Cerita ini sepenuhnya adalah fiksi ilmiah berdasarkan serial anime dan game Azur Lane dengan sedikit taburan sejarah sesuai yang kita semua ketahui.
Semua yang terkandung didalam cerita ini sepenuhnya hasil karya imajinasi saya pribadi. Jadi, selamat menikmati dunia imajinasi saya😉
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tirpitz von Eugene, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 9
"Jadi kalian ini wujud manusia dari sebuah kapal?" tanya Takumi tak percaya, "dan kalian muncul berkat segel kekuatan kubus yang terlepas?"
Singosari mengangguk, kini gadis itu sudah duduk di sofa tengah, bersebelahan dengan Madjapahit. Ia sedikit terlibat interogasi karna Takumi yang masih belum bisa menerima cerita mereka dengan akal sehat.
"Hmmm..." Takumi terlihat berpikir sejenak, mencoba memproses semua keanehan yang baru saja terungkap, "baiklah, aku sedikit mengerti sekarang."
Madjapahit terlihat sedikit bad mood dengan percakapan itu. Wajahnya tak henti-hentinya menampilkan ekspresi cemberut sambil kedua tangannya tersilang di bawah kedua bukit sucinya, seolah dua bukit itu telah menelan tangannya yang tersilang.
"Karna Eugene-kun sudah menberikan kami kesempatan kedua untuk hidup kembali. Maka kami akan mematuhi semua yang ia perintahkan," sambung Musashi, "bahkan jika itu artinya harus melawan para Seiren yang masih termasuk sebagai saudari jenis kami."
Tirpitz menguap besar. Sudah kesekian kalinya perkataan Musashi itu terulang di telinganya. Ia segera meraih anggur yang di siapkan oleh Takumi di atas meja dan tanpa ragu meneguk isinya hingga setengah.
"Perintah pertama ku cukup mudah."
Keempat gadis kapal itu segera menyimak apapun yang hendak Tirpitz katakan. Bahkan Madjapahit juga mulai menaruh minat pada tugas pertama yang akan ia jalankan seumur hidupnya itu.
"Hiduplah selayaknya manusia normal selama kalian berada di darat, berbaur lah dengan mereka tanpa sedikitpun merasa jijik berada diantara mahluk yang kalian anggap lemah."
Ucapan Tirpitz itu segera disambut oleh Madjapahit dengan tawanya yang terdengar seperti seorang nenek sihir yang kehabisan bahan lelucon.
"Hanya itu tugas pertama kami?" tanya nya, suaranya kembali menjadi dingin seperti sediakala, "apakah mahluk sepertimu menganggap bahwa kami ini lemah?"
Singosari segera melayangkan jurus pamungkasnya. Ia langsung menyikut perut kakaknya itu dengan begitu keras, sampai-sampai Madjapahit mengaduh kesakitan sambil memegangi perutnya.
"Baiklah, shikikan-sama," jawab Singosari dengan suara manja, "maafkan kelakuan kakak ku yang tak bisa mengontrol dirinya."
Yamato dan Musashi terdengar sedang berbisik-bisik sambil melirik tindak-tanduk Madjapahit dan adiknya, sepertinya Yamato sangat takut jika suatu saat Musashi melakukan hal yang sama terhadap dirinya apabila ia berkelakuan seperti Madjapahit.
"Sudah sudah," sahut Takumi menenangkan suasana ruangan itu, "jika kalian belum bisa beradaptasi dengan kehidupan baru kalian, maka aku bersedia membimbing kalian."
***
Setelah percakapan panjang itu. Tirpitz berpamitan hendak tidur, sedangkan Takumi dan yang lainnya memilih untuk tidur bersama di kamarnya.
Dalam tidurnya, Tirpitz kembali dirasuki mimpi buruk saat pertempuran melawan armada Seiren tahun lalu. Dimana salah satu Seiren melompat naik ke atas anjungan dan bertatapan langsung dengannya.
Tatapan gadis itu penuh dengan rasa kebencian terhadap umat manusia. Tapi yang sungguh mengejutkan ialah mata gadis itu, mata nya sama seperti mata Singosari! Bahkan rambut dan postur tubuhnya pun sama!
Gadis itu membuka mulutnya, mengeluarkan sebuah nyanyian putri duyung dengan nada memikat. Rasa ngeri pun segera menjalari tubuh Tirpitz seiring nyanyian itu menggema di telinganya. Gadis itu seolah mencoba memanggil -manggil namanya. Tapi semakin ia memanggil nama belakang Tirpitz, semakin jauh sumber suara yang Tirpitz dengar, seolah-olah ia sedang di seret menjauhi asal suara itu.
Ketika tiba-tiba dirasakannya ada sentuhan hangat di lengannya. Tirpitz terbangun dan mendapati Simgosari tertidur di sebelahnya. Ia mengenakan kaus pendek berwarna merah jambu, sedang rambutnya terurai tak terikat seperti sebelumnya.
"Sepertinya tadi hanyalah mimpi."
Gumamnya dalam hati.
Saat ia hendak kembali tidur, tiba-tiba Singosari berbalik lalu memeluknya. Tirpitz terkejut dengan pelukan tiba-tiba itu, tapi ia tak bisa melawan karna seolah tubuhnya menolak perintah dari otaknya.
Ia mencoba memalingkan wajahnya untuk melirik gadis disampingnya itu. Yang ia dapati adalah setitik air mata yang secara mengejutkan berubah menjadi mutiara putih bersih, tampaknya gadis itu sedang menangis dalam tidurnya.
Dengan sedikit perasaan takut bercampur iba, Tirpitz memutar kembali tubuhnya dan kali ini tubuh keduanya saling berhadapan. Dengan ragu-ragu ia bentangkan tangannya untuk memeluk gadis itu. Pelukan itu nampaknya berhasil membuat gadis itu sedikit lebih tenang.
Malam itu menjadi malam yang sangat menyiksa bagi Tirpitz, ia tak bisa tertidur sampai jam di dinding kamarnya menunjukkan pukul dua pagi. Ia hanya bisa menatap wajah cantik gadis didepannya. Sesekali terlintas dalam pikiran sebuah ide gila. Mungkin saja gadis itu tak menyadarinya jika ia menjamah tubuhnya.
Tapi pikiran jahat itu segera di enyahkan oleh Tirpitz. Ia segera memejamkan matanya sampai akhirnya ia bisa tertidur dengan pulas.