NovelToon NovelToon
DiJadikan Budak Mafia Tampan

DiJadikan Budak Mafia Tampan

Status: sedang berlangsung
Genre:Duniahiburan / Mafia / Balas Dendam / Lari Saat Hamil / Berbaikan / Cinta Terlarang / Roman-Angst Mafia
Popularitas:3.6k
Nilai: 5
Nama Author: SelsaAulia

Milea, Gadis yang tak tahu apa-apa menjadi sasaran empuk gio untuk membalas dendam pada Alessandro , kakak kandung Milea.
Alessandro dianggap menjadi penyebab kecacatan otak pada adik Gio. Maka dari itu, Gio akan melakukan hal yang sama pada Milea agar Alessandro merasakan apa yang di rasakan nya selama ini.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SelsaAulia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 10

Milea kembali ke dalam kamar Gio, langkahnya berat, diiringi oleh berjuta pertanyaan yang mengganjal di hatinya. Mengapa ia harus disembunyikan di ruang bawah tanah yang gelap dan lembap itu? Mengapa ada kamar di dalam ruang bawah tanah itu? Apakah ini semua bagian dari rencana jahat Gio? Pertanyaan-pertanyaan itu berputar-putar di kepalanya, membuatnya semakin cemas. Namun, sekali lagi, Milea tak memiliki keberanian untuk bertanya pada Gio. Ia takut akan jawaban yang mungkin akan diterimanya. Ketakutan itu membungkam lidahnya, membuatnya hanya bisa diam, menelan semua rasa penasaran dan ketakutannya sendiri.

Gio melepas jas dan sepatunya dengan gerakan cepat dan terampil, tubuhnya yang tegap bergerak dengan lincah. Ia masuk ke kamar mandi, meninggalkan Milea sendirian di dalam kamar. Milea duduk tenang di atas ranjang besar berbahan beludru itu, menatap taman belakang yang terlihat samar-samar di balik jendela besar. Pemandangan taman itu tak mampu mengalihkan pikirannya dari berbagai pertanyaan yang masih menggantung di benaknya. Ia hanya bisa menatap taman itu dengan kosong, menunggu Gio kembali, menunggu jawaban yang mungkin tak akan pernah ia dapatkan. Keheningan di dalam kamar itu terasa mencekam, menambah rasa takut dan kebingungan yang sudah menguasai hatinya.

Uap air hangat mengepul memenuhi ruangan, membasahi setiap sudut kamar mandi marmer yang luas. Cahaya remang-remang dari lampu kristal yang terpasang di langit-langit memantul di permukaan air yang berkilauan di dalam bathtub besar berdesain klasik. Aroma sabun beraroma lavender yang lembut bercampur dengan aroma maskulin parfum Gio memenuhi udara, menciptakan suasana yang kontras antara kemewahan dan ketegangan. Tetesan air dari shower yang masih menetes menciptakan irama menenangkan, namun di balik ketenangan itu, terasa sebuah ketegangan yang tersembunyi. Cermin besar di dinding memantulkan bayangan samar-samar, menciptakan ilusi ruang yang lebih luas, namun juga memperkuat rasa sepi yang menyelimuti ruangan. Lantai marmer yang dingin terasa nyaman di bawah kaki, seakan-akan menenangkan detak jantung yang berdebar. Namun, di balik kemewahan dan ketenangan itu, terasa sebuah kegelapan yang tersembunyi, mengintai di balik setiap sudut ruangan, menciptakan suasana yang mencekam dan penuh misteri.

Gio keluar dari kamar mandi. Tubuhnya yang tegap tampak lebih santai tanpa jas dan kemeja rapi yang biasa dikenakannya. Ia tak menyapa Milea, tak meliriknya sedikit pun. Langkahnya tenang, namun tegas, menunjukkan sebuah keputusan yang sudah bulat. Ia melewati Milea tanpa sepatah kata pun, meninggalkan gadis itu sendirian dalam keheningan yang mencekam. Pintu kamar terbanting pelan, menciptakan gema sunyi yang seakan-akan menggarisbawahi kepergiannya.

Milea mengamati kepergian Gio dengan tatapan kosong. Ia tahu, Gio tak akan pergi meninggalkan mansion. Pakaian santainya—kaus oblong dan celana bahan longgar—menunjukkan bahwa ia tak akan bepergian ke luar. Biasanya, jika Gio ingin meninggalkan mansion, ia akan berpakaian rapi, dengan jas dan kemeja yang terpasang sempurna. Milea mengerti, Gio sedang menuju ke suatu tempat di dalam mansion yang luas itu, suatu tempat yang mungkin tak akan pernah ia ketahui.

Milea hanya mampu menatap punggung Gio yang perlahan menghilang dari pandangannya, merasakan sebuah kesepian yang mendalam. Kepergian Gio meninggalkan sebuah pertanyaan besar yang menggantung di hatinya: ke mana Gio pergi? Dan, apa yang akan terjadi selanjutnya? Ketakutan dan kebingungan kembali menguasai hatinya, membuatnya merasa semakin kecil dan tak berdaya.

*

*

*

Gio berjalan menuju paviliun kecil yang terletak di sudut taman, langkahnya tenang namun diiringi oleh bayangan gelap yang membayangi hatinya. Sebuah sosok kecil berlari kecil mendekatinya, sebuah kilatan cahaya di tengah kesuraman. Dominic, anak laki-laki berusia tiga tahun tiga bulan, berlari dengan riang, suaranya jerit penuh kegembiraan menggema di udara.

“Paman! Paman!” Jerit Dominic, suaranya seperti lonceng kecil yang ceria.

“Pelan-pelan, Dominic,” Gio berkata dengan suara lembut, suara yang sangat berbeda dengan biasanya. Tangannya menyambut hangat tubuh mungil Dominic, menariknya ke dalam pelukan. Walau usianya masih sangat muda, Dominic sudah pandai berbicara, ucapannya jelas, hanya saja beberapa huruf, terutama huruf 'r', masih belum bisa diucapkannya dengan sempurna.

“Paman… kenapa sudah beberapa hari aku tidak diizinkan keluar dari paviliun? Aku ingin bermain di taman seperti biasa,” tanya Dominic dengan polosnya, matanya yang besar dan jernih menatap Gio dengan penuh harap.

“Di luar ada orang jahat, Paman tidak ingin kamu terluka,” Gio membujuknya dengan lembut, nada suaranya penuh kasih sayang. “Patuhlah, hmm? Paman akan membelikanmu beberapa mainan, bagaimana?”

“Yee… yee… yee… yee… mainan… mainan!” Dominic berputar-putar dengan riang, kegembiraan terpancar dari wajahnya yang polos. Tawaran mainan berhasil mengalihkan perhatiannya.

“Bermainlah dengan Sus dulu, ya,” Gio mengusap lembut pucuk kepala Dominic. “Paman akan menjenguk Ibumu terlebih dahulu.”

Gio berjalan menuju kamar Berlin, langkahnya terasa berat. Ia melihat Berlin terbaring di tempat tidur, matanya terbuka, namun kosong. Hanya kedipan mata yang menunjukkan bahwa ia masih hidup, namun tubuhnya tak bergerak, tak mampu merespon lingkungan sekitar. Berlin, yang dulu selalu riang dan penuh semangat, kini hanya terbaring lemah, tak berdaya.

“Aku datang, Berlin,” Gio berbisik, suaranya bergetar. Air mata mengalir deras di pipinya, menorehkan jejak kesedihan di wajahnya. “Permainan baru dimulai. Aku akan membuat pria yang sudah membuatmu seperti ini mengalami penderitaan yang tiada henti. Aku berharap ada keajaiban untukmu, Berlin. Aku rindu celotehmu, aku rindu tawamu, aku rindu omelanmu, Berlin…” Di balik kesedihannya, sebuah api dendam membara di dalam hatinya, menciptakan sebuah kontras yang menyayat hati.

Gio mengambil mangkuk bubur putih yang telah disiapkan oleh pelayan pribadi Berlin. Uap hangat mengepul dari bubur tersebut, membawa aroma lembut yang seharusnya menenangkan, namun bagi Gio, aroma itu hanya mengingatkannya pada kenyataan pahit yang harus ia hadapi. Dengan tangan yang gemetar, namun penuh kasih sayang, ia menyuapi adik perempuannya. Sendok kecil itu ia dorong sedikit ke bibir Berlin, dengan penuh kesabaran. Berlin membuka mulutnya, gerakannya sangat pelan, menunjukkan betapa lemahnya tubuhnya. Mengunyah pun dilakukan dengan susah payah, bahkan untuk minum air putih saja, ia harus dibantu dengan sendok, karena ia tak mampu lagi menyedot minuman melalui sedotan.

Dengan telaten, Gio memasukkan bubur ke dalam mulut Berlin, sesekali disela dengan suapan air putih. Gerakannya lembut, hati-hati, tak ingin menyakiti adiknya yang malang. Setiap suapan yang diberikan, terasa seperti menusuk-nusuk hatinya. Ia merasakan betapa besarnya penderitaan yang dialami Berlin, betapa tak berdayanya adik kesayangannya itu.

Hati Gio kembali tercabik-cabik. Melihat Berlin, adik perempuannya yang dulu selalu ceria dan penuh semangat, kini hanya terbaring lemah, lumpuh tak berdaya, merupakan sebuah siksaan yang tak tertahankan. Air mata yang ia tahan selama ini, mengalir deras membasahi pipinya, mencampur adukkan rasa sedih, marah, dan dendam yang membara di dalam hatinya. Ia berjanji akan membalaskan semua penderitaan yang dialami Berlin, ia akan membuat orang yang telah menyebabkan ini semua menderita tak terhingga.

1
it's me NF
lanjut... 💪💪
Siti Hadijah
awalnya cukup bagus,, semoga terus bagus ke ujungnya ❤️
SelsaAulia: terimakasih kaka, support terus ya ☺️❤️
total 1 replies
Elaro Veyrin
aku mampir kak,karya pertama bagus banget dan rapi penulisannya
SelsaAulia: terimakasih kaka
total 1 replies
Surga Dunia
lanjuttt
Theodora
Lanjut thor!!
Surga Dunia
keren
Theodora
Haii author, aku mampir nih. Novelnya rapi enak dibaca.. aku udah subs dan like tiap chapternya. Ditunggu ya update2nya. Kalau berkenan mampir juga yuk di novelku.
Semangat terus kak 💪
SelsaAulia: makasih kakak udh mampir 🥰
total 1 replies
✧༺▓oadaingg ▓ ༻✧
karya pertama tapi penulis rapi bget
di tunggu back nya 🥰
SelsaAulia: aaaa.. terimakasih udah mampir☺️
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!