"Woi ... Am ... My Man." Suara seorang cowok memecah suasana aneh yang barusan terjadi. Seketika semua mata melirik ke sumber suara.
"Ada Junot, La," Reni mengikut Yola. Yola tersenyum penuh arti. Apa Yola suka sama Junot? Apa dia nggak suka Fadly? Betapa beruntungnya Yola.
Tapi selama aku duduk sebangku sama Yola, cewek ini nggak pernah sekali pun ngajak aku bicara. Dia cantik, tapi angkuh, menurutku. Atau memang aku-nya aja yang ada sebuah kesalahan?
Akhirnya cowok yang kunantikan datang juga. Huh... Dasar tukang bohong. Dan sekarang dia tidak menyapaku lagi. Dasar sombong! Apa dia malu kenal aku? Apa karena ada Yola di sini?
"Gimana? Kamu jadi ikut, kan?" Kali ini Junot tepat di sampingku karena memang A'am masih di depanku. Ugghhh.. dasar!!! Dia masih tetap cuek, padahal dia sudah di depanku.
"Iyo aku Melu. Emang si Anto sido gak melu? Kan nggak enak nanti."
"Ra Popo, kan kakinya belum sembuh benar," jawab Junot. Aku tersenyum dalam hati karena Bahasa Jawa Junot yang dicampur-campur. Papa memang asli Jawa, tapi aku jarang mendengar Papa ngomong Jawa karena memang Mama asli Manado. Jadi takutnya nggak nyambung lah ya.
"Yo wis tho aku melu. Tapi ngitunge per jam tho. Aku nggak main gratis lho," kata A'am sambil nyengir.
"Dasar komersil!!!" seru Junot. Dan... Deg!!! Mata kami bertemu. Aku segera menunduk. Wajahku memanas. Mati aku! Ketahuan kan daritadi aku memperhatikannya.
"Halo Lala." Junot sedikit menunduk memandangku. Huh... Dasar. Memang daritadi aku invisible? Nggak kelihatan? Menyebalkan!!
"Betah nggak di sini? Kamu nggak digangguin A'am terus kan?" Canda Junot sambil melirik A'am.
"Wah. Kamu ketinggalan, Not. Si A'am kan naksir Lala. Sekarang akrab tuh berdua," sahut Aldi yang baru masuk, sepertinya dia mendengar perkataan Junot barusan.
"Wah... Udah ketebak. Hati-hati lho, La. A'am ini berbahaya," kata Junot memperingatkanku dengan wajah dibuat sok serius. A'am hanya tersenyum konyol menanggapi canda Junot.
"Oh ya, selamat datang di Semarang ya," Junot tersenyum manis padaku, kemudian pamit pada A'am dan anak-anak yang lain. Tapi dia tidak khusus pamit ke Yola. Lha??
"Junot," Yola berdiri kemudian berjalan ke arah Junot. Kemudian terdengar cuit-cuit kecil dari beberapa anak di dalam kelas dan seperti biasa, Yola hanya membalas dengan senyum bidadarinya yang paling manis.
Aku hanya bisa melihat dua orang itu berbicara sambil keluar kelas. Aku sedih, tadi aku sedikit merasa istimewa karena Junot menyapaku dan 'kenal' aku, itu pasti cukup mengejutkan seisi kelas dan yang pasti Yola juga, ya. Tapi anehnya, dia bahkan tidak menegur Yola yang persis ada di sampingku. Tapi lihat sekarang, seperti itulah cewek yang seharusnya, punya inisiatif, punya percaya diri yang tinggi, dengan begitu dia pasti akan diperhatikan.
"Ntar pulang bareng lagi ya, La," A'am mencolek tanganku, aku menggeleng lemah karena aku memang lagi sedih. Karena Junot? Mungkin. Dan juga karena Yola. Kenapa juga aku harus sebangku dengan Yola. Terlihat betapa dalamnya perbedaan antara aku dan Yola, sangat dalam! Yola yang cantik dan menjadi pusat perhatian. Dan aku anak baru, biasa-biasa saja, plus tidak tahu caranya bergaul. Gugupan. Dan sejenisnya. Aku capek jadi freak terus.
"Sebel!!!!" Tak sadar aku menjerit. Beberapa pasang mata melihat ke arahku. Aku sendiri kaget dengan reaksiku.
"Masih marah ya, La?" A'am merasa bersalah. Dipikirnya aku masih marah pada dia.
"Ya udah deh kalau kamu nggak mau aku anterin. Lagian ntar aku juga mau latihan basket," sambung A'am lagi. Apa? Basket? Junot? Pasti latihannya bareng Junot. Ini kesempatanku. Percaya diri! Sekali lagi percaya diri! Aku memejamkan mataku, dalam hati aku harus siap mengambil keputusan.
"Aku pulang sama kamu," tiba-tiba kalimat itu meluncur keluar dari mulutku tanpa beban.
"Apa?"
"Apa?" Aku balik bertanya, aku sendiri juga tidak percaya.
"Ng... Aku mau kamu antar."
"Tapi ntar pulangnya telat. Aku mau latihan basket dulu."
"Ya udah aku temenin kamu latihan. Ng... Nggak papa kan?" A'am menatapku heran. Apa jelas banget perubahan yang terjadi padaku? Tauk ah... Aku hanya ingin berubah.
***
Aku menelpon Mama mengatakan kalau ada Les tambahan di sekolah, jadi aku pulang telat. Aku memang bersalah telah berbohong. Tapi Memang itulah satu-satunya cara untuk menjalankan misiku.
Aku mengikuti langkah A'am ke lapangan basket. Agak aneh juga sih. Tapi aku harus bisa. Harus! Aku bertekad dalam hati. Selain ingin menambah pergaulan, faktor utama dari apa yang kulakukan adalah mendekati Junot. Dan aku sudah mendapatkan jalannya, aku tidak boleh terlalu bodoh dengan menyia-nyiakannya.
"Kamu duduk di sini aja ya, La. Kasih semangat, ya," kata A'am sambil tersenyum manis padaku. Hei... Ternyata A'am manis juga kalau tersenyum seperti itu.
Aku memerhatikan cowok-cowok yang beraksi di lapangan itu. Ternyata, A'am yang biasanya konyol, jago juga main basket. Pantas saja Junot khusus mengundangnya untuk bergabung.
Tiba-tiba mataku tertumpu pada seorang cowok diantara mereka. Fadly! Ini nih idola lain SMA ini. Cowok itu sepertinya serius memandang sesuatu. Atau... Seseorang. Saat aku menoleh ke samping, aku sedikit terkesiap. Ternyata Yola dan dua dayangnya juga ada di sini. Yup! Fadly pasti sedang memandang Yola.
Aku melempar senyum ke Yola. Tapi seperti biasa, dia hanya memberikan senyum tipis yang mungkin harganya sudah setinggi langit. Dasar sombong! Padahal aku kan teman sebangkunya.
Tanpa kusadari Yola dan dua dayangnya menghampiriku dan duduk di sampingku. Lengkaplah sudah, pasti aku akan jadi invisible selamanya.
"Setia banget kamu, La. Jadi beneran nih kamu pacaran sama A'am," Yola berbicara tanpa menatapku. Tapi aku yakin banget kalimat itu ditunjukkan padaku.
"Apa? Oh.. Ng... Kamu salah. Aku nggak pacaran sama A'am. Aku..." Aku tidak melanjutkan kata-kataku karena aku melihat Yola tersenyum manis dan melambai pada seseorang di lapangan. Aku mengikuti arah pandangannya, di sana ada Fadly dan Junot. Keduanya memang sedang melihat ke arah kami.
"Katanya kamu ikut paduan suara sekolah, ya?" Yola bertanya sedikit mencibir.
"Ng.. iya. A'am sama Heina yang ngajak," jawabku pelan.
"Pantes..." Kata Yola pendek.
"Apa?" tanyaku tak mengerti. Tapi Yola dan dua dayangnya hanya tertawa cekikikan. Dasar nenek sihir! Umpatku dalam hati.
Aku melihat A'am melambai dan tersenyum padaku, lalu aku melihat gerak bibirnya berkata 'bentar ya'. Aku mengangguk meng-iya-kan dan hei... Aku melihat Junot ada di sebelah A'am juga ikut melambai ke arahku dan tersenyum manis sambil tak lupa memberi pesan padaku tanpa bersuara. Tapi dari gerak bibirnya aku tahu kalau dia bilang 'kerinting'! Ugggghhh... Sialan. Tapi nggak papa aku senang aja dengan cara dia menggodaku.
"Wuih mesra amat." Aku tahu Ririn sedang menyindirku. Aku hanya diam dan tersenyum. Menurutku, tidak ada yang perlu dijelaskan pada mereka.
"Kapan kamu kenal Junot?" Aku sedikit kaget mendengar pertanyaan Yola. Berarti dia tadi memerhatikan saat Junot juga ikut melambai ke arahku.
"Oh itu... Dulu kami tetanggaan di Jakarta." Aku melihat Yola mengangguk-angguk tapi dengan ekspresi yang tidak aku mengerti maknanya. Entah marah, tidak suka atau apa. Emang siapa sih yang dia suka? Junot atau Fadly? Apa dia mau dua-duanya? Cewek yang aneh!
Akhirnya, latihan basket selesai. A'am menghampiriku dengan tubuh yang basah keringat. Aku melihat Fadly juga menuju ke arah kami. Eh, maksudku ke arah Yola tentu saja. Aku akui Fadly memang cakep, tetapi dia tidak seperti Junot. Sepertinya dia sadar dengan kelebihannya itu sehingga dia angkuh. Menurutku dia lebih cocok dengan Yola. Pasangan angkuh!
"Ayo dek, kita pulang, yuk," ajak A'am. Aku tertawa geli mendengar sapaan 'dek' itu.
"Kok ngguyu?"
"Apa?" Aku bingung, ngguyu itu artinya apa?
"Kenapa tertawa, nduk?" Jelas A'am lagi. Idih, pakai kada 'nduk' lagi. Aneh-aneh aja cowok ini.
"Nggak papa kan aku panggil kamu, dek?"
Tawaku tambah pecah.
"Anak yang aneh!" Kata A'am menirukan gaya bicara Tora Sudiro. Tapi bukannya reda, tawaku malah semakin tak tertahan.
"Udah Am... Ya ampun.. duh. Sakit perutku..."
"Ada apa sih? Ngapain kamu Am?"
Suara itu? Ya ampun Junot ada di sini. Tawaku langsung terhenti.
"Hai Lala!" Junot menyapaku. Saking groginya, aku hanya bisa memberikan senyum yang menurutku paling manis. Kenapa juga cowok cakep itu kebanyakan jaim. Dulu saja waktu di rumah dia kelihatan sombong. Sok jaga jarak. Eh... Tadi dia sempat tersenyum manis dan menggodaku dengan kata 'keriting'. Huh... Dasar aneh!
"Oh ya, La, Junot ini jagonya SMA Pancasila kalau main basket." Junot hanya tersenyum mendengar pujian A'am.
"Kapan-kapan jalan, yuk. Tempat nongkrong di Semarang nggak kalah keren lho sama Jakarta," kata Junot.
Hah? Apa? Aku nggak salah dengar! Junot ngajak jalan! Bukannya kemarin dia seperti antipati sama aku. Dan aku baru sadar di sampingku ada Yola. Haloo... Ini Junot lho, bintangnya Pancasila. Aku nggak mimpi kan?
"Kita bisa jalan rame-rame sama A'am juga, mau ya... Kamu pasti suka deh."
Ya Tuhan... I love Semarang!
"Gimana La? Mau kan?" Tambah A'am. Aku pun mengangguk. Dalam hati melonjak-lonjak gembira. Terima kasih Tuhan.
Aku tidak peduli kalau Yola mendengar ajakan Junot tadi. Biar dia tahu kalau dia tidak bisa memiliki semua yang dia suka. Dia harus sadar juga kalau dia bukan satu-satunya pusat perhatian di sini. Aku juga bisa kok. Aku tersenyum ge'er dalam hati. Aku tak sengaja menoleh dan melihat Yola menatap tajam padaku.
I swear to God, she is jealous... :-D
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments