NovelToon NovelToon
The Villain Wears A Crown

The Villain Wears A Crown

Status: sedang berlangsung
Genre:Mengubah Takdir
Popularitas:1.1k
Nilai: 5
Nama Author: karinabukankari

Balas dendam? Sudah pasti. Cinta? Tak seharusnya. Tapi apa yang akan kau lakukan… jika musuhmu memakaikanmu mahkota?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon karinabukankari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 9: A Kingdom Built on Lies

Sementara itu, di ruang singgasana, Caelum memanggil Seraphine.

Ia duduk di kursi perak, tak lagi memakai mahkota, tapi aura kekuasaan tetap melekat.

“Kau menyembunyikan sesuatu dariku,” katanya, datar.

Seraphine tidak mencoba menyangkal. “Banyak hal.”

“Orin adalah adikmu. Dan dia mencoba membunuhku.”

“Dia tidak menyerangmu langsung. Itu bukan gaya Orin. Dia lebih suka menjatuhkan orang lewat retakan yang sudah ada.”

Caelum berdiri dan berjalan mendekatinya. “Kau tahu siapa dia sekarang. Tapi kau tidak memperingatkanku.”

Seraphine membalas tatapannya. “Karena aku tak tahu akan dipercaya atau tidak. Karena setiap orang di istana ini lebih cepat mencabut pedangnya sebelum mendengar kebenaran.”

Caelum menggertakkan gigi. “Kau masih membelanya?”

“Aku membela masa kecilku, Pangeran. Aku membela anak laki-laki yang dulu menatapku sambil menggambar langit dengan tangan kecilnya karena ia terlalu takut melihat dunia nyata.”

Senyap.

Lalu Caelum tertawa kecil. Pahit.

“Lucu,” katanya. “Karena satu-satunya orang yang membuatku merasa... dilihat… juga menyimpan sebilah pisau di balik punggungnya.”

Seraphine maju setapak. “Aku bisa saja menusukmu berkali-kali. Tapi aku tetap di sini.”

“Tapi sampai kapan?” Caelum berbisik.

Mereka saling menatap.

Tak ada jawaban.

Di malam hari, Seraphine kembali ke kamar, tetapi menemukan sepucuk surat tersegel dengan lilin ungu di atas tempat tidurnya.

Ia membukanya perlahan.

"Jika kau ingin menyelamatkan Orin dari menjadi monster yang dibentuk oleh kebencian… temui aku di reruntuhan biara tua, malam ini. Sendirian. Jangan bawa siapa pun. —Ash"

Seraphine menyelinap keluar dengan jubah hitam, berbekal belati kecil dan liontin keluarganya. Udara malam menggigit kulit, dan jalanan menuju biara tua dipenuhi kabut pekat yang merayap seperti tangan hantu.

Ketika ia tiba, suara pelan menyambutnya.

“Dia tidak akan datang.”

Seraphine membalikkan tubuh—bukan Ash yang menunggunya.

Tapi Orin.

“Surat itu darimu?” tanya Seraphine, siaga.

“Siapa lagi yang tahu bahwa kau masih punya liontin itu?”

Seraphine mengepalkan tangan. “Apa yang kau inginkan?”

Orin menatapnya, tidak dengan kebencian, tapi dengan tatapan getir.

“Pilihanku sudah jelas. Aku tak akan kembali ke istana. Tapi sebelum perang dimulai, aku ingin tahu satu hal, Kak.”

Suara Orin retak.

“Jika saat itu aku ditemukan lebih awal, sebelum mereka mengubahku… apakah kau akan tetap mencariku?”

Seraphine melangkah maju.

“Aku akan mencari seluruh dunia hanya untuk mendengar suaramu lagi.”

Orin menunduk. “Sayangnya, aku sudah menjadi sesuatu yang berbeda sekarang.”

Di kejauhan, sekelompok pasukan bayangan bergerak—mata-mata kerajaan, dipimpin langsung oleh Caelum. Mereka telah membuntuti Seraphine sejak ia keluar kamar.

Caelum melihat keduanya—Seraphine dan Orin—berbicara di reruntuhan.

Matanya membara.

Langkah-langkah terdengar dari balik dinding batu kapel tua—tersembunyi di bawah tanah istana, jauh dari gemerlap pesta dan bisikan para bangsawan. Di sinilah mereka berkumpul: sisa-sisa Ordo Umbra, sekte bawah tanah yang selama ini dianggap telah punah. Padahal mereka hanya menunggu waktu yang tepat untuk bangkit. Dan waktu itu… kini datang bersama suara pintu rahasia yang berderit pelan.

Orin melangkah masuk.

Tidak lagi anak kecil dengan mata ketakutan, tapi seorang pemuda berusia delapan belas tahun dengan sorot mata tajam. Rambut hitamnya panjang melewati bahu, dan jubah kelabunya menyapu lantai seperti bayangan malam.

“Apa semuanya sudah siap?” tanyanya.

Salah satu anggota Ordo, seorang wanita tua dengan bekas luka menyilang di pipinya, mengangguk. “Lorong bawah tanah yang mengarah ke sayap timur istana sudah dibersihkan. Ledakan bisa dilakukan kapan saja.”

“Tidak,” Orin menggeleng. “Kita belum akan meledakkan apa pun—belum. Aku ingin mereka panik dulu. Biarkan Caelum dan dewan kerajaan mencium bau perang... tapi tidak tahu dari mana datangnya.”

“Dan Seraphine?”

“Dia akan tahu. Tapi belum sekarang.”

Orin memutar cincin besi di jarinya. Simbol keluarga Verndale masih terukir samar, nyaris terhapus waktu dan kemarahan.

Di atas sana, sang kakak mungkin sedang bertarung dengan dilema antara hati dan balas dendam.

Tapi Orin?

Ia hanya menginginkan kehancuran.

Sementara itu, di perpustakaan istana, Caelum berusaha membaca sebuah kitab sejarah tua… dan gagal total untuk fokus. Setiap kalimat terasa seperti serangan ke arah pikirannya yang sudah kusut. Ia mengacak rambutnya dengan frustasi.

“Aku sedang mencoba menyelamatkan kerajaan,” gumamnya pada dirinya sendiri, “tapi otakku sibuk memikirkan bagaimana cara membuat perempuan yang ingin menghancurkanku jatuh cinta padaku.”

Dari sudut ruangan, suara ringan terdengar.

“Itu kalimat paling jujur yang kudengar darimu hari ini.”

Caelum mendongak. Seraphine berdiri di ambang pintu, mengenakan gaun biru kelam dengan selendang tipis menggantung di bahu. Ia tampak seperti bagian dari malam itu sendiri—indah dan berbahaya.

“Dan kau seharusnya mengetuk dulu,” tambah Caelum, pura-pura cemberut.

“Pangeran yang sedang frustasi membaca sejarah bukan hal yang perlu dijaga privasinya,” balas Seraphine, berjalan mendekat. “Kecuali kau sedang mencoba menghidupkan ulang Perjanjian Darah dari abad kelima. Dalam hal itu… ya, kau butuh bantuan.”

Caelum terkekeh. “Kau tahu tentang Perjanjian Darah?”

“Tidak semua wanita hanya belajar menari dan tersenyum di pesta.”

“Aku tahu itu sejak pertama kali bertemu denganmu.”

Mereka saling bertatapan. Ada ketegangan… dan ada sesuatu yang lebih lembut, lebih rentan di baliknya.

Seraphine duduk di kursi sebelahnya dan mengambil kitab itu. “Kau membaca bagian yang salah,” katanya, membalik halaman ke tengah. “Jika kau ingin tahu bagaimana para pemberontak menyusup ke istana, lihat bagian lorong bawah tanah.”

“Lagi-lagi lorong rahasia.” Caelum menghela napas. “Istana ini punya lebih banyak jalan tikus daripada tikusnya sendiri.”

“Kau tahu siapa yang membangun semua itu dulu?”

“Jangan bilang keluarga Verndale.”

Seraphine tersenyum miring. “Aku tidak akan bilang. Tapi kalau iya… ironis, bukan?”

Caelum menatap wajahnya, mencoba membaca lebih dari sekadar kata-katanya.

“Kau tidak seperti yang mereka katakan padaku, Seraphine.”

“Dan siapa ‘mereka’?”

“Semua orang yang tidak kau bunuh… belum.”

Seraphine menahan tawa. “Kau mencoba bercanda?”

“Ya, karena kalau aku tidak mencoba… aku akan lupa bagaimana rasanya bernapas saat bersamamu.”

Suasana hening sejenak. Bahkan cahaya lilin pun tampak berhenti berkedip.

Lalu Seraphine berdiri. “Aku akan memeriksa kapel tua sore ini. Konon, lantainya mulai retak. Aku penasaran… apakah itu karena waktu, atau karena sesuatu bergerak di bawahnya.”

Caelum mengangguk pelan. “Kalau kau butuh penjaga”

“Tak perlu. Aku punya mata sendiri. Dan tangan.”

Ia berbalik. Tapi sebelum meninggalkan ruangan, ia menoleh dan berkata pelan, “Tapi terima kasih… atas tawarannya.”

Sore itu, Seraphine berdiri di tengah kapel tua yang sepi. Cahaya matahari senja masuk lewat jendela kaca patri, menggambarkan warna merah dan biru di lantai batu.

Ia berlutut dan mengetuk ubin yang retak.

Satu… dua… dan yang ketiga—hampa.

“Aku tahu kau ada di sana,” ucapnya pelan.

Dan saat itulah lantai sedikit bergeser. Seseorang muncul dari bawahnya, mengenakan jubah abu-abu, wajah tertutup separuh oleh kain tipis. Tapi mata itu… Seraphine mengenalnya bahkan jika dunia terbakar sekalipun.

“Orin…”

Adik laki-lakinya tersenyum tipis. “Halo, kakak.”

Ia menatap Seraphine dengan mata yang dulu penuh harapan, kini hanya menyimpan rencana.

“Aku kembali. Dan kali ini, aku tidak akan lari.”

Orin naik sepenuhnya dari balik lantai batu dan berdiri di hadapan Seraphine. Ia tampak lebih tinggi dari yang diingat Seraphine, lebih dewasa, lebih... asing.

“Kau hidup,” bisik Seraphine, suaranya gemetar.

“Ya. Dan aku tidak akan mati lagi, kecuali untuk alasan yang kupilih sendiri.”

Mereka saling menatap—dua saudara yang dunia pisahkan dengan perang, darah, dan pengkhianatan.

“Aku mencarimu bertahun-tahun,” kata Seraphine. “Kupikir kau...”

“Sudah mati?” Orin menyelesaikan kalimatnya. “Banyak dari kita yang sudah ‘mati’ di mata dunia. Tapi di bawah tanah, kami tumbuh. Kami mengakar.”

“Siapa ‘kami’?”

Orin menatap Seraphine dengan sorot yang tak bisa ditafsirkan. “Mereka yang tidak pernah melupakan Verndale. Mereka yang melihat Caelum sebagai penjagal, bukan pahlawan. Mereka yang ingin merebut kembali tanah dan nama kita.”

Seraphine mundur setengah langkah. “Orin... aku tahu kau marah. Tapi ini bukan caranya.”

“Dan membiarkan Caelum hidup, itu caramu?”

Ia tak sempat menjawab. Sebuah gempa kecil mengguncang kapel. Batu-batu kecil jatuh dari langit-langit, dan udara dipenuhi debu.

Orin tidak terguncang. Ia menoleh ke balik altar, lalu memberi isyarat.

Satu demi satu, sosok-sosok berjubah abu-abu muncul dari lorong bawah tanah.

“Kami siap, Seraphine. Tapi kami butuhmu.”

“Aku tak bisa,” bisik Seraphine, meski hatinya berdetak kencang. “Belum. Aku belum yakin... siapa musuh sebenarnya.”

Orin menatapnya lama, lalu berkata dengan tenang, “Kalau kau menunggu terlalu lama, satu-satunya hal yang tersisa untuk dipilih hanyalah puing-puing.”

Dan dengan itu, ia kembali menghilang ke balik lantai kapel, bersama pasukan bayangan di belakangnya.

Di ruang dewan istana, malam mulai turun. Para bangsawan duduk melingkar, aroma anggur dan ketegangan bercampur di udara.

Caelum berdiri di tengah ruangan, memegang gulungan laporan intelijen yang baru tiba dari penjaga istana.

“Lorong timur mengalami aktivitas mencurigakan,” katanya. “Dan aku ingin kalian tahu... aku yakin ada seseorang yang menyusup dari dalam. Bukan dari luar. Kita dikhianati oleh orang di antara kita sendiri.”

Tuan Gerrick, seorang bangsawan tua dengan janggut seputih salju, menyela, “Ini hanya paranoia, Pangeran. Kau terlalu banyak mendengar bisikan dinding.”

“Dan kau terlalu banyak minum anggur mahal,” balas Caelum cepat.

Beberapa bangsawan tertawa pelan. Termasuk Lady Mirella, yang tampak sangat menikmati drama politik malam itu.

“Kalau memang ada pengkhianat,” kata Mirella sambil menggoyangkan cangkir teh, “mungkin mereka tidak suka peraturan kerajaan yang makin ketat. Mungkin... mereka ingin sedikit kebebasan.”

“Seperti kebebasan menanam racun di dapur?” ejek Caelum.

Lady Mirella tersenyum. “Itu contoh yang sangat spesifik, Yang Mulia. Haruskah aku merasa tersinggung?”

Sebelum Caelum sempat menjawab, suara keras bergema dari bawah lantai marmer dewan.

DUMM!

Semua berdiri. Tanah bergetar.

Salah satu pengawal berlari masuk.

“Yang Mulia! Sebuah ledakan kecil terjadi di bawah ruang penyimpanan senjata. Lorong bawah tanah runtuh sebagian. Tapi... tidak ada tanda-tanda penyerang.”

Caelum mencengkeram sandaran kursi. “Itu bukan peringatan. Itu undangan.”

1
karinabukankari
🎙️“Capek? Lelah? Butuh hiburan?”

Cobalah:

RA-VEN-NOR™

➤ Teruji bikin senyum-senyum sendiri
➤ Kaya akan plot twist & sihir kuno
➤ Mengandung Caelum, Ash, dan Orin dosis tinggi

PERINGATAN:
Tidak dianjurkan dibaca sambil di kelas, rapat, atau pas lagi galau.
Efek samping: jadi bucin karakter fiksi.

Konsumsi: TIAP JAM 11 SIANG.
Jangan overdosis.
karinabukankari
“Kamu gak baca Novel jam 11?”

Gemetar...
Tangan berkeringat...
Langit retak...
WiFi ilang...
Kulkas kosong...
Ash unfollow kamu di mimpi...

➤ Tiap hari. Jam 11.

Ini bukan sekadar Novel.
Ini adalah TAKDIR. 😭
karinabukankari
“Halo, aku kari rasa ayam...
Aku sudah capek ngingetin kamu terus.”

➤ Novel update jam 11.
➤ Kamu lupa lagi?

Baiklah.
Aku akan pensiun.
Aku akan buka usaha sablon kaus bertuliskan:

❝ Aku Telat Baca Novel ❞

#AyamMenyerah
karinabukankari
Ash (versi ngelantur):
“Kalau kamu baca jam 11, aku bakal bikinin kamu es krim rasa sihir.”

Caelum (panik):
“Update?! Sekarang?! Aku belum siap tampil—eh maksudku… BACA SEKARANG!”

Orin (pegangan pohon):
“Aku bisa melihat masa depan... dan kamu ketinggalan update. Ngeri ya?”

📅 Jam 11. Tiap hari.

Like kalau kamu tim baca sambil ketawa.
Komen kalau kamu tim “gue nyempil di kantor buat baca novel diem-diem”
karinabukankari
“Lucu…
Kamu bilang kamu fans Ravennor,
Tapi jam 11 kamu malah scroll TikTok.”

Jangan bikin aku bertanya-tanya,
Apakah kamu masih di pihakku…
Atau sudah berubah haluan.

➤ Novel update tiap hari.
➤ Jam 11.

Jangan salah pilih sisi.
– Orin
karinabukankari
“Aku tidak banyak bicara…
Tapi aku perhatikan siapa yang selalu datang jam 11… dan siapa yang tidak.”

Dunia ini penuh rahasia.
Kamu gak mau jadi satu-satunya yang ketinggalan, kan?

Jadi, kutunggu jam 11.
Di balik layar.
Di balik cerita.

– Orin.
karinabukankari
“Oh. Kamu lupa baca hari ini?”

Menarik.

Aku kira kamu pembaca yang cerdas.
Tapi ternyata...

➤ Baca tiap hari. Jam 11.
➤ Kalau enggak, ya udah. Tapi jangan salahin aku kalau kamu ketinggalan plot twist dan nangis di pojokan.

Aku sudah memperingatkanmu.

– Ash.
karinabukankari
📮 Dari: Caelum
Untuk: Kamu, pembaca kesayanganku

"Hei…
Kamu masih di sana, kan?
Kalau kamu baca ini jam 11, berarti kamu masih inget aku…"

🕚 update tiap hari jam 11 siang!
Jangan telat… aku tunggu kamu di tiap halaman.

💙 – C.
karinabukankari
🐾 Meong Alert!

Kucing kerajaan udah ngamuk karena kamu LUPA update!

🕚 JAM 11 ITU JAM UPDATE !

Bukan jam tidur siang
Bukan jam ngelamunin mantan
Bukan jam ngintip IG crush

Tapi... JAMNYA NGIKUTIN DRAMA DI RAVENNOR!

😾 Yang kelewat, bakal dicakar Seraphine pakai kata-kata tajam.

#Jam11JamSuci #JanganLupaUpdate
karinabukankari
🐓 Jam 11 bukan jam ayam berkokok.
Itu jamnya:
✅ plot twist
✅ karakter ganteng
✅ baper kolektif
✅ kemungkinan besar ada adegan nyebelin tapi manis

Jangan lupa update TIAP HARI JAM 11 SIANG

📢 Yang gak baca… bakal disumpahin jadi tokoh figuran yang mati duluan.
karinabukankari
🕚 JAM 11 SIANG ITU JAM SUCI 😤

Itu bukan jam makan, bukan jam rebahan...
Itu jam baca komik kesayangan KAMU!

Kalau kamu ngelewatin update:
💔 Caelum nangis.
😤 Seraphine ngambek.
😎 Ash: “Terserah.”

Jadi yuk… BACA. SEKARANG.

🔁 Share ke temanmu yang suka telat update!
#ReminderLucu #UpdateJam11
karinabukankari
⚠️ PENGUMUMAN PENTING DARI KERAJAAN RAVENNOR ⚠️

📆 Update : SETIAP HARI JAM 11 SIANG!

Siapa yang lupa...?
➤ Ditarik ke dunia paralel.
➤ Dikejar Orin sambil bawa kontrak nikah.
➤ Dijadikan tumbal sihir kuno oleh Ash.
➤ Dipelototin Seraphine 3x sehari.

Jadi... JANGAN LUPA BACA YAAA!

❤️ Like | 💬 Komen | 🔔 Follow
#TimGakMauKetinggalan
karinabukankari
📢 HALOOO PARA PEMBACA TERSAYANG!!
Komik kita akan UPDATE SETIAP HARI!
Jadi jangan lupa:
💥 Siapkan hati.
💥 Siapkan cemilan.
💥 Siapkan mental buat gregetan.

⏰ Jam tayang: jam 11.00 WIB

🧡 Yang lupa update, nanti ditembak cinta sama si Caelum.

➕ Jangan lupa:
❤️ Vote
💬 Komen
🔁 Share
🔔 Follow & nyalain notif biar gak ketinggalan~
Luna_UwU
Ditambahin sekuel dong, plis! 🙏
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!