Ini kisah nyata tapi kutambahin dikit ya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Taurus girls, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
10
"Huh, lagian lo ngapain sih bikin gue kesel begini?"
Ella cemberut Ella tidak bisa untuk tidak kesal. Padahal sudah lama dia mengomel dan mengeluarkan kekesalannya pada Dita. Ella juga yakin kalau Dita pasti telinganya sudah sakit karena mendengarkan ocehannya sejak tadi. Tapi ya bodo amat sih orang Dita yang bikin Ella begitu kok.
"Lo udahan belum nih, ngomelnya? Kalo lo udah, gantian gue yang mau ngomong nih,"
"Ya udah ngomong aja sih. Lo mau ngomong apaan?" Ella membuka tutup botol milk.ku yang dibeli dikantin sekolah tadi. Setelah terbuka Ella minum hingga setengahnya. Menutup botol itu lagi dan memasukan kedalam tasnya. Ternyata kebanyakan ngomel itu juga bikin haus.
"Lo tahu nggak? Gue tadi tuh udah gemetar banget didepan dia karena dia cuma diem dan liatin gue doang. Badan gue rasanya panas dingin tahu nggak. Dan parahnya lagi dia malahan nannya gini ke gue. Lo sakit ya? Ah, makin-makin gemetar dan panas dingin badan gue. Sumpah, gue takut banget dia bakalan marahin gue, El."
"Sumpah? Lo merasa begitu?" Wajah kesal Ella berubah menjadi penuh penasaran.
Dita mengangguk. "Sumpah El gue nggak boong."
"Tapi dia nggak marahin elo, kan?"
"Enggak sih. Yaitu, dia malah nannya nama gue. Dan entah kenapa bibir gue tuh reflek banget nyebut nama lo tadi. Sumpah demi apapun, gue nggak sengaja nyebutin nama lo El. Sorrry El, sorry. Maaf ya El, maaf,"
Dita meraih lengan Ella, dia terlihat memohon Dita takut kalau Ella bakal menjauhi dirinya dan tidak menganggapnya teman lagi.
"Huh, ya udah sih. Udah terlanjur juga, kan? Ya udah lah, ngapain juga dipikirin. Yang penting kalo lo ketemu sama dia lagi lo wajib klarifikasi, oke?" Ella mengangkat kelingkingnya seperti anak kecil.
"Oke." Dita menautkan kelingkingnya dikelingking Ella membuat keduanya tertawa bersamaan.
...----------------...
Berbeda dengan Ella yang ngomel-ngomel. Dita yang takut karena takut Ella tidak mau lagi menjadi temannya. Berbeda dengan cowok yang satu ini.
Dia Sendi. Sekarang ini Sendi berada di warung mie ayam tempat yang sering dia kunjungi bersama teman-temannya, Agel dan Ridho.
"Serius ini helm dari cewek yang nggak sengaja bikin rusak helm lo?"
Kini Ridho Agel dan Sendi duduk di bangku luar warung. Sambil menunggu mie ayam mereka siap. Mereka bertiga menatap kardus yang bergambar helm itu dimotor Sendi yang tak jauh dari mereka duduk.
Sendi mengangguk. "Lha iya. Emang muka gue keliatan tukang boong ya? Sampe-sampe kalian nggak percaya sama omongan gue?"
"Gi.la sih,"
Ridho menggeleng dia tidak menyangka jika Sendi akan mendapat helm ganti rugi. Padahal kata Sendi helmnya itu hanya bagian kacanya saja yang pecah. Dan itu pun sebenarnya masih bisa diganti kacanya.
"Kata gue, tuh cewek merasa bersalah banget sama lo, Sen. Makanya dia sampe segitunya." Agel bermonolog yang dapat anggukan dari Ridho.
"Wah, beruntung sih lo, Sen. Sweet lah." ujar Ridho.
Obrolan mereka terhenti karena ada ibu penjual mie ayam yang datang mengantar pesanan mereka. Setelahnya, mereka bertiga mulai menyantap mie ayam itu karena mereka bertiga sudah sangat kelaparan.
"Btw... Lo minta nomor tuh cewek nggak?"
Setelah menyuap satu sendok mie ayamnya, Ridho ingin membahas tentang cewek itu. Menurutnya masih perlu dia bahas karena Ridho betulan penasaran.
Sendi menggeleng. "Enggak." jawabnya lalu menyuap mie ayam kedalam mulut lagi yang kedua kalinya. "Tapi gue nannya nama dia," ucapnya lagi setelah kunyahan kedua ia telan.
"Siapa-siapa?" tanya Agel antusias.
"Ella,"
"Ella? Dia adek kelas? Atau sama kek kita?" Ridho penasaran.
"Gue nggak nannya,"
"Beg0 banget lo nggak nannya. Btw.. dia cantik nggak?" Agel menatap Sendi menaik turun kedua alisnya.
Melihat Agel yang begitu Sendi mendengus. "Masih SMP lo Gel, masih kecil. Kata gue mending fokus sekolah."
Ridho bertepuk tangan heboh. Untungnya mereka memilih tempat yang bagian luar jadi tidak akan mengganggu pelanggan yang lain.
"Nah, gue setuju sama pemikiran lo, Sen. Bijaksana banget. Noh, dengerin apa kata temen lo, Gel. Lo masih kecil, masih SMP. Jangan mikir cewek dulu."
"An---"
"Nggak usah ngumpattt.." Sendi menyela membuat mulut Agel terkatup rapat, Sendi menatap Agel dan Ridho bergantian. "Berisik banget kalian berdua. Makan noh makan. Sumpah berisik banget lo berdua, nggak liat gue lagi makan?"
Agel dan Ridho berpandangan lalu terkekeh bersama. "Siap kapten! Hahahaaaa..." mereka tertawa menertawakan Sendi yang keliatan terganggu.
_____________
Sendi turun dari motor dia membawa helm yang dibelikan oleh Ella, yang ternyata adalah Dita.
Baru saja Sendi akan membuka pintu, pintu itu sudah terbuka dulu dari dalam. Disana Ayah terlihat dengan wajah seperti biasanya.
"Ini jam berapa?" Tanya Roni Ayah Sendi.
"Jam empat,"
"Lain kali bawa jam dinding biar lebih keliatan. Biar tahu waktu kamu,"
Sendi menunduk. "Iya, Yah. Kalau gitu aku masuk dulu, capek." Sendi masuk kedalam melewati Ayahnya yang masih berdiri dipintu.
"Lima menit, habis itu bantu bapak nyari rumput."
Langkah Sendi terhenti. Dia menoleh Ayah. "Sudah jam segini Ayah belum cari rumput? Ini sudah sore Yah, aku kan baru pulang." protesnya.
"Bukannya kemarin Ayah sudah bilang. Cari rumput itu tugas kamu mulai hari ini. Apa kamu lupa?"
Roni menatap Sendi tatapan yang tidak lembut sama sekali. Dari dulu hingga sekarang Sendi juga selalu menyadari cara Ayah menatap dirinya.
Sendi menghela. Dia tidak menjawab. Sendi melanjutkan langkah menuju kamarnya. Mengganti pakaian dengan pakaian rumahan. Setelahnya Sendi keluar kamar dia menuju belakang rumah sederhananya dan mengambil alat untuk mencari rumput.
Dari dalam rumah, Roni melihat Sendi yang sudah mulai pergi membawa alat untuk mencari rumput. Ada rasa kasihan, tapi juga ada rasa kesal dan emosi yang tak kunjung hilang sedari dulu.
Setelah Sendi tidak terlihat lagi dipandangan, Roni memilih untuk tidur karena dia pun lelah setelah seharian ini berada dikebun.
Sendi terus berjalan menuju kebun milik Ayah yang lokasinya lumayan jauh dari rumah. Dia sengaja berjalan kaki karena ingin menghemat bensin. Setelah ibu tidak ada Sendi tidak tahu harus minta uang pada siapa. Ayahnya memang memberi uang padanya tadi pagi, tapi uang yang dikasih tidak sebanyak ibu dulu.
"Bensin aja harganya sudah dua belas ribu, dan itu cuma satu liter doang. Sedangkan Ayah cuma kasih gue uang dua puluh lima ribu. Itu pun disuruh buat dua hari. Mana tadi udah buat beli mie ayam. Ck, hufff..."
Sambil menyusuri jalan Sendi menggerutu. Tanpa dia sadari didepannya sana ada dua orang yang memperhatikannya.