Suamiku Mantan Calon Ipar
Chiit!!
BRAK
"Setan!! Jalan pakek mata woy!!"
Mendadak situasi jalanan menjadi ramai, ia menjadi pusat perhatian. Sungguh hal ini bukan kemauannya, pria itu berdecak kesal lalu keluar dari mobil mewahnya. Menatap jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya seraya mengacak rambutnya.
"Ays!! Apa kau tak bisa menggunakan matamu dengan benar?!" bentak pria itu begitu kasar, beberapa orang di sekitarnya tak berani sedikitpun mendekat.
"Hah?! Kau menyalahkanku? Kau lah yang menabrakku, lampu merah secara nyata tengah menyala!! Lalu siapa yang tidak pandai menggunakan mata?!!"
Sial, baru kali ini seorang Dirgantara Avgian dibentak gadis, paras rupawan dan begitu sempurna seakan tak pantas menerima cacian seorang gadis kecil. Bisik-bisik para pengguna jalan yang berada di kanan kirinya cukup membuat pria itu terganggu.
"Shitt," umpat Gian seraya menatap tajam gadis itu dari balik kacamata hitamnya, cantik namun tentu saja bukan tipenya.
Lagi-lagi Gian melakukan kesalahan yang sama, menerobos lampu merah seakan tak pernah lepas dari pria bermata coklat itu. Di umur 25 tahun, ia masih berada di bawah pengawasan Abima Raka Wijaya, sang Papa.
"Eh Mas, nggak niat tanggung jawab? Kasian Mbanya gak bisa berdiri tuh."
Gian menatap tak suka pada pria berjaket hijau senada dengan helm dan juga kaus tangannya, tak lupa sepatu juga turut hijau.
"Iya bener, masa iya gak tanggung jawab." Seorang wanita ajaib yang tiba-tiba datang membuat suasana semakin panas, ingin rasanya Gian memukul wajah bak jablay itu.
"Ganteng doang, tanggung jawab kagak," sorak seseorang di sana yang mendapat sahutan meriah dari beberapa orang di sekelilingnya.
"Hey kau!! Berhenti bicara atau aku hancurkan keluargamu." Gian membuka kacamatanya, dan benar saja tatapan mematikan itu membuat pria yang berani menentangnya ciut seketika.
Menyesal ia berani ikut campur urusan salah satu pewaris keluarga Wijaya. Sikap Gian yang kerap menggunakan kekuasaan berhasil membuat siapa saja takluk di hadapannya. Pria itu tak segan menghancurkan seseorang yang berani mengusiknya hingga benar-benar tak bersisa.
"Siapa dia?" Gadis yang kini belum beranjak tak jauh darinya hanya mengerutkan dahi.
Perih di kakinya cukup menyiksa, sore ini hujan rintik. Tak ia duga perjalanan pulang dari perpustakaan menjadi penuh drama, berulang kali ia berusaha bangkit, namun cidera di kakinya benar-benar menyakitkan.
"Aaawww!!" rintihnya seraya menggigit bibir bawahnya, sungguh ia bukanlah perempuan yang mampu bersandiwara terutama di depan pria.
"Ck, kau mau memerasku? Berapa yang kau butuhkan?!" tanya Gian mengeluarkan benda pipih dari saku celananya.
Hal seperti ini kerap ia alami dulu, Gian selalu menyelesaikan permasalahannya dengan uang. Baginya apapun bisa ia beli dengan uang, pernyataan uang bukanlah segalanya bagi Gian adalah pernyataan munafik penuh kepalsuan.
"Katakan padaku."
"Jika di lihat dari penampilanmu sudah pasti kau wanita munafik yang menggunakan kepolosan wajahmu untuk mendapatkan uang, benar kan?"
Gian menarik sudut bibir, menatap hina gadis mungil yang kini berada di hadapannya. Tanpa ia sadar jika ucapannya bak hunusan anak panah yang mendarat tepat di dada gadis itu.
"Jaga sikapmu!! Aku bahkan tidak menginginkan sepeserpun uang darimu, mengerti?!!"
Sungguh Gian terperanjat kaget dengan gadis yang kini ia temui, untuk pertama kalinya ia merasa tak nyaman dengan air mata. Namun tetap saja, Gian adalah Gian, tidak akan pernah ia memberikan kesempatan hatinya lemah karena kaum hawa.
Perlahan tapi pasti, gadis itu berdiri dengan kekuatannya sendiri. Segera ia meminta bantuan tukang ojek di sana untuk mengantarnya ke rumah sakit terdekat, meski tak terlalu parah namun darah yang mengucur di lututnya cukup membuat orang-orang di sekitarnya ngilu.
Gian masih menatap kepergian gadis itu, tanpa peduli dengan keadaan yang kini tengah mengutuknya Gian berlari kembali masuk ke mobil. Sang Papa sudah pasti menunggunya sejak lama, Raka menyampaikan pesan dadakan bahwa ia baru Jelita di rumah sakit.
"Ays!! Sialan, gara-gara cewek munafik itu semua kacau!!" Gian memukul kemudi berkali-kali. Terjebak macet yang cukup menyesakkan membuatnya kembali menyalahkan wanita itu.
"Hallo, Pa? Iya-iya, Gian sebentar lagi tiba." Gian menghela napas kasar, sungguh pria itu kalut begitu mengetahui kondisi Jelita, sang Mama tiba-tiba memburuk.
"Mama." Gian berucap berkali-kali, meski pria itu telah dewasa, tetap saja Mama menjadi harta utama baginya.
_*******_
Sedang di tempat lain, wanita yang kini menatap lututnya terbalut kain kasa. Radhania Cheilla Azhura, gadis cantik yang kini masih duduk di kelas 3 SMA menatap nanar keluar jendela. Nyatanya kakinya terkilir, dan dokter tak memberi izin gadis itu pulang sebelum bisa berjalan dengan baik.
"Awww!! Dok, kenapa kakiku bisa sesakit ini?" rintihnya seraya menatap sang Dokter yang merupakan salah seorang teman papanya.
"Sabarlah, Radha, kau terkilir." Dewi menepuk pundak Radha, senyum hangat yang ia berikan mampu membuat Radha sedikit tenang.
"Dok, kenapa Papa tidak bisa menemuiku?" tanya Radha sendu, pasalnya sejak dahulu status anak seakan tak berguna bagi Radha.
"Dokter Ardi sibuk, Radha. Kau tahu kan dia salah satu dokter bedah paling berpengalaman di rumah sakit ini." Penjelasan klise dari seorang Dewi untuk Radha cukup muak ia dengar.
"Dokter bedah atau dokter di hati Tante?" tanya Radha dingin, gadis cantik pemilik rambut coklat itu tak dapat menyembunyikan amarahnya.
Perselingkuhan yang dilakukan Ardi yang membuat Maya memilih pergi adalah luka terdalam dalam hati seorang Radha. Selama 8 tahun Radha hidup dalam kesendirian, tinggal di rumah mewah bak istana namun bak neraka rasanya.
Dewi, yang nyatanya telah menjadi seorang ibu sambung dari jalur perebut suami orang itu hanya mampu berpura-pura sabar menghadapi anak tirinya. Kalau bukan karena permintaan Ardi takkan pernah mau ia memberikan cinta untuk Radha.
"Cih, dunia terlalu lucu untukku." Radha membatin, menatap tajam mata Dewi yang nyata terbesit kebencian yang begitu luar biasa.
"Terserah kau saja, aku merawatmu hanya sebatas tanggung jawabku sebagai Dokter di rumah sakit ini."
Sejak awal kehadirannya dalam hidup Ardi, tak sedetikpun Dewi menganggap gadis itu anaknya. Baginya Radhania hanya seroang gadis sialan yang akan menghalanginya dan putrinya untuk mendapat warisan Ardi.
"Pergilah, aku muak dengan wajah sok malaikatmu itu." Radha tengah dikuasai amarah, baginya tak ada tempat didunia ini untuk seorang perebut kebahagiaan orang.
Dengan emosi tertahan Dewi keluar ruangan, wanita itu mengepalkan tangan seraya menggertakan giginya. Teriakan Radha dari dalam ruangan begitu jelas terdengar, wanita itu hanya menarik sudut bibir.
"Cih, kau lihat Maya ... betapa hancurnya putrimu." Wanita itu tersenyum evil penuh kemenangan, saat ini ia tengah bertahta di singgasana hati Ardi.
BRUKK!!
"Tante Dewi," sapa pria tampan yang tampak terburu-buru, napasnya masih tersengal. Begitu jelas kekhawatiran di raut wajah pria itu.
"Kau?" Dewi membeliak menyadari siapa yang menabraknya, menganga karena ketampanan pria itu begitu menurun dari sang Papa.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 309 Episodes
Comments
Nanik Kusno
Ohhhh....ini sdh sampe anak2 ....
2024-05-11
0
Widi
Dr.Ardi sahabat Raka dan juga dokter nya Jelita kan thor? terus mama nya Rhada itu Maya anak nya bu surti bukan?
2024-05-02
0
Dia Triana
dr.ardi kn dokter kandungan yg nolongin jelita lahiran
2024-02-20
1