"Wahh dia marah!" ujar Mod pelan.
"Marah??"
"Duh! Aku lupa kalau aku sedang bicara dengan makhluk mitologi!" Mod menepuk jidatnya keras.
"Apa itu marah?"
"Perasaannya saat ini sedang memburuk Fuu, tenangkan dia" pinta Mod lembut.
"Bagaimana? Fuu tidak mengerti"
"Terserah kau saja, buat dia senang kembali"
"Membuat Densha senang?"
"Baiklah, selesaikan masalahmu hari ini. Aku pamit pulang dulu"
Mod mengambil tas sekolahnya di ruang tamu, gadis itu berjalan ke pintu depan di temani oleh Fuu, ia melihat sekilas pintu kamar Densha yang terbuka.
"Daahh Fuu! Berjuang ya?" Mod tersenyum nakal melambaikan tangannya pada Fuu.
"Hati-hati" Fuu membalas lambaian tangan Mod lalu tersenyum.
Fuu berjalan pelan, hampir mengendap-endap saat mendekati pintu kamar Densha, ia berhenti dan mengintip mencari keberadaan Densha di sana. Ia menemukan Densha yang tidur menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut. Gadis itu mengumpulkan keberanian untuk memasuki kamar.
"Densha?" Panggil Fuu pelan.
"Densha sudah tidur?" panggil Fuu lagi.
"Densha...."
Merasa tidak ada jawaban dan khawatir, Fuu naik ke tempat tidur Densha, pria itu tetap tidak merubah posisinya. Fuu menyentuh tubuh Densha berusaha membangunkannya.
"Densha?" masih mencoba memanggil.
"Densha!!" Fuu mulai merengek cemas.
"DENSHA!!" Teriak Fuu keras.
"Dasar bodoh! Kenapa berteriak sekencang itu!! Suaramu melengking sekali!" Densha terbangun sambil menutup kedua telinganya.
"Habis.. Densha tidak mendengarkan Fuu"
"Duh sakit sekali telingaku!" Pria itu mengusap-usap telinganya.
"Densha baik-baik saja?"
"Menurutmu?"
"Mod bilang Densha sedang marah" raut wajah Fuu menjadi sedih.
"Iya aku marah! Aku marah karena kau selalu membela teman barumu! Pertama Katrina sekarang Mod!! Sedangkan aku yang memberimu tempat tinggal dan makan bahkan pakaian selalu kau abaikan!! Kenapa kau tidak pergi saja dan tinggal bersama Katrina atau Mod!!"
Gadis itu terdiam, matanya membulat, ia terkejut dengan apa yang di katakan oleh Densha.
"Densha... Fuu tidak..."
"Tidak apa? Jelas kau selalu memihak mereka!!"
Dasar bodoh!! Aku ini sedang cemburu tau!! - Densha.
"Densha.. maaf"
"Hanya itu?"
Fuu terdiam, ia menundukkan kepalanya. Gadis itu sedang sedih, perasaannya sedang terluka namun ia tidak menyadarinya.
"Pergi dari sini Fuu! Aku sedang tidak ingin melihatmu!!"
"Tidak..." Mata Fuu mulai berkaca-kaca, ia mendongakkan kepalanya untuk menatap Densha.
"Aku bilang pergi!!" gumam Densha pelan.
"CEPAT PERGI!!" Densha berteriak, membuat Fuu terkejut dan takut, gadis itu berjalan keluar dari kamar. Air matanya tiba-tiba saja mengalir di pipinya.
"Densha membenci Fuu" gumam Fuu pelan, gadis itu mengusap air matanya.
"Bahkan sebelum tau bahwa Fuu adalah duyung" Fuu terisak-isak menahan sesak di dadanya.
"Kenapa di sini sakit sekali" ucap Fuu pelan, menyentuh bagian dadanya.
Fuu berjalan menuju pintu depan rumah, gadis itu memutuskan untuk pergi dari rumah. Pikirannya masih terlalu polos dan naif, ia mengira bahwa Densha saat ini mengusirnya dari rumah, ini pertama kalinya ia melihat Densha murka.
Semua orang yang berpapasan dengan Fuu memperhatikannya, apa yang membuat gadis secantik itu menangis sambil berjalan sendirian di jalanan kota. Fuu tidak memperdulikan orang-orang yang melihatnya saat ini, pikirannya kosong. Hanya di penuhi kalimat Densha yang menyuruhnya untuk pergi.
"Nona Isabella! Bukankah itu gadis itu?" Sopir Isabella terkejut melihat Fuu yang menangis sesenggukan menyebrang jalan seorang diri. Rencananya hari ini Isabella memang ingin bertemu dengan Fuu, ia ingin menanyakan banyak hal pada Fuu, jika dugaannya benar bahwa Fuu seorang duyung.
"Kau benar!! Mau kemana dia?" ungkap Isabella yang begitu antusias.
"Apa kita ikuti saja nona?"
"Tentu saja! Kita kan memang mau menemuinya!"
"Baik, Nona"
Sopir Isabella mengendarai mobilnya pelan, mengikuti gadis cantik di depannya. Berusaha mencari tau kemana ia akan pergi.
"Sepertinya nona muda itu berjalan tanpa arah nona Isabella"
"Ya! Sepertinya kau benar! Culik dia" perintah Isabella tegas.
"Apa? Nona tadi bilang apa?"
"Aku bilang culik dia pak supir!!"
"Tapi itu melanggar hukum nona"
"Kau kan yang melanggar hukum, bukan aku!"
Dasar Nona Isabella ini!! Memang di mana-mana yang ber uang selalu menang!! - Sopir.
"Baik nona"
Sopir Isabella menghentikan mobilnya, ia berjalan mendekati Fuu dari belakang. Berusaha menangkap gadis cantik itu dan membawanya ke dalam mobil.
BRRAAKKK!!
"Eh! Apa yang terjadi?" Isabella mendengar suara keras dari luar, ia mengedarkan pandangan mencari keberadaan sopir pribadinya.
"YA TUHAN!!" Isabella terburu-buru turun dari mobil, ia berlari ke arah Fuu dan sopir pribadinya yang sudah jatuh tersungkur di jalanan.
"Apa yang terjadi?" tanya Isabella panik.
"No.. nona ini menyerang saya" sopir itu menunjuk ke arah Fuu.
"Dasar sopir bodoh!! Dengan gadis mungil saja kalah!!" Isabella memukul lengan sang sopir, lelaki itu hanya meringis menahan sakit.
"Siapa kau?" Fuu mengambil ancang-ancang untuk menyerang Isabella.
"Sebentar.. Tunggu dulu, kita bisa bicara baik-baik!"
"Bukankah tadi nona yang menyuruh saya menculiknya? Kenapa sekarang bicara baik-baik?"
PLAKK!! pukulan mendarat mulus di kepala sang sopir.
"Sudah diam saja!" Maki Isabella kesal.
"Apa yang kalian inginkan dari Fuu?"
"Ahh! Begini nona Fuu, aku ini bibi nya Densha" Isabella berusaha bicara semenyenangkan mungkin di depan Fuu.
"Bibi?"
"Iya benar bibi, apa kau benar gadis yang tinggal serumah dengan Densha?"
"Densha menyuruh Fuu pergi"
Lihat cara dia bicara, apa maksudnya dengan Densha menyuruhnya pergi? Astaga! Apa Densha mengusirnya? - Isabella.
"Menyuruh pergi bagaimana?"
"Densha murka"
"Jadi kau di usir?"
"Usir??"
"Kenapa sulit sekali berbicara dengan anda nona muda?" Sang supir ikutan gemas dengan pembicaraan kedua wanita di depannya ini.
PLAAKK!! Isabella kembali memukul kepala sang sopir pribadinya.
"Ehem! Kalau aku bilang diam ya diam!!" Isabella melirik supir pribadinya dengan pedas.
"Maaf.. Nona"
"Jadi bagaimana kalau kita minum kopi?"
"Kopi?"
"Sudahlah! Ayo ikut saja!"
Isabella menarik lengan Fuu, menuntun gadis ini ke cafe terdekat dengan tempatnya saat ini, sang sopir mengikuti mereka dari belakang. Sesampainya di cafe Isabella mempersilahkan Fuu untuk duduk, gadis itu menurut, ia mempraktekkan semua yang ia pelajari dari Mod. Mulai dari gaya duduk dan juga cara minum, walaupun sebenarnya ia ingin muntah karena kopi tidak cocok untuk pencernaannya, dan ini minuman asing bagi Fuu. Gadis itu berpura-pura menjadi manusia di depan Isabella.
"Kenapa? Kau tidak suka kopi?"
"Tidak.. Terima kasih sudah membelikan ini"
"Wah! Kau sopan sekali"
"Terima kasih!"
"Jadi begini nona Fuu.." Isabella menghentikan pembicaraannya dan melirik ke arah sang sopir, ia ingin pak sopir meninggalkannya berdua saja dengan Fuu.
"Baik nona" pak supir pergi meninggalkan mereka berdua, ia menunggu di depan cafe.
"Namamu Fuu ya?"
Fuu tidak menjawab, ia hanya menganggukkan kepala pelan.
"Kebetulan yang menyenangkan!"
"Apa maksud nona Isabella?"
"Namamu tertulis di buku ini" Isabella mengambil sebuah buku dan menyodorkannya di depan Fuu, sebuah buku jurnal tua yang sudah usang.
"Nama Fuu?" Fuu bingung, namun ia mengambil buku tersebut dan membukanya, mata Fuu terbelalak tidak percaya dengan apa yang ia lihat.
"Ibu..." gumam Fuu pelan, ia mengusap selembar foto yang tertempel di jurnal.
"Kau bilang ibu? Apa kau seorang putri duyung?"
Fuu mendongakkan kepala menatap Isabella tajam, ia sangat terkejut dengan kata-kata Isabella yang penuh penekanan.
"Siapa nona Isabella?"
"Kau kenal dia?" Isabella membalik sebuah halaman di buku itu dan menunjukkan selembar foto lain, sebuah foto pasangan yang sedang bahagia.
"Dokter??"
"Apa maksudmu?"
"Dokter Mikaelson" gumam Fuu lirih.
"Ya.. ini Derick Mikaelson dan ini Shanaz Hanzel" Isabella menunjuk pria dan perempuan di foto tersebut.
Fuu diam, ia menatap Isabella bingung, bagaimana Isabella mengenal mereka yang ada di buku ini. Bahkan bagaimana bisa Isabella memegang buku ini.
"Itu Tuan dan nona Mikaelson!!" timpal Isabella.
"Nona Isabella sebenarnya ingin mengatakan apa?" Fuu bertanya dengan tegas.
"Nama lengkap ku adalah Isabella Mikaelson, dan pria yang memberimu tempat tinggal itu bernama Densha Mikaelson!!" Isabella menatap Fuu tajam, gadis itu terkejut bukan main, ia seakan tak percaya dengan kebetulan yang ajaib ini.
"Densha Mikaelson?? Jadi...."
"Ya, dia adalah putra tunggal mereka!! Wow.. kebetulan yang menyenangkan bukan?"
"Nona Isabella...."
"Tidak! Jangan bicara ataupun bertanya, aku percaya... mungkin ini memang takdir. Sehingga kau dan aku di pertemukan! Ada banyak sekali pertanyaan yang ingin aku tanyakan padamu, jadi tenanglah dan cukup jawab pertanyaan ku! Kau mengerti?"
"Baik nona Isabella" Fuu menganggukkan kepala pelan.
"Apa kau benar duyung di buku ini?"
"Benar... ini Fuu saat kecil" Fuu menunjuk ke sebuah foto lama, foto putri duyung kecil di dalam aquarium ikan.
"Lalu ini siapa?" Isabella menunjuk ke arah foto putri duyung dewasa, dengan perut buncitnya, nampaknya duyung itu tengah mengandung.
"Itu... Ibu..." mata Fuu berkaca-kaca, raut wajahnya berubah sedih.
"Ibu mu?"
Fuu tidak menjawab ia hanya menganggukkan kepala pelan, gadis itu menitihkan air matanya.
"Jangan menangis, aku di sini hanya ingin meluruskan masalah. Dan aku ingin tahu keseluruhan ceritanya" Isabella mengambil sapu tangan dari dalam tasnya dan memberikannya pada gadis cantik di depannya.
"Kenapa nona Isabella ingin tahu?"
"Aku ini adiknya! Aku selalu penasaran dengan kematian kakakku!"
"Tapi nona..."
"Aku bahkan tidak tahu di mana dia di makamkan" mata Isabella berkaca-kaca, ia menahan kerinduan yang amat sangat kepada sang kakak.
"Fuu, tolong.. ceritakan semuanya padaku!" Ucap Isabella, ia menggenggam erat tangan Fuu.
"Bagaimana buku ini bisa ada pada nona?"
"Derick memintaku untuk menyimpannya"
"Dokter..." Suara Fuu terhenti.
"Bukankah ini takdir nona muda? Kau datang ke daratan, dan kau tinggal dengan orang yang ternyata berhubungan dengan masa lalu mu! Sepertinya Tuhan menjawab doaku"
"Doa?"
"Yahh.. Aku selalu berharap menemukan jawaban atas misteri lima belas tahun yang lalu"
"Apa nona Isabella membenci bangsa Fuu?"
"Aku tidak tahu, Shanaz mempercayai kalian.. Dan.. Derick mempercayai istri yang sangat ia cintai itu"
"Tuan Mikaelson sangat mencintai Dokter Shanaz" Fuu menundukkan kepalanya, memaksa ingatannya muncul.
"Apa kau mengingat semuanya?"
"Fuu tidak terlalu ingat, saat duyung berada di dalam laut. Ingatan kami perlahan akan pudar, atau bahkan tidak ingat sama sekali, tapi setelah melihat foto ini.. Banyak potongan ingatan yang muncul di kepala Fuu" gadis itu menatap Isabella yang tengah memperhatikannya.
"Kau? Kenapa kau memiliki kaki?"
"Saat usia kami menginjak 15 tahun, kami bisa merubah sirip kami menjadi sepasang kaki manusia. Itu berkat dari sang pencipta"
"Kemana saja kau selama ini?"
"Setelah kejadian malam itu, Fuu terus berenang menjauh... ke tempat yang lebih aman, Dokter Shanaz menyuruh Fuu agar pergi sejauh mungkin"
"Lalu, kenapa kau kembali?"
"Ini kecelakaan... Fuu tidak tahu jika ternyata Densha adalah putra mereka"
"Apa kau siap menceritakan semuanya padaku?"
Fuu terlihat bingung, ia mencoba berpikir keras saat ini. Gadis itu menghela nafas berat dan akhirnya menyetujui permintaan Isabella.
"Fuu tidak yakin apakah ini bisa membantu nona Isabella atau tidak"
"Tidak apa-apa, pelan-pelan saja!" Isabella memperhatikan Fuu serius.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Tok! Tok! Tok!
"Siapa?"
Tok! Tok! Tok!
"Ck! Sial! Siapa di luar?"
"Moa.. ini aku, cepat buka pintunya!!"
Moa membuka pintu rumah buru-buru, mendengar suara orang yang ia kenal dari luar rumahnya.
"Densha? Kejutan apa ini?"
"Kejutan gigimu!! Apa kau tahu dimana rumah Mod atau Katrina?"
"Wah.. Ada apa ini?" Moa tersenyum nakal mengejek temannya.
"Aku serius Moa, kau ingat gadis yang aku bawa ke kantor polisi?"
"Oh... Nona itu..."
"Dia kabur dari rumah"
"Kabur?? Tidak mungkin, nanti juga kembali. Tenang saja!"
"Hei.. kau tidak tahu bagaimana dia!! Dan sekarang sudah malam, aku sedikit khawatir"
"Kalian sudah sejauh apa? Astaga! Jangan-jangan dia hamil?" Moa menutup mulutnya tidak percaya.
"Dasar tidak waras! Mana mungkin aku melakukan itu, aku hanya menyuruhnya pergi dari hadapanku! Aku tidak tahu kalau dia memutuskan untuk keluar dari rumah!!"
"Tunggu sebentar, aku ambil jaket dan Handphone dulu!" Moa berlari kecil ke kamarnya.
"Hoi! Jadi kau tahu rumah mereka?"
"Tidak juga!!" Teriak Moa dari dalam kamarnya.
"APA??"
"Hei... jangan berteriak!! Orang tua ku sedang tidur" Moa mendekatkan jari telunjuknya di depan mulut, mengisyaratkan agar Densha diam.
"Maaf.. Lalu jika kau tidak tahu rumah mereka, untuk apa kau ikut?"
"Hei bung! Bukankah berdua lebih baik?"
"Cih!" Densha menatap Moa kesal.
"Aku tahu kalau rumah Katrina! Kita juga bisa meminta nomor Mod darinya kan? Mereka satu kelas"
"Wah.. kau tau banyak juga!"
"Tentu saja!!"
Moa berjalan di samping Densha, menemani sahabatnya mencari seseorang yang bahkan tidak terlalu di kenali nya. Daripada kesepian di rumah lebih baik dia pergi ikut dengan Densha, begitu pikirnya. Di dalam perjalanan mereka juga celingak-celinguk siapa tahu bertemu dengan Fuu atau melihat keberadaannya.
"Itu rumah Katrina!!"
"Aku juga tahu!!"
"Katanya kau tidak tahu!"
"Aku baru ingat, bahwa aku pernah mengantarnya pulang" Densha berjalan mendekati pintu rumah Katrina, saat itu kondisi rumahnya gelap gulita.
"Apa mereka semua sudah tidur?" Densha menoleh ke arah Moa di belakangnya.
"Entahlah! Coba saja kau ketuk"
"Aku tidak berani... Bagaimana kalau kita mengganggu?"
"Tinggal minta maaf kan? Haisshh!! Sini aku saja!"
Tok! Tok! Tok!
Tok! Tok! Tok!
Tok! Tok! Tok!
"Hentikan Moa, tidak ada jawaban!"
"Berisik!! Mungkin kurang keras"
Tok! Tok! Tok!
Tok! Tok! Tok!
"Apa orang di rumah ini mati?" ucap Moa kesal.
"Hei, jaga ucapan mu!!"
"Maaf.. Maaf.. habisnya tidak ada yang dengar, hehehe"
KLAP!!
Katrina membuka pintu rumah, ia terkejut dengan keberadaan dua pria di depannya, saat itu ia hanya menggunakan baju tidur super pendek tanpa mengenakan bra di baliknya. Moa yang berada di depan melongo dengan penampilan seksi Katrina.
"Astaga! Mataku!!" Moa cepat-cepat menutup kedua matanya, sedangkan Katrina bersembunyi dibalik pintu rumahnya, ia hanya memunculkan sebagian kepalanya untuk mengintip kedua pria di depan rumahnya, matanya tertuju pada Densha. Seperti biasa pria itu selalu terlihat keren walaupun hanya diam saja.
"Kalian? Kenapa disini?"
"Apa Fuu di sini?" Tanya Densha tanpa basa-basi, ia langsung kepada tujuannya.
"Fuu? Dia hilang??"
"Jawab saja!"
"Tidak, dia tidak kemari"
"Hei nona, bisa beri nomor telepon Mod?" Moa menyodorkan ponselnya pada Katrina.
"Untuk apa?"
"Sudahlah tulis saja nomornya disana!" pinta Moa.
Katrina menuruti perintah Moa, ia memasukkan nomor ponsel Mod di handphone Moa, lalu memberikan ponsel itu kembali pada Moa.
"Ini"
"Terima kasih" Moa tersenyum menatap Katrina.
"Kalau begitu, tutup pintu mu! Kami akan pergi"
Katrina menatap Densha yang bahkan tidak menatapnya sama sekali, kedua pria itu berjalan pergi meninggalkan rumah Katrina.
BERSAMBUNG!!!
Jangan lupa Like dan Komentar 😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 125 Episodes
Comments
Pricila Bianca Aidelin
ngarep banget katrina ini,,
2022-05-11
1
Atika Liana
gak suka sama Katrina is temen apaan kaya gitu
2022-04-14
1
Just Rara
nah kan giliran fuu pergi aja,densha jd kalang kabut nyariiin fuu,makanya densha jgn galau2 sm fuu😁😁
2021-03-07
3