Di sore hari yang indah, keluarga kecil seorang pengusaha kaya raya tengah piknik di tepi pantai. Mereka terlihat sangat bahagia, ini pertama kalinya bagi mereka membawa putra tunggal mereka ke pantai. Saat ini putra mereka berusia tiga tahun, tentu ini waktu yang tepat untuk mengenalkannya pada dunia luar.
"Sayang.. Coba lihat kemari?"
"Mama"
Cekrik! Cekrik! Cekrik!
"Kau mengambil fotonya terlalu banyak"
"Memang kenapa? Dia kan anakku!" Shanaz merengut menatap suaminya Derick Mikaelson.
"Dia juga anakku" Derick tertawa, ia mencubit pipi istri cantiknya.
"Densha.. Mau lomba dengan mama dan papa?"
"Lomba?"
"Kita lomba lari, sampai disana!" Shanaz menunjuk ke arah rerumputan di tepi pantai.
"Aku pasti kalah"
"Oh sayang.. Jangan menyerah sebelum mencoba, papa yakin Densha lebih cepat dari papa dan mama" Derick memeluk putranya, mencium kening Densha.
"Densha kan lebih kecil dari mama dan papa"
"Tapi Densha lebih kuat" Shanaz mengusap kepala putranya lembut.
"Okay mam"
Shanaz, Densha dan Derick mengambil ancang-ancang untuk memulai lomba kecil mereka.
"Siap?"
Densha dan Derick menganggukkan kepala, menatap lurus ke arah rumput liar garis finish mereka.
"Mulai!!" Seru Shanaz, mereka bertiga berlari sambil tertawa bahagia. Shanaz dan Derick berlari pelan, membiarkan putranya agar memenangkan lomba. Sesampainya di garis finish Derick menggendong putranya, memberinya selamat, menciumi putra tunggalnya. Ia sangat menyayangi Densha.
"Eh! Di mana mama?" Derick celingak-celinguk mencari istrinya yang tidak kunjung sampai di garis finish.
"Papa, itu mama" Densha menunjuk ke arah mamanya yang sedang berjongkok memperhatikan sesuatu di pepohonan rimbun, merasa khawatir Derick berjalan mendekati Istrinya.
"Sayang.. Ada apa?"
"Sssttt!!" Shanaz mengacungkan jari telunjuk di depan bibirnya menatap suami dan anaknya secara bergantian, menandakan agar Derick diam.
Derick menatap putranya, mereka berdua sama-sama mengangkat bahu, bingung dengan apa yang sebenarnya di lihat Shanaz.
Perlahan Shanaz mengintip ke arah rumput tinggi di balik pohon, membuka rumput liar itu pelan-pelan. Matanya terkejut, ia menutup mulutnya dengan kedua tangan, badannya refleks mundur beberapa langkah. Dengan pandangan nanar ia menatap suami tercintanya.
"Du.. du.. du.. duyung" bisik Shanaz pelan, dan menunjuk ke arah rumput.
"Apa?" Derick mengernyitkan dahi tidak percaya, ia menyerahkan Densha agar Shanaz menggendongnya.
Derick memeriksa apa yang di lihat oleh istrinya, ternyata benar! Itu adalah putri duyung, sepertinya dia kesulitan dalam mengatur nafas. Badannya pun mulai berlumuran darah, Derick memundurkan badannya, keringat dingin muncul di dahinya, wajahnya menjadi pucat pasi. Tatapan Derick benar-benar kosong, otaknya tidak sanggup berpikir saat ini.
"Sepertinya ia tengah mengandung" ucap Shanaz.
"Apa?"
"Kau lihat perutnya?" Shanaz berbisik pada Derick pelan.
"Mama.. ada apa disana? Aku juga ingin melihatnya"
"Ssshhh!! Tidak boleh" Ucap Shanaz lembut dan mencium pipi putranya.
"Apa yang harus kita lakukan?"
"Aku ingin menolongnya" kata Shanaz antusias, ia tersenyum senang. Ini pertama kalinya Shanaz tau bahwa duyung benar-benar ada di dunia, setahunya putri duyung atau siren adalah makhluk mitologi yang keberadaannya di anggap tidak pernah ada.
Perlahan Shanaz memberanikan diri membuka semak-semak dan mendekati duyung tersebut. Duyung itu menatap Shanaz, kondisinya sangat lemah sehingga ia tidak bisa melawan saat ini. Duyung itu ketakutan, ia berusaha menyeret tubuhnya agar menjauhi Shanaz.
"Tidak, jangan pergi! Aku tidak akan menyakitimu"
"Kiikkkk kkiiikkkk" duyung itu mencoba berbicara, namun ia hanya mengeluarkan suara lengkingan dari mulutnya. Rupanya ia tidak bisa berbicara bahasa manusia.
"Kau tidak bisa bicara?" Shanaz mendekat dan menyentuh tangannya, namun duyung itu menarik tangannya, ia mengerang pada Shanaz.
"Tidak apa-apa aku seorang dokter, aku bisa membantumu! Kau sedang mengandung kan?" Shanaz mengusap lembut perut si putri duyung.
Duyung itu bernyanyi, mengeluarkan senandung indah, ia mencoba berbicara dengan Shanaz tapi sia-sia. Nyanyiannya tidak mempan untuk Shanaz, padahal itu satu-satunya cara dia berkomunikasi. Ia menyerah, menatap Shanaz sedih, berusaha meminta tolong pada Shanaz, duyung itu memegangi perutnya. Rupanya ia akan segera melahirkan.
"Ada apa? Apa kau akan melahirkan?" Suara Shanaz terdengar panik saat duyung itu mulai kesakitan.
"Astaga! Sayang! Cepat kemari" Shanaz berteriak memanggil Derick. Mendengar teriakkan istrinya Derick buru-buru menghampiri Shanaz.
"Eh! Kau sendiri? Dimana putra kita?"
"Dia mengemasi mainannya, pintar sekali kan?" Ucap Derick bangga.
"Benar" Shanaz tersenyum bangga.
"Ada apa kau memanggilku?"
"Ya Tuhan!! Hampir lupa. Ini... dia akan segera melahirkan! Kita harus membawanya pulang"
"Tunggu! Apa? Membawanya pulang?" Derick menatap duyung yang sedang kesakitan di depannya, duyung itu terus memegangi perut besarnya.
"Bantu aku memasukkannya ke dalam mobil"
Shanaz bersiap menggendong si Putri duyung, mau tidak mau Derick harus membantu istrinya, bagaimanapun ia tidak bisa menentang jiwa sosial istrinya. Yah.. Shanaz adalah seorang Dokter bedah ternama, bisa di bilang dia adalah ilmuwan, namun ia sangat mencintai lautan sehingga ia meneruskan pendidikannya dan mengambil mata kuliah Dokter hewan, untuk mempelajari biota dan kehidupan hewan di dalam laut. Derick bertemu Shanaz pertama kalinya juga saat ia menentang perusahaan Derick yang mengambil ikan secara berlebihan di laut, sehingga banyak sekali kerusakan di bawah laut berkat ketidakseimbangan ekosistem dalam air. Ia mencintai Shanaz yang peduli terhadap lingkungan dan alam.
"Bella!! Bella!!" panggil Derick berulang.
"Duh... apa sih teriak-teriak!!" Isabella berlari ke depan rumah, menemui Derick dan kakak iparnya.
"Ini, kau ajak Densha bermain sana!" Derick menyerahkan Densha pada Isabella.
"Eh! Kenapa aku?"
"Aku dan Shanaz sedang ada urusan lain"
"Dasar! Baiklah.. Ayo Densha kecil kita bermain boneka di kamarku!" Isabella menggendong Densha dan memeluknya dengan gemas.
"Hei!"
"Apa lagi?"
"Jangan ke ruangan kerja milik Shanaz!!" Perintah Derick tegas.
"Ruangan kerja di bawah tanah itu? Ihh... aku juga tidak ingin ke sana!" Isabella bergidik ngeri, ia membawa Densha masuk ke dalam rumah.
"Ck! Dasar! Adikmu itu!! Ruangan ku kan tidak sekotor itu!!" Gerutu Shanaz kesal.
"Hei! Dia tidak serius" Derick mengusap kepala istrinya lembut.
"Ayo! Turunkan dia!"
"Okay"
Derick dan Shanaz kesusahan membawa duyung itu saat menuruni anak tangga, bahkan mereka hampir jatuh menggelinding.
"Fuhh!! Berat sekali!!" Shanaz mengusap dahinya, ia meletakkan duyung itu di tempat tidur pasien.
"Mau kau apakan dia?"
"Aku akan membantunya, pertama aku akan memeriksa kesehatannya"
"Apa kau perlu bantuan ku?"
"Tidak usah, aku bisa menanganinya" Shanaz mendorong tubuh Derick agar ia keluar dari tempat itu.
"Hei! Ciuman untukku mana?"
Cup!!
Shanaz mencium pipi suaminya, wanita itu tersenyum menatap suaminya.
"I love you"
"I love you too"
"I love you so much"
"I love you so much much much much much more"
"Hahaa.. Ya aku tau kau sangat mencintaiku lebih dan lebih, terima kasih sayang"
"Aku yang berterima kasih, karena kau bersedia menikah denganku"
"Sudah pergi sana!! Naik ke atas!!"
"Okay"
Wanita itu memakai pakaian medis lengkap dengan masker rambut dan masker mulutnya, ia benar-benar membuat tempat itu menjadi steril.
Shanaz memeriksa seluruh tubuh Duyung itu dengan seksama. Membersihkan darah di sekujur tubuhnya dengan perlahan agar putri duyung itu tidak kesakitan.
"Bagaimana caramu melahirkan?"
Duyung itu diam, ia menggelengkan kepala pelan.
"Apa ekor ini tidak bisa berubah?"
Yahh.. duyung itu masih sangat muda, usianya belum genap 15 tahun jadi dia tidak bisa merubah siripnya menjadi kaki manusia.
"Astaga! Apa yang aku pikirkan sih!! Itu kan hanya ada di dalam dongeng" Shanaz menepuk pipinya sendiri.
"Kita harus melakukan operasi untuk mengeluarkan bayimu"
"Kiikkkk kkkiiikkkkk"
"Tidak apa-apa! Jangan khawatir, aku akan berusaha sebaik mungkin. Kau dan bayimu akan selamat. Jangan takut" Shanaz memeluk putri duyung itu berusaha membuatnya tenang.
"Bagaimana? Kau mau?" Tanya Shanaz lembut sembari mengusap kepala sang putri duyung. Duyung itu menatap Shanaz lalu menganggukkan kepala pelan.
"Baiklah! Akan aku persiapkan semuanya!" Shanaz tersenyum hangat, ia mengusap lembut perut duyung itu.
Operasi pun di lakukan nya seorang diri.
Beberapa jam setelah operasi pembedahan perut putri duyung, duyung itu tak kunjung sadarkan diri, ia masih terpengaruh obat bius yang di berikan oleh Shanaz. Di sana sudah ada Derick yang menemani Shanaz, wanita itu panik karena putri duyung itu tidak bangun-bangun.
"Bagaimana ini? Hiks... hiks..."
"Jangan menangis, dia belum mati" Derick memeluk istrinya berusaha menenangkan Shanaz.
"Tapi dia tidak kunjung sadar juga!"
"Kau lihat? Denyut jantungnya masih ada" Derick menunjuk ke layar kecil sebelah tempat tidur pasien.
"Aku akan memeriksa nya lagi!" Shanaz melakukan pemeriksaan menyeluruh, terhadap duyung itu. Ia terkejut karena luka robek yang dibuat oleh Shanaz untuk mengeluarkan bayinya perlahan memudar, menjadikannya mulus seakan tidak pernah mengalami luka sama sekali.
"He... hebat!" Gumam Shanaz pelan.
"Kau lihat sayang? Luka nya hilang!" Shanaz menatap Derick senang.
"Yaa.. aku melihatnya, kemampuannya untuk meregenerasi sangat hebat"
Duyung itu membuka matanya perlahan, ia menatap Shanaz yang sudah berdiri di sampingnya sambil menangis. Tatapan duyung itu sedih melihat Shanaz yang tengah menangis, ia mencoba untuk duduk lalu memeluk Shanaz.
"Eh!" Shanaz terkejut dengan aksi duyung itu yang tiba-tiba memeluk dirinya.
Ia mengusap punggung Shanaz pelan, seolah mempraktekkan apa yang ia pelajari dari Shanaz sebelumnya.
"Kau..." Shanaz menatap mata duyung itu lalu tersenyum.
"Kau meniru gerakan ku?"
Si putri duyung menganggukkan kepala nya.
"Kau pintar sekali! Oh iya lihat itu" Shanaz menunjuk ke arah aquarium besar di belakang Derick.
"Itu anakmu! Selamat ya? Aku tidak tahu jenis kelaminnya apa, Hehehe" Shanaz mengusap kepalanya sendiri.
Duyung itu tersenyum melihat bayi perempuannya, ia menjelaskan kepada Shanaz dengan bahasa isyarat kalau bayinya berjenis kelamin perempuan.
"Dia perempuan?"
"Wahh.. saat besar nanti, dia akan secantik dirimu" Shanaz memuji si putri duyung, yang membuatnya tersenyum malu.
"Sayang.. boleh kah kita yang memberikannya nama?" Derick memohon pada Shanaz.
"Hei! Dia ibunya... kau tanyakan saja pada dia" Shanaz menunjuk ke arah putri duyung tersebut.
"Bolehkah nona?"
Duyung itu tersenyum dan menganggukkan kepalanya.
"Hmm.. nama apa ya yang cocok untuknya, suatu nama yang simpel dan mudah di ingat!" Derick berpikir keras memikirkan sebuah nama yang cocok untuk bayi duyung itu.
"Bagaimana kalau Nori?"
"Ahh tidak itu jelek!" Sindir Derick dengan usulan nama dari Shanaz.
"Aku tahu!!" ucap Derick kemudian.
"Apa?"
"Bagaimana kalau Fuu?"
"Fuu??" Shanaz mengangkat sebelah alisnya.
"Ya.. dalam bahasa jepang artinya segel, anggap saja itu seperti segel kebaikan dari kita untuknya. Dengan begitu, kemanapun dia pergi dia akan selalu membawa kebaikan" ucap Derick antusias.
"Fuu ya? Hmm.. Unik juga, tidak ada orang bernama Fuu di negara ini" Shanaz berjalan menuju aquarium besar itu dan menatap duyung kecil yang tengah tidur.
"Halo.. namamu mulai hari ini Fuu, kau dengar aku?" Shanaz tersenyum senang menatapnya.
"Bagaimana nona duyung, kau setuju?"
Putri duyung itu menganggukkan kepalanya, menandakan bahwa ia setuju.
Shanaz dan Derick memindahkan sang putri duyung ke dalam aquarium agar ia bisa bertemu dengan putrinya, mengajari putrinya berenang dan memeluk putrinya setiap saat. Aquarium di ruangan itu memang sangatlah besar, cukup untuk dua ekor duyung berenang-renang.
"Sayang?"
"Ada apa?"
"Coba bayangkan! Berapa banyak jumlah mereka di luaran sana!"
"Ya.. aku tidak bisa membayangkannya, aku bahkan sampai sekarang masih tidak percaya bahwa mereka itu nyata" Derick memeluk Shanaz, mencium kening istrinya.
"Nona duyung dan Fuu adalah bukti hidup bahwa bangsa mereka ada di lautan luas ini"
"Apa yang sebenarnya ingin kau katakan?"
"Aku ingin dunia tahu tentang mereka, agar manusia tidak mencemari lautan sembarangan dan memikirkan kehidupan para makhluk yang tinggal di bawahnya"
"Kurasa itu akan sulit"
"Aku tahu! Aku butuh seseorang yang bisa aku percayai untuk membantuku melakukan ini, jika kita manusia bersahabat dengan alam. Mungkin kita dan mereka bisa hidup berdampingan"
"Berdampingan?"
"Iya.. Maksudku, jika dunia tahu keberadaan mereka itu nyata. Maka tidak ada lagi pencemaran lingkungan khususnya di lautan. Tidak ada lagi kerusakan terumbu karang dan lainnya, jadi sebagai gantinya mereka bisa bersahabat dengan para duyung seperti di dalam dongeng"
"Sayang.. tujuanmu memang baik, tapi tidak semua orang memiliki pikiran yang sama denganmu!"
"Tapi..."
"Aku takut, jika semakin banyak yang tahu. Semakin banyak juga yang mengancam kehidupan mereka di dalam laut"
"Jika kita tidak mencobanya, maka kita tidak akan pernah tahu!" Shanaz mengambil sebuah buku jurnal besar, ia menempelkan beberapa lembar foto dan menulis catatan disana.
"Apa itu?"
"Buku jurnal penelitian ku"
"Itu foto Fuu?"
"Ya memang benar ini Fuu, aku ingin mulai membuat catatan tentang mereka"
"Untuk apa? Kau bahkan bisa melihat mereka sekarang juga!"
"Jika suatu saat tiba waktunya untuk melepas mereka kembali ke lautan, aku memerlukan ini sebagai bukti bahwa aku pernah melihat duyung"
"Dasar!! Kau selalu memikirkan masa depan ya??" Derick mengacak-acak rambut Shanaz gemas.
"Ya.. kalau bukan aku siapa lagi?" Shanaz meletakkan buku jurnal itu ke meja nya.
"Ayo sini!!" Derick menyuruh istrinya agar segera naik ke tempat tidur, Shanaz menurutinya dan merebahkan diri di samping Derick.
"Peluk aku!"
"Apa sih!!"
"Cepat peluk aku" Derick menyuruh istrinya semena-mena, sifat manjanya muncul hanya saat mereka berdua saja.
"Seperti ini?" Shanaz melingkarkan tangannya memeluk Derick erat.
"Ya.. Jangan di lepas sampai besok pagi! Dengar??"
"Dasar sinting! Tanganku bisa kaku jika aku melakukan itu!"
"Yang kaku kan tanganmu bukan tanganku" Derick tersenyum nakal, ia memejamkan matanya mencoba untuk tidur.
"Selamat malam!" Shanaz mencium pipi suaminya.
"Hemm"
BERSAMBUNG!!!
Jangan lupa Like 😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 125 Episodes
Comments
Buedafi
ayah ibu densha orang baik
2021-10-24
0
Sejahtera
Semangat
2021-03-13
1
Just Rara
ooohh ternyata yg membantu kelahiran fuu adalah mamanya densha☺️☺️☺️👍
2021-03-07
2