Kado Untuk Lala

Kado Untuk Lala

Satu - Welcome to Semarang

Aku baru saja menginjakkan kaki di bandara Ahmad Yani. Sekarang aku memang lagi berada di Semarang. Dengan langkah berat, aku mengekor langkah Papa dan Mama yang berjalan di depanku. Aku merasa asing di tempat ini. Tapi apa boleh buat. Sebagai anak, aku harus mengikuti kemana orang tuaku pergi.

Aku menyesalkan rencana Papa untuk membuka perusahaan properti di kota ini. Aku benci itu. Kenapa Papa tidak bekerja di Jakarta saja. Aku benci harus pindah ke kota ini. Sekarang, langkahku semakin melambat. Sepertinya aku ingin berlari kembali ke dalam pesawat dan terbang kembali ke Jakarta. Kembali bertemu Gigi, sahabatku. Seharusnya, aku dan Gigi sekarang sedang bersenang-senang menikmati liburan kenaikan kelas. Tapi, gara-gara Papa, aku harus ke kota ini. Harus pindah sekolah, yang berarti aku harus berpisah dengan Gigi.

"Ma, aku nggak mau pindah! Aku mau pulang ke Jakarta!" Papa dan Mama berhenti melangkah. Mereka menoleh ke arahku sambil menggeleng-gelengkan kepala. Lalu Mama menghampiriku.

"Kamu kenapa, sih?" Mama menatapku sedikit kesal.

"Ma, Lala nggak mau pindah. Lala suka dengan sekolah Lala yang di Jakarta. Biar Lala balik aja, ya. Lala bisa tinggal sama Gigi. Atau Lala nge-kost aja." Aku mengiba dengan mata berkaca-kaca.

"Denger kata Mama, kamu pikir gampang apa hidup sendirian? Sudah, nggak usah cengeng seperti itu!"

Sekarang air mataku membanjir. Mama selalu tidak pernah mau mengerti. Mama selalu begitu. Selalu! Sebagai orang tua, Mama terlalu otoriter dan overprotektif terhadapku. Aku tidak pernah dibiarkan melakukan apa yang aku suka. Mama selalu mendikte apa yang harus aku lakukan, bahkan sejak aku masih kecil.

Aku ingat sewaktu masih di TK Mama tidak pernah mau meninggalkan aku semenit pun. Meskipun para guru menjamin tidak akan terjadi apa-apa terhadapku. Akibatnya, aku jadi tidak leluasa bermain bersama teman-temanku karena selalu diawasi Mama.

Belum lagi saat aku sudah SD, Mama selalu membekaliku makanan dari rumah. Aku dilarang jajan. Otomatis, di sekolah aku tidak bisa bersenang-senang dengan teman-temanku. Begitu juga ketika ada kegiatan sekolah seperti camping pramuka, Mama selalu melarangku. Alhasil, aku jadi terasing karena tidak bisa terlibat tentang pembicaraan seru diatara teman-temanku. Aku merasa freak. Aku merasa rendah diri.

Lalu aku mulai menemukan hobiku, yaitu menulis. Mungkin ini juga akibat dari tidak sanggupnya aku meng-apresiasi-kan perasaanku di bawah tekanan Mama. Hanya dengan menulis saja aku bebas melakukan apa yang aku suka. Sejak SD aku mulai mengarang cerpen, mengkhayali tokoh-tokoh seperti yang aku inginkan. Tapi ketika Mama melihat tulisanku, bukannya senang, ia malah marah besar.

"Kamu jangan jadi pengkhayal, Lala. Kamu bisa tidak normal." Begitulah kira-kira ucapan Mama. Aku menangis. Aku sedih. Apa Mama tidak tahu jika sikapnya itulah yang telah membuat aku jadi tidak normal? Yang membuat aku jadi pengkhayal?

Dan Papa sama sekali tidak bisa membantu. Dia jarang di rumah. Sebagai seorang arsitek yang terkenal, Papa selalu mendapat proyek di luar kota dan itu membuat aku merasa jauh dari Papa.

Semua yang terjadi padaku akhirnya membentukku menjadi pribadi yang tidak percaya diri, aneh dan takut dengan orang lain. Aku paling sulit masuk ke dalam lingkungan baru. Aku tidak pintar bergaul. Untungnya aku masih punya sahabat yang baik, dialah Gigi. Selama ini, hanya Gigi yang menurutku paling bisa mengerti aku. Di kota ini, pasti akan sulit menemukan sahabat seperti dia.

Aku segera menyeka pipiku yang basah, lalu masuk ke dalam mobil Om Pras, teman bisnis Papa yang menjemput kami. Aku membuang pandanganku ke jalanan, memerhatikan setiap kendaraan yang berseliweran di luar.

Bagaimana dengan sekolahku yang baru? Apakah anak-anak di Semarang lebih bisa menerimaku? Apakah di sana ada cewek yang seperti Shela, si model majalah atau Dilan yang menjadi vokalis band yang populer? Aku pasti akan sulit bergaul meski mungkin orang-orang seperti Shela dan Dilan tidak ada. Aku memang freak. Aku tidak cantik. Prestasiku juga biasa-biasa saja. Aku sangat pendiam, sampai-sampai teman-teman sekelasku malas mengajakkku bicara.

Satu-satunya sahabatku adalah Gigi. Gigi adalah teman SMP yang kebetulan satu SMA denganku. Yang sedikit mengecewakan adalah aku tidak sekelas dengan Gigi. Karena itu, saat kami naik ke kelas dua dan ternyata kami ditempatkan di kelas yang sama, aku dan Gigi bersorak gembira. Tapi semuanya sirna saat kutahu akan mengikuti Papa pindah ke Semarang.

"Lala, kita sudah sampai," Mama membuyarkan lamunanku. Dengan berat hati, aku turun dari mobil. Aku menatap sebuah rumah indah di hadapanku. Rumah ini tidak jauh berbeda dengan rumah yang di Jakarta.

"Welcome to Semarang, Lala!" Om Pras berkata kepadaku. Aku berusaha tersenyum tapi aku rasa aku tidak bisa. Aku berusaha menahan air mata agar tidak turun lagi.

"Ayolah sayang... senyum dong. Ok, it's sukcks! But you're gonna love it!" Papa mencoba menghiburku. Bagaimana mungkin aku bisa menyukainya? Ini seperti bencana baru buatku. Ini akan menjadi liburan terburuk sepanjang hidupku.

Taeyeon sebagai Lala

Terpopuler

Comments

🍾⃝ͩкυᷞzͧєᷠуᷧ уιℓ∂ιzι🥑⃟𐋂⃟ʦ㊍㊍

🍾⃝ͩкυᷞzͧєᷠуᷧ уιℓ∂ιzι🥑⃟𐋂⃟ʦ㊍㊍

Halo, mau icip2 dulu

2020-05-30

1

Ishiba Aoi

Ishiba Aoi

Hola... aku datang bwa like, smngat ya thor!

2020-05-30

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!