Dua Puluh - Pesona Fadly

"Sore." Mama menoleh ke arah Fadly. Kemudian kulihat Mama sedikit mengernyit. Sepertinya dia berusaha mengingat-ngingat wajah Fadly.

"Saya Fadly, Tante. Anaknya Bu Vivi yang ... "

"Oh Fadly ... Makanya waktu Tante lihat tadi sepertinya tante merasa udah kenal tapi dimana gitu..." Aku menarik napas lega. Fiuuhhhh.... akhirnya Fadly jadi penyelamatku saat ini.

"Gini Tante, sekolah lagi mau ikut pertandingan basket jadi ada rapat setelah sekolah terus latihan terus ... ngg ... Lala salah satu pengurusnya Tante. Makanya belum bisa pulang." Aku tersenyum dalam hati. Lala jadi pengurus? Hahaha sejak kapan... BeTeWe, Fadly pintar juga berakting. Tapi aku masih deg-deg-kan karena penciuman Mama tajam banget.

"Ohh... gitu. Habis Lala nggak nelpon Tante. Makanya Tante khawatir banget."

Ups!! Hebat! Penciuman Mama kali ini nggak tokcer. Hmmm... sepertinya penciuman Mama hanya berlaku padaku saja. But anyway ... aku lega.

"Ayo pulang sekarang, udah selesai, kan?" Mama menatapku. Aku bingung. Aku melihat ke arah A'am yang memberikan tanda sebaiknya aku pulang aja daripada masalah tambah panjang.

"Tante, kayaknya habis ini masih ada sedikit briefing karena pertandingannya besok. Jadi Lala belum bisa pulang sekarang. Mmmm ... kalau Tante nggak keberatan saya bisa nganter Lala pulang."

Whattt??? Apa??? Fadly mau nganterin aku pulang. Hampir saja aku membantah, tapi alarm dalam kepalaku seketika berbunyi. Kalau aku membantah, bisa-bisa Mama tahu kebohongan Fadly.

Mama terlihat berat menyetujuinya. Tapi ajaib, Mama mengangguk setuju. Heh? Fadly pakai susuk? Atau pakai semacam ilmu pelet gitu? Masalah yang kukira sangat berat ini jadi begitu mudah.

***

"Am, sore ini aku yang anterin Lala pulang. Jadi kamu libur dulu." A'am sepertinya berat tapi dia mengangguk.

"Hati-hati ya, Bro. Awas kalau terjadi apa-apa dengan Lala!" A'am menonjok kecil bahu Fadly. Jujur saja, saat ini aku merasa bangga banget, ada dua cowok yang berebut nganterin aku pulang sekolah. Apalagi ada beberapa pasang mata yang memandang iri padaku. Ini sesuatu yang nggak pernah aku alami waktu di Jakarta.

Aku terbelalak setelah melihat benda apa yang akan mengantarkanku pulang. Hah? Aku syok saat melihat Fadly mengeluarkan motor balap Kawasaki Ninja H2 dari tempat parkir. Bagaimana caranya aku bisa duduk tenang di motor yang rodanya segede itu. Apa nggak ada motor yang lebih sederhana? Paling nggak jenis bebek seperti punya A'am gitu.

"Pake ini."

Fadly menyodorkan sebuah helm padaku. Aku lebih takjub saat memandang helm itu. Ya ampun, aku pasti akan terlihat seperti tauge. Aku enggan menerima helm yang diulurkan Fadly.

"Kenapa? Helmnya wangi, kok."

"Bukan itu ... Maksudku apa kamu serius nganter aku pakai ini? Mmmm ... apa kamu nggak ada motor yang lebih kecil gitu ... yang lebih normal."

Tawa Fadly pecah. Aku heran, memang ada yang lucu?

"Ya ampun, La. Kamu pikir motorku abnormal gitu? Ternyata kamu lucu juga, ya." Fadly menarik tanganku dan memberikan helm yang segede gaban itu. Oh My God!

Dengan susah payah, akhirnya aku sukses duduk di atas boncengan motor Fadly. Sialan! Sekarang dudukku mepet banget dengan Fadly. Agak nungging juga. Arrg ... Kenapa ini motor boncengannya nungging segala. Tobat ... tobat ...

Aku memejamkan mataku saat Fadly mulai menyalip di antara bis, kota dengan gila-gilaan. Aku merinding ngeri. Apa Fadly pikir dia ini Valentino Rossy?

"Faa ... faaa Faadly.."

"Apa??"

"Jangan kenceng-kenceng. Aku takut."

"Uppss... sorry.. aku lupa kalau lagi boncengin cewek cakep."

****!

Akhirnya dia melambankan laju motornya juga. Jantungku lumayan racing juga nih. Dan aku lega saat Fadly menghentikan motornya di lampu merah.

"Faa ... aku buka helmnya ya. Aku nggak bisa napas..."

"Eh... jangan, La. Ini bangjo. Pasti ada polisi. Emang kamu nggak bisa napas? Masak sih?"

Ini orang pakek nanya lagi. Nggak tahu apa sekarang aku megap-megap terkurung dalam helm segede bokong gajah ini. Aku celingak-celinguk, sepertinya nggak ada polisi. Aku buka helmnya. Kalau lampunya sudah hijau, aku pakai lagi. Fuuuuhhh... leganya... Aku menarik napas dalam-dalam.

"Kamu copot beneran, La?"

"Iya, gue bisa mati kehabisan napas tauk."

"Anehh... kayaknya cuma kamu aja yang nggak bisa napas makek helm itu."

Bwoodooh amat. Pokoknya aku nggak suka. Aku memalingkan wajahku. Dan heiiii.... aku kenal mobil hitam metalik itu. Dan Yola memandangku tajam. Di sebelahnya Junot memandangku datar seperti kemarin. Ada apa sih sama tuh orang berdua. Aku memalingkan wajah aja.

Sebenarnya aku cemburu sih. Aku ingin banget berada di posisi Yola dan bukannya diboncengan Fadly. Tapi kenapa pandangan Yola seperti itu. Apa dia nggak puas sudah dapetin Junot?

Fadly melajukan kembali motornya saat lampu hijau. Aku kembali memakai helm jahanam ini. Selama perjalanan selanjutnya pikiranku terbawa ke Junot yang lagi sama Yola.

"La... Lala.."

"Hah? Apa?"

"Kamu nggak pingsan kan?" aku baru sadar kalau motor Fadly sekarang sudah berhenti di depan rumahku. Lho, emang Fadly tahu alamat rumahku dari mana? Perasaan, aku belum bilang alamat rumahku.

"Kok... kamu tahu alamat rumahku?" tanyaku heran saat sudah melepaskan helm penyiksa ini.

"Ya tahu dong," jawab Fadly sambil tersenyum penuh arti. Aku bergegas turun.

"La, kamu mau nonton Paris Love Story nggak?" kata Fadly sambil melepaskan helmnya. Ya ampun, kenapa orang ini bisa cakep banget sih. Apalagi kalau rambutnya acak-acakan kayak gini.

"La? Kamu kenapa bengong?"

"Hah? Apa? Bengong? Emang lo tadi bilang apa sih?"

"Kamu mau nonton Paris Love Story nggak?"

"Ohh... Eh.. Itu A'am udah ngajak."

"Kalau aku ikut boleh nggak?"

"Terserah.."

"Ya udah.. sampe jumpa besok ya. byee..." Fadly kemudian melajukan motornya.

Aku sebenarnya masih nggak percaya dengan perubahan yang begitu drastis dalam hidupku. Benar nggak sih semua ini? Seorang Junot... Seorang Fadly... Dan bisa dibilang sekarang aku salah satu cewek paling populer di Pancasila. Masak sih? Aku masih terbengong-bengong sampai aku dikejutkan oleh bunyi klakson mobil Papa.

.

.

.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!