Aku tidak menjawab karena sekarang kurasakan mataku panas dan tak lama kemudian air mataku kembali menetes. A'am melihat sekelilingnya dan kemudian menarik tanganku, membimbingku keluar. Dan saat itu aku melihat Junot sedang berjalan bersama Yola. Sempurna! Semuanya sempurna!
"Cerita!" kata A'am. Aku masih diam. Aku bingung harus mulai dari mana.
"Aku... aku..."
"Ini karena Junot, kan?"
Aku menggigit bibirku seperti yang biasa aku lakukan ketika tertekan. Air mataku masih mengalir. Aku tidak mau masuk kelas dengan mata segede bola basket yang sering dimainkan Junot. Semua orang pasti akan curiga. Bagaimana mungkin semalam aku terlihat seperti manusia paling bahagia di dunia dan pagi ini aku masuk kelas dengan wajah sembab. Ironis bukan?
Akhirya aku mengangguk meng-iya-kan. Lebih baik aku jujur pada A'am karena dia sahabatku yang selama ini sangat baik padaku.
"Kalau gitu cerita. Apa yang dilakukan Junot sampai kamu kayak gini?"
Aku menarik napas panjang dan mengembuskannya kuat-kuat untuk mengeluarkan kesedihanku. "Dia suka sama Yola."
"Terus?"
"Terus, dia sengaja datang sama aku biar bikin Yola cemburu. Dia..." aku nggak sanggup meneruskan kata-kataku.
"Brengsek... udah kuduga!" A'am berkata dengan geram.
"Apa? Emang kamu udah tahu?" tanyaku tak mengerti.
"La, aku udah tahu kalau Junot naksir Yola. Dulu Yola pernah nolak Junot. Terus ada Fadly yang ngejar-ngejar Yola. Tapi Junot ngomong sama aku kalau dia pengen ngebuktiin kalau Yola juga suka dia. Makanya cara untuk ngebuktiin ya yang kayak semalem. Aku sudah curiga waktu kamu mengatakan kalau Junot ngajak kamu ke Ultahnya Ganis. Tapi aku nggak nyangka bakan setega itu dia."
Aku hanya bisa terdiam. Cerita A'am semakin membuatku sakit.
"Tapi syukurlah, kamu belum terlanjur suka sama dia, kan?" A'am menatapku. Aku balas menatapnya tanpa berkata apa-apa. Seharusnya saat ini A'am bisa membaca isi hatiku. Tapi tunggu dulu... cowok kan biasanya kurang sensitif...
"Oh no! Lala, kamu suka sama Junot?" ternyata aku salah menilai A'am. Dia peka juga. Dia memang cowok yang hebat. Dia pintar membaca isi hatiku. Dia hanya bisa syok dan menggelengkan kepalanya.
"Uenake dadi wong ganteng. Mesti akeh seng seneng. Termasuk kamu itu, dek." A'am menggodaku dengan menahan senyum. Sialan! Akhirnya aku tersenyum juga. Kemarahan A'am juga sudah menghilang.
"Ya udah lah. Nggak usah mikirin dia lagi. Anggap aja yang kamu lakuin semalam amal buat dia. Kan upahmu besar di surga nanti. Hahahah..." A'am ngakak. Dengan kesal aku menghujaninya dengan cubitan dan A'am menjerit minta ampun. Kami berdua pun tertawa bersama.
"Santai aja, ada abang A'am yang akan selesein," A'am mengedipkan sebelah matanya. Junot boleh jadi pahlawan SMA Pancasila, tapi A'am adalah pahlawanku.
"Btw, ke mana kamu semalam? Kok nggak muncul di tempat Ganis?"
"Ada deh..." A'am tersenyum penuh misteri.
"Oh ya La. Jangan lupa ya ntar ada latihan paduan suara. Kita mau ikut lomba lho, ingat."
Aku mengangguk.
***
Aku berusaha menghilangkan bekas wajahku yang sembab. Dengan masih bercanda, Aku dan A'am masuk ke kelas. Dan seperti kuduga, saat masuk banyak suitan dan godaan yang menghampiriku.
"Wah... Lala nggak nyangka lho. High quality jomblo Pancasila udah ada yang punya dong?"
Sissi nyeletuk dari bangku belakang dengan nada nyinyir. Dan suasana kelas semakin ramai. Aku hanya diam, begitu juga dengan A'am.
Dengan perasaan yang tak menentu aku menuju bangkuku. Dan sepertinya Yola juga sudah menungguku.
"Woooi Am... kowe kalah set sama Junot," Aryo berseru sambil ngakak.
"Heh... teman-teman kalian semua itu salah. Gosib nggak bener. Junot nggak jadian sama Lala. Dan buat cewek-cewek yang masih berminat dengan Junot. Kesempatan dibuka lebar... Lebar banget selebar hidung Aryo...." Grrr... kelas kembali tergelak. Sekarang dua orang itu saling mencela.
Aku melihat Yola tersenyum simpul dan dua dayangnya langsung mendekatinya. Entah apa yang mereka bicarakan. Kemungkinan Yola sudah tahu sandiwara yang dilakukan Junot. Atau mungkin Junot sendiri sudah menjelaskan kebenaran dari gosip itu dan mungkin tadi pagi dia sudah 'melamar' Yola jadi pacarnya.
"Wah... sekarang Lala udah punya jubir ya. Kayak artis aja. Bagaimana kalau pake konferensi pers di lapangan basket dan ngundang tim mading biar dijadiin headline minggu depan. Soalnya ini penting banget demi kelangsungan hidup para cewek yang patah hati. Bener nggak temen-temen?" Sissy si tukang cela mulai melancarkan aksinya. Kelas semakin ramai.
Wajahku semakin panas. Aku tidak menyangka kepindahanku ke sini akan membuat kehebohan yang luar biasa seperti sekarang.
Seperti biasa aku memilih diam. Aku memilih membiarkan A'am yang mengatasi semuanya seperti janjinya tadi.
"Wooii gaeeess.. sekali lagi Kang A'am tegaskan kalau Junot dan Lala nggak ada apa-apa. Jadi buat kowe, nduk," A'am berkata sambil menunjuk Sissy. "Catet yo... boleh kalau mau dijadikan headline." Sissy hanya manyun.
"Dari tadi cuma A'am yang ngomong. Gimana kalau pemeran utamanya aja yang ngomong." Aku terkejut karena sekarang yang bicara adalah Yola. Aku melirik A'am yang balas memandangku dengan senyum.
"Benar yang dibilang A'am. Aku nggak pacaran dengan Junot. Kami cuma teman waktu kecil karena kami tetanggaan. Udah gitu aja."
Seisi kelas menyorakiku. Sialan! Aku tidak suka kalau aku harus mengatakan hal itu. Setelah aku selesai bicara, kelas semakin ramai. Beruntung, Bu Vero segera masuk kelas. Kelas kembali tenang.
Sebelum pelajaran dimulai, kulihat A'am mengedipkan matanya dan aku membalasnya dengan senyum.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments