Dua Belas - Bukan Kata I Love You

Mama sibuk mendandaniku meskipun aku mati-matian nggak mau dandan yang heboh. Ini hanya pesta ulang tahun anak SMA jadi nggak harus dandan menor kan?

"Mam, Lala pakek baju yang biru saja ya, itu lebih cocok untuk pesta ultah."

"Tapi kalau malam gini kamu lebih cocok pakek gaun, sayang."

"Mam, ini bukan pesta orang orang gede. Ini cuma pesta ulang tahun kok. Anak SMA lagi," aku membantah dengan halus. Dan tumben, kali ini Mama ngalah. Finally! Mama ngalah dan ngebolehin aku pergi karena yang akan menemaniku adalah Junot. Junot anak tante Riani. Junot anak teman akrab Mama. Pantas saja... no wonder lah ya...

"Kamu naik apa? Mama harap Junot jemput kamu dengan mobil. Kalau misalnya dengan motor, lebih baik kalian dianterin Pak Ali aja." Duuh... Mama mulai lagi.

"Idih, Mama aneh. Nggak ah... apa kata teman teman Lala ntar," protesku.

"Lala!"

Dalam hati aku berdoa Junot menjemputku dengan si roda empat. Paling nggak itu bisa membuat Mama nggak cerewet lagi.

Ponselku berbunyi. Junot sudah datang. Aku segera turun setelah melirik penampilanku di cermin. Aku cukup yakin tidak ada yang kurang. Aku hanya mengenakan celana putih panjang strecth dengan atasan model halter neck berwarna biru muda. Rambutku yang agak ikal juga kubiarkan terurai. Rambut yang menurut Gigi seksi. Emmm... setelah kuamati ternyata aku cantik juga.

Setelah pamit pada Mama, yang sebelumnya mengintip keluar melihat dengan apa Junot menjemput putri semata wayangnya, aku menghambur keluar. Aku menarik napas lega melihat Mobilio hitam metalik terparkir di luar pagar. Syukurlah! Berarti Mama nggak perlu cerewet lagi.

"Hi..." Junot menyapaku. Dalam keremangan malam aku bisa melihat Junot malam ini cakep banget. Ya Tuhan. He's so perfect...

"La, kok bengong?" 

Aku mengutuk sikapku yang terlihat bodoh ini. Kenapa juga aku berdiri lama-lama di depan pintu mobil dan hanya bisa menganga melihat ciptaan Tuhan yang cakep ini.

"Ups... sorry," kataku sambil tersenyum malu. Nah, ini dia moment yang aku khawatirkan. Apa yang bisa aku omongkan dengan Junot ya? Kita bisa nyambung nggak ya? Hatiku lumayan berdebar. Dinginnya AC mobil junot semakin membuatku membeku.

"Kamu kedinginan?" Junot membuka suara. Aku akui baju nggak berlengan ini nggak cukup untuk menahan dinginnya AC. Apalagi udara malam Semarang yang akhir-akhir ini emang dingin banget. ****! Kenapa sih tadi nggak bawa sweater juga.

"Ng... Iya.. dikit." Dikit? Pliss deh La... bukannya kamu hampir membeku sekarang. Aku mengelus-elus lenganku, sedikit memberi kehangatan.

"Kukecilin AC nya ya."

Aku mengangguk.

"Ng... yang ulang tahun Ganis kan? Dia anak kelas berapa?" Akhirnya aku punya bahan untuk diobrolin.

"Oh iya lupa, kamu anak baru ya?" Junot tersenyum padaku.

"Ganis itu anak Bahasa I, wakil OSIS. Seangkatan kita," jelas Junot. Aku mengangguk angguk.

"La, kamu nggak papa kan pergi sama aku?"

Halo... Junot, siapa sih yang nggak seneng pergi sama kamu.

"Nggak... Nggak papa," jawabku.

"Oh ya La, kamu duduk sebangku sama Yola kan?"

Oooooh... kenapa juga Yola jadi topik? Alarmku mulai berbunyi. Sehari saja Yola nggak disebut bisa nggak sih? Akhirnya aku mengangguk mengiyakan. Saat itu aku melihat Junot tersenyum misterius. Pura pura tanya lagi, bukannya dia sudah tahu kalau Yola memang sebangku sama aku? Dasar!!! Apa maksudnya?

Belum sempat aku tahu apa alasan Junot bertanya seperti itu. Mobilnya sudah memasuki sebuah halaman rumah besar yang cukup mewah. Aku dan Junot kemudian turun. Pestanya sudah ramai. Aku melihat Junot menyapa beberapa anak yang lewat, dan mereka menatapku dengan ekspresi seperti iri, sebal, dan ada yang hanya senyam-senyum.

Tanpa kuduga, Junot menggandeng tanganku, tepat saat di depan sana ada Yola, Fadly dan dua dayangnya. Aku terkejut sesaat, lalu dengan tenang mengikuti langkah Junot. Aku bisa menangkap wajah tidak suka Yola. Dia bahkan tidak berjalan di sisi Fadly. Look... aku bintangnya sekarang. Bukan Yola. Aku tersenyum dalam hati.

Mataku mencari cari A'am. Tapi, seperti tadi pagi, aku tidak melihat sosoknya. Aku sedikit kangen padanya. Kangen dengan cerita-cerita konyolnya. Tapi, udahlah. Lihat! Aku di sini sedang berjalan dengan Junot. 

Akhirnya aku tahu juga yang namanya Ganis. Anaknya kecil mungil, manis. Dia tampak terkejut juga melihat Junot menggandengku. Tapi akhirnya senyum menghias bibirnya. Dari situ aku tahu, Ganis cewek yang baik. Mungkin dia terkejut saja melihat seorang yang nggak dia kenal digandeng Junot.

Selama di pesta, perlakuan Junot padaku semakin membuatku tersanjung dan merasa ge-er. Mengambilkan aku minum bahkan terkadang merapikan rambutku yang tergerai berantakan. Apa ini tidak berlebihan? Atau memang begini seharusnya yang dilakukan oleh seorang cowok gentlemen? Atau begini memang yang dilakukan oleh cowok-cowok yang sedang jatuh cinta? Apaan sih kok aku halu banget....

Duh... stop thinking Lala! Kamu terlalu berlebihan! Jangan mengkhayal terlalu tinggi! Kalau jatuh pasti sakit banget lho. Terus apa dong maksud Junot melakukan itu semua?

Perlakuan Junot padaku itu sepertinya semakin membuat Yola patah hati, terlihat banget dari ekspresi wajahnya. Dan hal itu diperkuat dengan akhirnya Yola memutuskan untuk pulang duluan.

Beberapa menit setelah Yola Pulang, Junot juga langsung mengajakku pulang. Aku menurut saja. Sampai aku pulang aku tidak melihat A'am. Berarti anak itu memang tidak datang karena aku bisa melihat Hardi, Aryo, Dion, Anto dan lain-lain. Sementara itu, Heina, Pipin dan Meika tak henti hentinya menggodaku dari jauh.

Saat di mobil aku melihat Junot tersenyum sendiri. Dan aku bisa melihat matanya tertuju ke mobil di depannya. Itu mobil Fadly dan Yola ada di dalamnya. Aku tidak mengerti kenapa Junot tersenyum seperti itu. Ada apa ya?

"Kamu kenapa?" aku memberanikan diri bertanya.

"Oh... Nggak papa."

Kemudian Junot mulai menjalankan mobilnya. Perlakuan Junot berubah. Keheningan kembali tercipta. Perlakuan Junot padaku berubah seratus delapan puluh derajat. Sepertinya sewaktu di pesta ada saja bahan yang diomongkan. Hatiku mulai terasa nggak enak. Apa ini karena Yola? Tapi selama ini aku melihat Junot dingin sana Yola. Atau Junot cuma pura-pura. Dan aku dijadikan alat buat dia?

"Tadi kamu ngomongin Yola, emangnya ada apa?" aku kembali memberanikan diri bertanya. Junot melirikku, kemudian dia melambatkan laju mobilnya dan berhenti di pinggir jalan. Aku semakin tidak mengerti kenapa Junot harus menghentikan mobilnya segala.

"La, sebenernya... aduh... aku susah ngomongnya," Junot terlihat bingung. Aku melihat jari-jarinya mengetuk-ngetuk stir mobil. Ada yang dia pikirkan.

"Aku mau bilang sesuatu ke kamu." Hatiku semakin merasa nggak enak. Perasaanku memberi tanda bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi. Bukan kata I lOVE YOU pastinya...

"Aku sebenarnya suka sama Yola."

Duaaarrrrr!!!!! Jantungku seperti mau meledak. Sakit sekali rasanya. Air mataku mulai mengalir. Aku tahan sekuat tenaga.

"Maafin aku ya, La. Aku jadi nggak enak sama kamu."

"Jadi aku cuma jadi alat agar Yola cemburu?"

"La, maafin aku. Pliss maafin aku."

Ternyata selama ini aku cuma dijadikan alat untuk membuat Yola cemburu. Semuanya bohong. Seharusnya aku sadar semua ini hanya mimpi. Aku merasa bodoh. Kepindahan ke Semarang memang benar-benar bencana. Aku bisa membayangkan wajah-wajah mereka yang memandang kasihan padaku dan melihat Yola tetawa menang dengan mahkota di kepalanya.

Aku ingin lari... Gigi... I miss you... A'am, kamu dimana, tolongin aku...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!