Hari ini kembali aku diantar Pak Ali ke sekolah. Ya.. untuk hal ini aku memilih mengalah pada Mama. Paling tidak, ini tidak akan menambah konflik-konflik dengan Mama.
"Lala, mulai besok sore kamu sudah mulai les piano lagi. Mama udah dapetin guru privat. Kan sayang yang kemarin kalau nggak dilanjutin." Kakiku langsung lemas. Belajar piano? Kenapa Mama masih ingat juga sih.
"Kok belajar lagi sih Mam, kan kemarin udah," kataku dengan nada lemas.
"La, kalau belajar jangan setengah-setengah. Kemarin Mama belum lihat ada keistimewaan dalam permainan kamu. Jadi kamu harus belajar lagi."
"Tapi Mam... Lala juga ikut ekskul paduan suara si sekolah."
"Bagus itu!"
Ha? Gimana sih Mama? Malah bilang bagus. Padahal maksudku biar Mama mengizinkan aku untuk tidak les piano lagi. Huft... Aku memutuskan untuk tidak melanjutkan kata-kataku. Percuma saja. Mama tidak akan mendengarkan kata-kataku. Untuk saat ini aku memilih aturan main Mama. Tapi aku akan tetap melakukan apa yang aku suka, yaitu menulis.
Seperti biasa, aku meminta Pak Ali untuk menurunkan aku agak jauh dari sekolah. Memang beberapa hari ini A'am tidak lagi menjemputiu setelah kejadian waktu itu.
Sekolah belum terlalu ramai. Aku meletakkan tasku dan baru saja hendak duduk ketika mendengar ponselku berdering. Aku segera mengeluarkan ponsel dari dalam tas. Aku melihat sebuah nomor asing masuk ke dalam aplikasi Whats up.
"Pagi La... Gimana? Udah mulai nulis? (Trian)."
Aku tersenyum. Trian mengirimkan pesan lewat Whats up cuma menanyakan itu? Oh ya, kemarin pas lagi chatting dia memang minta nomor ponselku. Perhatian banget sih nih anak. Tapi dari kemarin aku belum lihat foto doi sih. Di akun whats up-nya juga bukan foto manusia. Tapi foto Patrick si bintang laut. Wtf, aku tidak mempermasalahkan itu. Begini aja lebih baik.
Aku segera memencet tombol ponselku membalas chatt Trian.
"Pagi jg, lagi mikir idenya nih. Punya ide?"
Sampai beberapa menit kemudian Trian nggak membalas. Huh.. ini memang tipikalnya. Suka ngilang gitu aja. Dasar!
Tak lama kemudian, kelas mulai ramai. Seperti biasa, aku masih belum punya inisiatif untuk mengajak ngobrol teman-teman yang lain. Aku melihat Heina dan Pipin sedang asyik bercanda dengan Aldi, Aris dan Dion. Ingin sekalian bergabung kesana tapi sulit sekali untuk melakukannya. Seperti biasa, aku merasa bingung harus ngomongin apa kalau ke sana.
Beberapa menit berlalu, A'am belum kelihatan batang hidungnya. Hanya dia satu-satunya penyelamatku.
"Tumben kamu sendirian, A'am mana?" Yola menyapaku saat cewek itu meletakkan tasnya di bangku sebelahku.
"Nggak tahu," jawabku pendek.
Lagian ngapain juga dia tanya-tanya A'am sama aku. Dalam hati aku gelisah juga sih. Kok sampai sekarang cowok konyol itu belum datang-datang juga.
"Nggak tahu? Aneh... Biasanya nempel terus kayak perangko." Yola melirikku dengan agak syirik. Aku tidak tahu apa maksudnya. Apa mungkin dia masih merasa cemburu padaku sejak latihan basket Sabtu kemarin?
"Yola... Dicari..." Jerit Ririn di depan pintu. Aku melihat ke sana. Fadly! Hah... Kelihatan banget sih kalau cowok itu suka sama Yola. Hampir tiap hari cewek ini disamperin. Tuh lihat, Yola tersenyum manis pada Fadly. Aku juga lihat cowok cakep nan sombong itu menghampiri bangku kami.
"Hi La.. datang ke ultah Ganis gak?"
"Iyalah. Masak nggak datang sih? Rugi kali..." Suara manja Yola terdengar seperti menyindirku. Tapi aku yakin ini hanya perasaanku saja. Aku pura-pura sibuk menulis tetapi telingaku tetap terpancang pada obrolan Yola dan Fadly.
"Berarti kamu mau dong dateng bareng aku?"
"Ng... Nggak tahu deh Fa. Soalnya Ririn dan Reni juga mau bareng sama aku. Apa kamu nggak papa kalau mereka ikut juga?" Dari ekor mataku aku melihat sepertinya Fadly keberatan dengan permintaan Yola. Ya, tentu saja lah, cowok itu pasti pengen berduaan saja dengan Yola tanpa diganggu dua dayangnya itu.
"Ng... Ya udah deh, nggak papa kalau mereka juga mau ikutan," akhirnya Fadly mengalah. Ya iyalah, nggak mungkin dia menolak permintaan Yola. Apalagi dengan suara manjanya itu.
Ketika Fadly pergi aku melihat Ririn dan Reni tertawa ceria setelah tahu keputusan Yola.
"La! Kok diam aja sih? Eh, gimana sama Dilan?" Heina menghampiri. Aku baru tahu kalau ternyata Heina itu seorang infotainment maniak. Pantas aja dia suka banget tanya-tanya tentang artis-artis ibu kota.
"Aduhh... Sory Hen, aku belum dapat kabar." Bohongku. Padahal aku sama sekali tidak tahu bagaimana cara menghubungi Dilan dan yang lainnya.
"Ya... Nggak papa deh. Pasti suatu saat bisa dong." Aku tersenyum meng-iya-kan. Dan pada saat ini, mataku menangkap sosok yang akhir-akhir ini membuat aku tersenyum. Junot! Ada apa dia ke sini? Siapa yang dia cari? Tapi... Ya Tuhan.. dia menuju ke sini... Ke bangkuku.
"Halo Lala..." Sapa Junot. Heina melirikku dan tersenyum penuh arti.
"Hi." Akhirnya mulut ini mengeluarkan suara.
"A'am kemana ya?" Junot bertanya padaku dengan kepalanya yang celingak-celinguk mencari A'am. A'am lagi! Pasti karena dia.
"Belum datang kayaknya. Ng... Ditunggu aja."
"Eh... Ng... Gini La." Aneh orang ini. Kok seorang Junot grogi di depanku.
"Kenapa?" Aku melihat Junot masih celingak-celinguk. Aku bisa melihat mata Junot sekilas melirik ke arah Yola. Aku tidak tahu wajah Yola sekarang. Apa dia semakin cemburu?
"Ng... Kamu mau nggak temenin aku ke ultah Ganis?"
Deg!
Jantungku seperti berhenti derdetak. Mimpi apa ya aku semalam? Aku memang berharap Junot bisa akrab denganku. Tapi tidak sejauh ini. Maksudku, aku diajak jadi pasangannya ke ultah Ganis? Aku bahkan tidak kenal siapa Ganis.
"Cieee..." Heina yang masih ada di sekitarku langsung menggodaku. Dan aku bisa melihat Junot jadi salah tingkah. Aku hampir tidak percaya ini. Bencana yang kukira akan terjadi padaku saat pindah ke Semarang berubah jadi mimpi yang indah. Eh.. bukan! Ini bukan mimpi. Ini nyata!
"Ng... Gimana La. Mau kan?"
"Ng... Aku.. aku..."
"Udah. Mau aja La." Suara Heina yang kencang itu mengundang semua mata terarah pada kami. Nggak lama kemudian satu kelas mulai heboh. Ya Tuhan.. aku tidak tahu harus gimana. Aku tidak menyangka seorang Junot memilihku di antara semua cewek yang mungkin diam-diam suka padanya.
Dengan senyum malu-malu, akhirnya aku mengangguk. Junot tersenyum kemudian meninggalkanku tanpa lupa minta nomor teleponku.
"Wiiihhh... Lala hebatt..."
"Wah... Gosip baru nih!" sahut Pipin.
Aku sendiri masih belum sepenuhnya sadar. Aku merasa baru saja bermimpi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments