Christian Edward, seorang yatim piatu yang baru saja menginjak usia 18 tahun, dia harus keluar dari panti asuhan tempat ia di besarkan dengan bekal Rp 10 juta. Dia bukan anak biasa; di balik sikapnya yang pendiam, tersimpan kejeniusan, kemandirian, dan hati yang tulus. Saat harapannya mulai tampak menipis, sebuah sistem misterius bernama 'Hidup Sempurna' terbangun, dan menawarkannya kekuatan untuk melipatgandakan setiap uang yang dibelanjakan.
Namun, Edward tidak terbuai oleh kekayaan instan. Baginya, sistem adalah alat, bukan tujuan. Dengan integritas yang tinggi dan kecerdasan di atas rata-rata, dia menggunakan kemampuan barunya secara strategis untuk membangun fondasi hidup yang kokoh, bukan hanya pamer kekayaan. Di tengah kehidupan barunya di SMA elit, dia harus menavigasi persahabatan dan persaingan.sambil tetap setia pada prinsipnya bahwa kehidupan sempurna bukanlah tentang seberapa banyak yang kamu miliki, tetapi tentang siapa kamu di balik semua itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon BlueFlame, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10. kompetisi
---
Sisa hari itu, Edward tidak bisa sepenuhnya fokus pada buku filsafatnya. Pikirannya terus kembali pada interaksi singkat di perpustakaan. Bukan pada kecantikan Aurora, meskipun itu fakta yang tidak bisa disangkal. Tapi auranya.....
Saat itu, sebuah notifikasi dari sistem muncul, berbeda dari misi-misi sebelumnya.
---
**Analisis Sistem: Tipe Kekuatan**
**Deskripsi:** Host baru saja menyaksikan dua bentuk kekuatan yang berbeda. Kekuatan Bara didasarkan pada intimidasi dan status ekonomi (kekuatan eksternal). Kekuatan Aurora didasarkan pada rasa hormat dan otoritas yang melekat (kekuatan internal). Untuk berkembang, Host harus memahami dan menguasai keduanya.
**Saran:** Amati dan pelajari bagaimana Aurora mempertahankan otoritasnya tanpa menggunakan kekerasan atau ancaman terbuka. Ini adalah keterampilan kepemimpinan yang berharga.
**Tidak ada hadiah atau hukuman. Ini adalah sebuah analisis.**
---
Edward membaca notifikasi itu dengan seksama. Sistem ini tidak hanya memberinya uang dan skill, tapi juga memberinya pandangan tentang dinamika sosial. Ini seperti seorang mentor yang tak terlihat.
***
Keesokan harinya, suasana di sekolah sedikit berubah. Edward merasakan tatapan yang berbeda. Tapi entah apa yang berbeda.
Di koridor, Liza mencoba menghampirinya lagi. "Edward, kemarin di perpustakaan, kau bertemu dengan Aurora?... Kemarin mungkin dia terlihat menakutkan Tapi dia orangnya baik, kok."
Edward berhenti. Dia menatap Liza, dan skill `Intuisi Sosial`-nya memberinya gambaran yang jelas. Liza baik hati, tapi dia juga sedang mencoba menjadi "jembatan" antara Edward dan lingkaran sosial elit. Edward tidak membutuhkan jembatan. Dia hanya ingin menyeberangi sungai dengan caranya sendiri.
"Aurora tidak menakutkan. Dia hanya tegas," kata Edward, memperbaiki pernyataan Liza. "Terima kasih sudah mengkhawatirkan saya."
Kalimat itu sopan, tapi juga jelas menutup percakapan. Ini adalah cara Edward mengatur batas wilayahnya —dengan batas-batas yang sopan namun tidak bisa di langgar. Liza tersenyum kecil, agak bingung, lalu mengangguk dan membiarkan Edward pergi.
Dari kejauhan, Bara mengamati mereka dengan mata menyala. Kebencian pada Edward semakin memuncak, tapi dia tidak boleh sembrono. Dia tahu dia tidak bisa menyentuh Edward jika Aurora ada di dekatnya.
Tapi Bara adalah predator yang licik. Jika dia tidak bisa menyerang langsung, dia akan mencari cara lain.
Saat jam istirahat, pengumuman penting dibuat di seluruh sekolah melalui pengeras suara.
*"Perhatian, seluruh siswa SMA Nusantara Prestasi. Seperti tahun-tahun sebelumnya, kami akan mengadakan kompetisi tahunan, Academic Decathlon. Kompetisi ini akan menguji kemampuan kognitif, strategi, dan kerja sama tim. Pendaftaran akan dibuka hari ini di ruang OSIS. Setiap kelas boleh mengirimkan satu tim yang terdiri dari tiga orang. Pemenang akan menerima piala bergengsi, beasiswa penuh untuk satu tahun, dan hadiah uang pembinaan sebesar Rp 500 juta."*
Seketika, seluruh sekolah gempar. Rp 500 juta dan beasiswa penuh adalah hadiah yang sangat besar.
Edward mendengar pengumuman itu dari dalam kelas. Matanya berbinar. Ini adalah panggung yang sempurna untuk menguji kemampuannya secara resmi.
Saat istirahat, dia pergi ke ruang OSIS untuk melihat-lihat. Banyak siswa sudah berkumpul di sana, membicarakan strategi dan mencari tim. Edward berdiri di pinggir, hanya diam dan mengamati.
Dari sudut matanya, dia melihat Aurora. Dia tidak ikut dalam keramaian. Dia berdiri di dekat papan pengumuman, membaca syarat-syarat kompetisi dengan fokus. Tiba-tiba, seorang siswa kelas satu yang terlihat gugup menjatuhkan setumpuk buku dari tangannya. Buku-buku itu berserakan di lantai.
Beberapa siswa hanya melihatnya atau bahkan menertawakannya secara halus. Sebelum Edward bisa bergerak, Aurora sudah melangkah.
Dia berjalan menghampiri siswa itu, lalu dengan anggun berjongkok. Satu per satu, dia mengambil buku-buku itu dan menyusunnya dengan rapi. "Hati hati," katanya, suaranya lembut namun tegas.
Siswa itu mengangkat kepala, matanya terbelalak kagum. "T-terima kasih, Kak Aurora!"
Aurora hanya mengangguk singkat, lalu berdiri dan kembali ke posisinya semula, seolah-olah dia baru saja menyapu debu di lantai. Tidak ada rasa bangga, tidak ada pencarian pujian. Itu adalah tindakan alami dari seseorang yang benar-benar rendah hati di dalam jiwanya.
Edward mengamati semuanya. Sekali lagi, rasa hormatnya pada gadis itu bertambah. Dingin di luarnya adalah perisai. Hati hangatnya adalah intinya.
Akhirnya, Edward berjalan ke arah papan pengumuman, berdiri di sebelah Aurora. Jarak mereka sekitar satu meter. Mereka tidak saling menatap, hanya fokus pada kertas yang sama.
Setelah beberapa saat hening, Edward membuka mulutnya.
"kamu ikut?" tanyanya, singkat.
Aurora sedikit menoleh. Matanya menatap Edward, tidak ada kejutan, hanya pengakuan. "Ini akan sia-sia jika tidak ikut."
Edward mengangguk. "Setuju."
Itu saja.
Percakapan mereka hanya berisi dua kalimat pendek.
Edward mengambil formulir pendaftaran, begitu juga Aurora. Mereka berpisah tanpa mengucapkan selamat tinggal.
Saat Edward berjalan kembali ke kelas, dia merasakan tatapan tajam dari arah Bara dan gengnya yang sedang berkumpul tidak jauh dari ruang OSIS. Bara tersenyum sinis, lalu berbisik pada temannya.
Edward tidak bisa mendengar bisikannya, tapi skill `Deteksi Kebohongan`-nya aktif. Dia bisa merasakan niat busuk dari Bara.
'benar benar kurang kerjaan.'
Bara tidak mendaftar untuk menang. Edward bisa merasakannya. Bara mendaftar untuk satu alasan: untuk menghancurkan Edward di depan seluruh sekolah, di atas panggung yang paling bergengsi.
Dan Edward, dengan tenang, menyimpan formulir pendaftarannya di tas. Dia tidak takut dan sama sekali tidak peduli. Jika Bara ingin sebuah permainan, Edward akan memainkannya. Dan dia akan memastikan bahwa di akhir permainan, Bara adalah satu-satunya yang kalah.