz mengusap air matanya, ia menatap Derick lalu memeluk suaminya erat.
"Ada apa?"
"Profesor itu, akan membawa orang dari organisasi kedokteran kemari. Ia menyalahgunakan kepercayaan ku, ia ingin mengambil nona duyung dan Fuu" Shanaz menangis dengan kencang.
"Apa?! Itu tidak boleh!"
"Apa yang harus aku lakukan? Jika semua orang tahu mereka ada dan mereka mampu menyembuhkan berbagai penyakit, bukankah semua orang akan memburu mereka di lautan? Aku ini bodoh sekali"
Derick memeluk istrinya, berusaha menguatkan Shanaz agar tidak terpuruk.
"Aku sudah berulang kali berusaha memberitahumu, tenang lah! Semua akan baik-baik saja!"
"Yahh.. kau benar!" Shanaz menyeka air matanya, lalu bangkit berdiri.
"Aku akan melepaskan nona duyung dan Fuu ke lautan, aku juga akan menghancurkan semua bukti tentang keberadaan mereka"
"Aku akan selalu mendukungmu sayang..."
Derick mencium kening Shanaz, ia membantu Shanaz meletakkan Fuu dan ibunya di dalam sebuah tong berisi air. Kemudian mengangkatnya dan memasukkannya ke dalam mobil mereka.
"Biar aku saja yang pergi!" Shanaz memegang jemari suaminya.
"Tidak! Kita berdua akan pergi"
"Jika kita berdua, aku takut jika nanti terjadi suatu hal buruk. Putra kita akan kesepian"
"Itu tidak akan terjadi, aku yakin semuanya akan baik-baik saja" Derick berusaha menenangkan istrinya.
"Kalian mau kemana malam-malam begini?" Isabella muncul bersama Densha kecil di pelukannya.
"Densha..." Shanaz mendekati Isabella, ia memeluk Densha dan mencium kening anak itu.
"Kami akan pergi sebentar!" Derick juga mencium putranya, ia sangat menyayangi Densha.
"Kemana kakak?"
"Kami akan ke laut, ada urusan di sana"
"Urusan apa malam-malam begini?"
"Urusan penting!" Derick meyakinkan adiknya untuk percaya padanya.
"Bella, maukah kau menjaga Densha?"
"Hei.. aku kan memang selalu menjaganya"
"Bagus! Anak pintar!" Derick mengusap-usap rambut Isabella gemas.
"Ini" Shanaz memberikan sebuah buku memo miliknya dan Derick pada Isabella.
"Apa ini?"
"Jaga buku ini hanya untuk dirimu, jangan pernah kau berikan pada siapapun! Berjanjilah"
"Apa'an sih?" Isabella semakin bingung, ia menerima buku jurnal itu, lalu kembali menggendong Densha.
"Kami pergi dulu ya?"
"Hati-hati kakak!" Isabella melambaikan tangan ke arah mobil Derick dan Shanaz yang melaju keluar halaman rumah.
.
.
.
.
.
.
"Kau menangis?"
"Entah kenapa, aku merindukan puteraku" Shanaz menatap kaca mobil sedih.
"Dia juga puteraku!"
Sesampainya di pantai mereka mengangkat tong besar ke arah bibir pantai, nona duyung mengintip dan menatap bingung ke arah pasangan suami istri itu.
"Kita lepaskan disini?"
"Ya, disini saja!"
Derick memiringkan tong, membiarkan Fuu keluar lebih dulu dan berenang ke laut.
DDOORR!!
Suara senapan mengejutkan mereka berdua, nona duyung tetap di dalam tong ketakutan. Sedangkan Fuu mengintip dari batuan karang tidak jauh dari tempat Derick dan Shanaz berdiri.
"Jangan bergerak Shanaz!" Perintah seseorang di belakang mereka, Derick memberanikan diri untuk melihat siapa yang ada di belakang mereka.
"David?" Derick terkejut.
"Apa yang kalian lakukan disini? Apa isi tong besar itu?"
"Bukan urusanmu!"
"Huh! Kau mau membuang duyung itu hah?! David mendekat dengan tetap menodongkan pistol ke arah mereka berdua. Seseorang dari asosiasi kedokteran juga berada disana, ia juga menodongkan pistol ke arah mereka.
"Apa-apa'an ini?"
"Shanaz! Kembalikan duyung itu padaku!"
"Ini bukan punya anda!!" Shanaz menatap tajam ke arah David.
"Kembalikan!"
"Coba saja jika anda berani!"
"Kau menantang ku?"
David menodongkan pistol tepat ke arah kepala Shanaz, ia bersiap untuk menembakkan senapannya. Shanaz menutup matanya takut.
"Tidak!" Derick berteriak, mencoba menghalangi dan melindungi istrinya.
"Pria brengsek! Dari awal aku tidak suka kau menikahi Shanaz!!"
DOR! DOR! DOR!
Tiga tembakan mengenai dada Derick, membuat pria itu berlumuran darah dan jatuh, Shanaz sigap menangkap tubuh Derick. Wanita itu menangis sekencang mungkin, ia kehilangan suami yang sangat ia cintai.
"Tidak!! Kenapa? Kenapa kau melakukan ini?" Wajah Shanaz berlinangan air mata, memeluk jasad suaminya.
Nona duyung tegang, ia mengintip dari lubang kecil di dalam tong. Ia menggelengkan kepala melihat apa yang ia saksikan. Sedangkan Fuu kecil ketakutan dan menangis dari balik batuan karang, ia menyelam ke dasar laut. Mencoba mencari bantuan, Fuu mengeluarkan suara tangisan duyung berusaha memanggil duyung-duyung lain.
"Aku tidak suka suamimu! Dia terlalu berisik!"
"Pria brengsek!!" Maki Shanaz.
Shanaz berdiri berusaha menyerang David, dan merebut pistol dari tangannya. Orang dari asosiasi kedokteran bersiap untuk menembak Shanaz, namun di gagalkan oleh nona duyung yang tiba-tiba melompat dari dalam tong menyerang orang itu, nona duyung menusuk jantung orang itu dengan ujung siripnya yang tajam, membuat orang itu tidak berdaya, bahkan meninggal seketika. David yang melihat kejadian itu mendorong Shanaz hingga terjatuh lalu menembak nona duyung tepat di kepalanya berkali-kali.
"TIDAK!!" Shanaz berteriak, matanya membulat badannya benar-benar lemas tidak berdaya melihat semua pembunuhan di depan matanya.
Darah nona duyung itu mengalir deras dari bagian kepalanya, ia menggelepar tidak berdaya, menunjuk ke arah Shanaz yang menangis. Seolah ingin bilang terima kasih namun tidak bisa, ia tersenyum dalam detik-detik kematiannya.
"Haha! Sekarang tinggal kau dan aku!" David tertawa terbahak-bahak.
"Kau lihat? Ini semua ulah mu! Gara-gara sifat mu yang keras kepala, semua orang yang kau sayangi mati mengenaskan!" David menunjuk ke arah Derick dan nona duyung.
"Kau! Apa yang kau lakukan hah?!" Shanaz berlari dengan cepat menabrakkan tubuhnya ke arah David, ia memukul-mukul wajah David sambil menangis, wanita itu benar-benar tidak berdaya saat ini. Ia menangis tersedu-sedu.
"Wanita sialan! Mau mati juga hah?!" David menjambak rambut Shanaz dan menghantamkan kepala Shanaz ke batu besar di pantai itu, ia menghantamkan kepala wanita itu berkali-kali sampai Shanaz benar-benar tidak bernyawa.
"Huh! Merepotkan sekali!" Setelah memastikan Shanaz benar-benar tidak bernyawa, David membalikkan badannya menatap jasad nona duyung yang perlahan berubah menjadi pasir.
"Setelah mati jadi begini ya? Pantas saja tidak pernah di temukan tulang belulang duyung, kau ingin menyembunyikan keberadaan mu di dunia ini hah?!" David berteriak sendirian, ia tertawa senang.
Whuuss!!
"Ughh!" David terkejut melihat sebuah tombak panjang menembus perutnya dari belakang, ia jatuh tersungkur.
David melihat beberapa ekor duyung memunculkan setengah badannya ke permukaan air menatap dingin ke arahnya, diantara mereka ada yang membawa tombak seperti tombak yang menembus perutnya. Dan ada duyung kecil yang ia kenali, ia adalah Fuu, duyung kecil itu menangis tak henti memeluk jasad Derick.
"Aku meremehkan mu duyung kecil!" Gumam David lirih, itu adalah kata-kata terakhir David sebelum ia akhirnya benar-benar meninggal.
Fuu menyeret sirip kecilnya ke daratan ia menangis kencang memeluk ibunya, ia juga berusaha membangunkan Shanaz namun itu sia-sia. Shanaz juga telah meninggal dunia akibat perdarahan hebat di kepalanya.
"I... i... bu" ucap Fuu pelan, yang menatap ibunya perlahan menjadi pasir.
Ketua duyung memerintahkan para duyung untuk mengambil jasad mereka dan membawanya ke dalam air, dan sebagian duyung wanita berusaha menenangkan Fuu, mengajak Fuu masuk ke dalam kelompok mereka. Mereka berenang berkelompok, membawa ke empat jasad manusia dan satu jasad duyung ke dalam lautan yang paling dalam dari yang terdalam. Sepanjang perjalanan menuju ke suatu tempat itu Fuu menangis tanpa henti, ia terus menggenggam erat jemari Derick dan Shanaz secara bergantian.
Kringg!
Kringg!
Kringg!
Kringg!
"Halo? Dengan keluarga Mikaelson"
"........"
"Apa?! Tidak mungkin"
"......."
"Ya, saya akan ke sana!"
Isabella bergegas menuju lokasi yang di tunjukkan oleh penelepon tadi, sesampainya di lokasi. Ia melihat mobil kakaknya di jalanan tepi pantai, di bibir pantai terlihat banyak polisi yang sedang bertugas. Dan ada garis kuning disana, Isabella di ijinkan melewati garis kuning itu.
"Permisi, ada apa ini?" tanya Isabella penasaran.
"Begini, sepertinya kakak anda terlibat pembunuhan nona"
"Apa? Kakak saya orang baik"
"Ya, saya tidak bilang kakak nona itu jahat kan? Justru kakak anda yang jadi korban di sini"
Seperti petir menyambar dirinya, Isabella terkejut tidak percaya. Ia mengedarkan pandangan ke arah TKP banyak sekali bercak darah berceceran disana. Isabella menutup mulutnya dengan kedua tangan, matanya berkaca-kaca.
"Dimana jasad mereka?"
"Itulah nona, kami tidak menemukannya"
"APA MAKSUDMU TIDAK MENEMUKANNYA!! ITU KAN TUGASMU!!" Isabella meledak, ia sedih dan marah. Gadis itu menangis sejadi-jadinya memanggil nama kakaknya berulang-ulang.
"Kakak.. kakak.. hiks.. hiks.. kakak.. hiks.. kakak" Isabella menangis dan terus menangis.
"Nona, mohon bersabar!" ucap seorang polisi yang iba melihat Isabella.
Bagaimana caraku memberitahu Densha tentang kejadian ini? bagaimana aku bisa hidup sendirian? Bagaimana aku menjalankan bisnis keluarga? Kakak bahkan belum mengajariku apapun. Densha sebagai pewaris tunggal juga belum cukup umur untuk memegang perusahaan, kakak kenapa? Apa yang terjadi? Kakak ipar juga dimana? Hiks.. hiks.. - Isabella.
Isabella menghubungi pengacara keluarga, menceritakan semua yang telah terjadi versi umum dari kepolisian. Karena polisi hanya menduga-duga permasalahan nya, mereka tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi saat itu. Tidak ada jasad yang di temukan, hanya bercak darah di sana-sini, yang di duga darah Derick, Shanaz dan sang pembunuh. Melalu pistol yang tertinggal di sana, pembunuh itu dapat di ketahui. Bahwa ia adalah David, dengan begitu Isabella memberi hukuman yang setimpal untuk keluarga David. Dengan kekuasaan yang ia miliki, ia mampu membuat orang menjadi sengsara atau bahkan pindah ke jalanan hanya dalam satu malam. Ia benar-benar dendam dan ingin membuat seluruh silsilah keluarga David menderita.
Aku tidak akan pernah memaafkan keluarga David seumur hidupku - Isabella.
Isabella mulai memegang perusahaan di umurnya yang masih muda, ia membayar banyak baby sitter untuk menjaga dan merawat Densha, ia tetap pulang ke rumah setiap malam. Semangat hidupnya saat ini hanya Densha, terkadang Isabella menangis menatap keponakannya yang masih kecil itu, ia begitu mirip dengan Derick kakaknya. Isabella selalu menghindar ketika Densha menanyakan di mana kedua orang tuanya, wanita ini tidak siap untuk bercerita apapun pada Densha.
Saat Densha menginjak 10 tahun, ia tidak meminta apapun pada Isabella. Densha hanya ingin tahu dimana kedua orang tuanya, ia memaksa Isabella dan mengancam akan pergi dari rumah jika tidak di beritahu secepatnya. Demi keponakannya yang paling ia sayangi dan satu-satunya peninggalan hidup dari kakaknya, Isabella menceritakan semuanya pada Densha, bahkan Isabella menunjukkan buku jurnal milik ibunya, buku itu berisi tentang penelitian ibunya terhadap putri duyung. Reaksi anak itu biasa saja sampai Isabella selesai dengan ceritanya, namun yang membuat Isabella khawatir adalah Densha selalu mengurung diri di kamar setelah mendengar cerita dari Isabella, bahkan suster di rumahnya dibuat khawatir karena tuan muda nya tidak mau pergi ke sekolah, ia tidak mau pergi keluar rumah sama sekali. Dengan reaksi Densha yang seperti itu, Isabella mulai mengambil Home schooling untuk Densha dan ia semakin mempercepat waktu pulangnya dari kantor demi keponakannya itu.
"Bibi?"
"Ada apa? Apa ada hal yang tidak kau mengerti?" Isabella duduk di sebelah Densha yang tengah belajar.
"Tidak. Apa bibi percaya, duyung itu ada?"
"Entahlah, kenapa kau menanyakannya?"
"Karena.. di jurnal mama, mama meneliti mereka. Dan aku ingat mama pernah bilang bahwa kita harus mengasihani setiap makhluk hidup di bumi ini" Densha menatap Isabella.
"Ya, kita memang harus berbuat baik pada setiap makhluk hidup. Itu ajaran ibumu yang paling berharga!" Isabella mengusap kepala Densha lembut.
"Apa duyung yang membunuh mama?"
Isabella terkejut bukan main, bagaimana mungkin anak sekecil itu membahas hal yang biasanya di bahas oleh orang dewasa.
"Oh.. Sayang.. itu tidak mungkin, bukankah ibumu bilang mereka baik" jelas Isabella, sejujurnya ia tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi saat itu.
Bersambung!!
Jangan lupa Like, Komentar, Vote dan rating! 😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 125 Episodes
Comments
Abal42
terharu aku Thor😭😭
2022-06-30
0
Noridayu Razimi
wow tak sabar nk tau pengghujungnya
2022-02-26
1
Buedafi
😭😭
2021-10-24
0