NovelToon NovelToon
Godaan Pelakor

Godaan Pelakor

Status: sedang berlangsung
Genre:Ibu Mertua Kejam / Pelakor / Pelakor jahat / Poligami / Penyesalan Suami / Selingkuh
Popularitas:2.9k
Nilai: 5
Nama Author: Bollyn

Aini adalah seorang istri setia yang harus menerima kenyataan pahit: suaminya, Varo, berselingkuh dengan adik kandungnya sendiri, Cilla. Puncaknya, Aini memergoki Varo dan Cilla sedang menjalin hubungan terlarang di dalam rumahnya.

Rasa sakit Aini semakin dalam ketika ia menyadari bahwa perselingkuhan ini ternyata diketahui dan direstui oleh ibunya, Ibu Dewi.

Dikhianati oleh tiga orang terdekatnya sekaligus, Aini menolak hancur. Ia bertekad bangkit dan menyusun rencana balas dendam untuk menghancurkan mereka yang telah menghancurkan hidupnya.

Saksikan bagaimana Aini membalaskan dendamnya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bollyn, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 8: Topeng yang Mulai Retak

Di balik pintu yang sedikit terbuka, Aini mengepalkan tangannya hingga buku-buku jarinya memutih. Suasana ruang tamu yang remang-remang menjadi saksi bisu pengkhianatan yang semakin nyata. Ia mendengar Cilla berbisik dengan nada cemas, suaranya gemetar saat membahas masa lalu Aini.

"Mas, aku beneran merinding denger cerita kamu soal Mbak Aini". Ucap Cilla

"Apa bener dia se-nekat itu sampai bikin janda itu angkat kaki dari kampung? Kalau dia tahu soal hubungan gelap ini, bisa-bisa aku nggak cuma diusir, tapi habis di tangan dia," batin Cilla yang mulai merasa terancam oleh aura dingin kakaknya.

Varo menghela napas panjang, mencoba menenangkan kegelisahan selingkuhannya. "Sudahlah Cilla, itu kan cerita lama. Sekarang dia cuma wanita rumahan yang sibuk sama dapur. Mungkin dia lagi bad mood atau efek hormon bulanan saja, makanya jadi sensi terus. Oh ya, lupakan soal dia. Gimana? Suka kan sama barang-barang yang kita borong di mal kemarin?"

Varo tersenyum penuh kemenangan, jemarinya mengusap dagu Cilla dengan gerakan yang sangat tidak pantas untuk seorang kakak ipar. "Buat kamu, Mas nggak akan hitung-hitungan. Selagi Mas punya akses dan kuasa, apa pun yang kamu tunjuk pasti Mas kasih. Kamu itu semangat Mas sekarang."

"Dasar penipu ulung," gumam Aini sangat lirih, menahan gejolak mual di dadanya.

"Tapi Mas, aku tadi sempat intip struk belanjaannya... totalnya tembus seratus juta lebih. Mas nggak takut saldo rekening Mas jebol?" pancing Cilla, sengaja ingin melihat seberapa besar kekuatan finansial pria di depannya.

Mendengar angka 'seratus juta', dunia Aini seolah berhenti berputar sejenak.

"Seratus juta? Untuk belanja baju satu hari? Sementara aku harus memutar otak hanya untuk uang belanja yang tidak sampai dua juta sebulan", batin Aini dengan kemarahan yang membuncah.

"Hahaha, seratus juta itu cuma angka kecil, Sayang. Kamu nggak perlu pusing soal nominal," ucap Varo dengan nada sombong yang kental.

"Mas ini sudah bukan karyawan biasa lagi. Mas sudah pegang jabatan Manajer di Artha Kencana Group. Gaji pokok Mas saja sudah dua puluh juta bersih, itu belum ditambah bonus prestasi sepuluh juta setiap bulan. Jadi, memanjakan kamu itu bukan masalah besar buat Mas."

Aini nyaris memekik. Informasi itu menghantamnya seperti palu godam. Varo sudah jadi Manajer? Dengan pendapatan tiga puluh juta sebulan? Selama ini Varo selalu mengeluh perusahaannya sedang crisis dan gajinya ditahan untuk operasional.

Saking syoknya, Aini sedikit limbung dan tanpa sengaja menyenggol vas bunga hias di samping pintu.

PRANKKK!

Bunyi pecahan keramik yang nyaring memecah keheningan malam.

"Mas! Suara apa itu?! Ada yang ngintip?!" teriak Cilla panik, langsung menjaga jarak dari Varo.

"Sial! Jangan-jangan Aini dengar semua!" Varo bangkit berdiri, wajahnya mendadak pucat seperti kertas. Ia segera melangkah menuju asal suara dengan langkah besar yang tegang.

Aini dengan sigap melesat masuk ke kamar dan menutup pintu tanpa menimbulkan bunyi sedikit pun.

"Miawww..." Suara kucing peliharaan Aini, terdengar di dekat meja hias tersebut.

"Huft... astaga, cuma si kucing," desis Varo lega saat melihat kucing itu sedang menjilati kakinya di dekat pecahan pot. Ia menghela napas panjang, mengira gerakan lincah kucing itu yang menjatuhkan vas. Ia pun segera memunguti pecahan keramik itu agar tidak meninggalkan jejak.

"Gimana Mas? Aman?" tanya Cilla dengan suara tertahan.

"Aman, Cilla. Cuma kucing nakal itu yang bikin rusuh. Hampir saja jantung Mas copot," sahut Varo sambil mencoba kembali tenang.

Di dalam kamar, Aini memeluk kucingnya erat-erat.

"Terima kasih, Ciki... kamu penyelamatku malam ini," bisik Aini dengan air mata yang mulai jatuh membasahi pipinya. Bukan karena sedih, tapi karena amarah yang sudah di puncak.

"Ternyata kamu sejahat ini, Mas. Kamu naik jabatan berkat doa dan dukunganku, tapi kamu malah membuangku seperti sampah. Nafkah satu juta, sementara selingkuhanmu kamu beri seratus juta dalam sehari?" isak Aini pelan. Ia merasa harga dirinya telah diinjak-injak oleh pria yang dulu ia banggakan.

Keesokan Harinya

Tok! Tok! Tok!

Gedoran pintu kamar Cilla terdengar tidak sabaran.

"Cilla! Bangun! Jangan jadi pemalas di rumah orang! Cepat keluar dan bantu Mbak di dapur!" teriak Aini dengan suara yang sengaja dikeraskan.

Cklek! Pintu terbuka, menampilkan Cilla yang tampak sangat berantakan dan kesal.

"Mbak apaan sih? Berisik banget! Aku baru mau merem lagi tahu!"

"Ini sudah jam lima pagi! Cuci muka kamu dan bantu Mbak masak. Sekarang juga!"

"Mbak... aku kan tamu di sini, masa disuruh-suruh kayak pembantu?" protes Cilla dengan nada manja yang dibuat-buat.

"Tamu itu kalau datang sebentar, kalau menumpang hidup itu namanya beban. Cepat bangun, bantu Mbak beberes. Kamu mau kuliah di kota besar tapi bangun saja kesiangan, mau jadi apa nanti?" sindir Aini tajam sebelum melangkah pergi.

Cilla menggerutu, namun akhirnya menyerah karena takut Aini akan mengamuk. Satu jam kemudian, Cilla sedang menyapu lantai dengan gerakan malas saat Varo keluar dari kamar.

"Loh, Cilla? Tumben banget kamu pegang sapu pagi-pagi begini?" tanya Varo heran, suaranya terdengar lembut namun penuh selidik.

"Ini semua karena istri kamu, Mas!" Cilla menunjuk ke arah dapur dengan mata berkaca-kaca yang palsu.

"Mbak Aini maksa aku bangun jam lima pagi. Aku disuruh masak, terus sekarang harus nyapu satu rumah. Capek banget Mas, punggungku sakit," rengek Cilla.

Varo seketika naik pitam melihat "permata" kesayangannya dipaksa bekerja kasar. Ia segera mendatangi Aini di dapur.

"Aini! Kamu ini maksudnya apa hah?!" bentak Varo tanpa basa-basi.

Aini yang sedang memotong sayur hanya melirik sekilas.

"Maksud apa Mas? Aku lagi nyiapin sarapan buat kamu."

"Jangan pura-pura bodoh! Kenapa kamu nyuruh Cilla ngerjain kerjaan rumah tangga? Dia itu adik ipar aku, bukan pembantu bayaran kamu!" suara Varo meninggi, penuh nada intimidasi.

Bagus, makin marah makin terlihat siapa yang kamu bela, batin Aini sinis.

"Sederhana saja Mas, Cilla butuh diajarkan kedisiplinan. Selama ini di rumah Ibu dia dimanjakan, kalau di sini dia tidak belajar, nanti dia akan jadi beban buat suaminya kelak. Sebagai kakak, aku punya tanggung jawab," jawab Aini sangat tenang.

"Tanggung jawab atau kamu sengaja mau nyiksa dia karena kamu iri?!" seru Varo yang mulai kehilangan logika.

"Lihat dia sampai pucat begitu! Kalau dia sakit karena kelelahan, kamu mau tanggung jawab?!"

"Iri? Buat apa aku iri sama dia, Mas?" Aini meletakkan pisau dengan suara dentingan yang keras.

"Terus aku gimana? Kamu pernah tanya nggak kalau aku capek? Setiap pagi aku bangun paling awal, belanja ke pasar, masak, cuci baju kamu, bersihkan rumah... kenapa untuk Cilla kamu bilang kasihan, tapi untuk istrimu sendiri kamu tutup mata?"

Varo terdiam sejenak, wajahnya tampak goyah mencari alasan lain.

"Kenapa diam? Kenapa kamu sebela itu sama Cilla? Apa ada hal lain yang tidak aku ketahui?" Aini menatap Varo tepat di manik matanya.

Varo mendadak gugup, ia membuang muka. "K-kamu jangan drama ya Aini! Aku cuma kasihan sama anak orang, itu saja! Nggak usah bawa-bawa perasaan berlebihan!"

"Kalau cuma kasihan, harusnya kamu dukung dia belajar mandiri. Sekarang, biarkan aku selesaikan sarapan ini," tutup Aini.

Varo mendengus kesal dan masuk ke kamar untuk bersiap. Tak lama kemudian, Aini yang hendak mengambil handuk mendengar Varo sedang berbicara lewat telepon di dalam kamar.

"Iya Bu, tenang saja. Nanti siang Varo transfer lagi. Tapi Bu... bukannya minggu lalu Varo sudah kirim lima juta ya buat kebutuhan Ibu? Kok sudah habis lagi?"

Aini mematung di balik tembok.

"Apa? Emas lagi? Aduh Bu... Varo memang baru naik jabatan, tapi Ibu jangan boros-boros dulu. Kemarin Bapak juga sudah Varo kasih dua juta buat bayar utang di kampung. Oke, nanti Varo usahakan tambah lagi. Ibu tenang saja, rahasia kita aman kok."

Aini merasa kepalanya berputar. Pengkhianatan ini ternyata sistematis. Suaminya, orang tuanya... mereka semua bersekongkol menghisap darahnya secara perlahan.

"Jadi kalian semua bekerja sama membohongiku?" bisik Aini dalam hati. Hatinya yang hancur kini mengeras seperti batu karang.

Varo menutup telepon dengan wajah gusar. Saat ia berbalik, ia terkejut melihat Aini sudah berdiri di ambang pintu.

"Loh, Aini? K-kamu... sejak kapan di situ?" tanya Varo gagap.

"Baru saja Mas. Tadi aku dengar suara kamu manggil Ibu, maksudnya ibu kamu? Ada apa? Ibu sehat?" tanya Aini, pura-pura tidak tahu apa-apa.

"Eh, iya... Ibu cuma nanya soal kabar aku saja. Biasalah, namanya juga kangen dengan anaknya. Yuk sarapan, Mas harus buru-buru ke kantor, ada meeting penting sama Direksi," ajak Varo sambil menggandeng tangan Aini, mencoba bersikap normal kembali.

Setelah Varo berangkat, rumah itu kembali sunyi. Aini duduk di sofa dengan tatapan kosong, meresapi setiap rasa sakit yang baru saja ia ketahui. Tiba-tiba, Cilla muncul dari kamar dengan wajah yang kembali angkuh.

"Mbak, bagi uang dong. Aku mau keluar sebentar."

Aini beristighfar pelan.

"Astagfirullah! Kamu ini datang-datang langsung nodong uang. Mbak nggak punya uang tunai."

"Halah, pelit amat sih Mbak! Masa uang belanja dari Mas Varo nggak ada sisa sedikit pun?"

"Uang belanja satu juta itu sudah habis buat makan kalian seminggu ini, Cilla. Lagian uang kamu kemarin mana? Katanya belanja banyak?" tanya Aini menohok.

"Uangku sudah mau limit, Mbak! Lagian itu kan buat tabungan kuliah aku!" jawab Cilla dengan nada membentak.

"Keperluan kuliah atau keperluan untuk gaya hidup kamu? Mbak nggak akan kasih sepeser pun kalau tujuannya cuma buat foya-foya," tegas Aini.

Cilla mendengus marah, menghentakkan kaki dan kembali ke kamar. Ia segera merogoh ponselnya dan menekan nomor Ibu Dewi di kampung. "Ibu! Mbak Aini jahat banget di sini! Aku mau dikasih makan apa kalau dia sepelit ini?!" rintih Cilla memulai drama barunya.

Bersambung

...****************...

1
rian Away
MAMPUS JALANG
Dede Azwa
kejutan Mulu thorrr..bosen denger ny,,,harus ny langsung ke inti ny....bikin darting liat ny😡
Dede Azwa: iya kak othor sama"🤭semoga kedepannya lebih gacorrr lagi...bagus ceritanya pemeran utama ny gak menye" pertahan kan KK..sukses selalu kak othorr buat novel ny👍💪🥰
total 2 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!