NovelToon NovelToon
Terjerat Cinta Ceo Impoten

Terjerat Cinta Ceo Impoten

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / CEO / Obsesi
Popularitas:2.5k
Nilai: 5
Nama Author: Nona_Written

"Ta–tapi, aku mau menikah dengan lelaki yang bisa memberikan aku keturunan." ujar gadis bermata bulat terang itu, dengan perasaan takut.
"Jadi menurut kamu aku tidak bisa memberikanmu keturunan Zha.?"

**

Makes Rafasya Willson, laki-laki berusia 32 tahun dengan tinggi badan 185cm, seorang Ceo di Willson Company, dia yang tidak pernah memiliki kekasih, dan karena di usianya yang sudah cukup berumur belum menikah. Akhirnya tersebar rumor, jika dirinya mengalami impoten.
Namun Makes ternyata diam-diam jatuh cinta pada sekertarisnya sendiri Zhavira Mesyana, yang baru bekerja untuknya 5 bulan.

bagaimana kelanjutan ceritanya? nantikan terus ya..

jangan lupa Follow ig Author
@nona_written

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nona_Written, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

27 hal baru

Langit Bali tampak sedikit mendung sore itu, seolah ikut menyuarakan perasaan yang menekan dada Zhavira. Hujan tipis turun dari langit, membasahi jendela kaca kantor Wilson Grup cabang Bali, membentuk jejak-jejak samar yang perlahan mengabur pemandangan luar.

Sudah seminggu Makes pergi ke Jakarta.

Dan lebih dari itu—Zhavira tidak mendapat satu pun kabar darinya.

Tidak satu chat. Tidak satu panggilan. Tidak satu pesan pendek pun, bahkan hanya sekadar “Aku sampai Jakarta.”

Tangan Zhavira menggenggam mug kopi yang kini sudah dingin. Matanya menatap layar laptop, tapi pikirannya tidak benar-benar hadir. Slide demi slide presentasi proyek desain interior vila baru itu terlihat samar, karena pikirannya kembali melayang pada satu nama. Makes Rafasya Willson.

Dulu, ketika hubungan mereka masih dalam tahap profesional, Makes selalu formal—dingin, terkontrol. Namun beberapa minggu terakhir sebelum kepergiannya ke Jakarta, semuanya mulai berubah.

Ada momen-momen kecil yang membuat hati Zhavira tak bisa lagi berpura-pura tidak merasakannya. Tatapan Makes yang lembut, candaan-candaan ringan di sela lembur malam, bahkan cara pria itu menyeduhkan teh untuknya saat ia pilek seminggu lalu—semua itu perlahan melunturkan dinding yang dengan susah payah dibangun Zhavira.

Tapi sekarang?

Seolah Makes kembali menjadi dinding batu itu. Dinginnya ketidakhadiran pria itu lebih menusuk dari sekadar cuaca yang murung.

"Zha, kamu kenapa? Kok bengong?" suara Siska, rekan satu timnya, membuyarkan lamunan.

Zhavira mengangguk pelan, memasang senyum tipis yang tidak sepenuhnya sampai ke mata. “Nggak apa-apa, Sis. Cuma... capek aja.”

Siska mengangguk, meski tatapannya sedikit curiga. “Kalau capek, jangan dipaksain. Aku bisa bantu kerjain revisi presentasi ini kok. Besok baru disetor, kan?”

Zhavira mengangguk lagi. Ia berterima kasih sebelum berdiri, membereskan mejanya, dan mengambil tas. Ponselnya dia genggam erat—masih tanpa notifikasi baru dari Makes.

Kenapa sih, kamu diam aja? Apa seminggu ini sesibuk itu sampai lupa kirim kabar? Atau... kamu memang sengaja?

Pikiran-pikiran itu mengganggu selama perjalanan pulang. Malam telah jatuh saat ia melangkah memasuki apartemen kecilnya yang menghadap laut. Angin laut menembus celah jendela yang tidak tertutup rapat, membawa aroma asin yang menenangkan tapi juga menyayat.

Zhavira meletakkan tas, menyalakan lampu ruang tamu, lalu berjalan ke balkon. Suara deburan ombak dan semilir angin biasanya menjadi pelipur lara, tapi malam ini hanya membuat sunyi itu terasa lebih dalam.

Ia duduk di kursi rotan, memeluk lutut sambil menatap langit yang mulai mendung lagi.

Sudah 7 hari.

Ia menyalakan ponsel. Membuka percakapan terakhir dengan Makes. Terakhir kali mereka bicara, Makes memeluknya sebelum pergi. Bahkan sempat mencium keningnya sambil berbisik, “Tunggu aku, ya.”

Dan sejak itu—senyap.

Kalau memang kamu tidak ingin aku menunggu... kenapa kamu menyuruhku untuk tetap tinggal?

Zhavira menarik napas panjang. Ia mencoba menguatkan diri, tapi ada ruang kosong yang perlahan menyesakkan.

Ia tahu Makes adalah orang sibuk. Ia paham betul jadwal pria itu tidak manusiawi. Tapi... bukankah satu pesan singkat tidak butuh waktu lama?

Atau mungkin aku memang tidak sepenting itu lagi untukmu.

Pikiran itu menyakitkan.

Ia meraih ponsel lagi, jari-jarinya menari ragu. Ingin mengetikkan sesuatu. Ingin bertanya, ingin menuntut, ingin marah.

Tapi ia menghapusnya. Lagi dan lagi.

Sampai akhirnya hanya satu kalimat yang berhasil ia kirimkan:

“Kamu baik-baik aja di sana?”

Terkirim. Tapi tidak centang dua.

Zhavira menatap layar dengan kosong. Rasanya... bodoh. Tapi ia tidak bisa lagi menyimpannya sendiri.

Tak lama, bunyi notifikasi masuk.

Bukan dari Makes.

Dari Gio.

Gio: “Hey, aku balik Bali minggu depan. Ngopi bareng lagi yuk, kalo kamu nggak sibuk?”

Zhavira menatap pesan itu lama. Ada perasaan aneh yang tiba-tiba mengusik. Bukan karena Gio—pria itu hanya teman lama, masa lalu yang sudah tertutup. Tapi justru karena Makes... yang bahkan tidak memberinya pilihan untuk merasa tenang.

**

Keesokan harinya, kantor terasa lebih berat dari biasanya. Suasana cerah di luar tidak sepadan dengan suasana hati Zhavira.

Saat makan siang, ia menatap kursi kosong di sudut pantry. Biasanya Makes duduk di sana—dengan laptop, dengan aura penuh tekanan, tapi juga dengan lirikan-lirikan hangat ke arahnya. Sekarang, tempat itu kosong.

Saat ia duduk sendiri di teras luar gedung, menatap laut sambil menyuap salad dingin yang rasanya hambar, Zhavira sadar. ia merindukan Makes.

Merindukan dengan cara yang menyakitkan.

**

Hari ketujuh berubah menjadi hari kedelapan. Pesan Zhavira tak kunjung dibaca. Teleponnya juga tak dijawab. Bahkan Siska sempat bergumam, “Bukannya Pak Makes harusnya balik kemarin?”

Zhavira hanya mengangguk tanpa suara.

Ia mulai berpikir macam-macam. Apakah sesuatu terjadi? Apakah Makes... bertemu orang lain? Apakah Jakarta memberinya alasan untuk melupakan Bali—melupakan dirinya?

Pikiran itu kembali membuat matanya berkaca.

**

Malam itu, setelah mandi dan mengganti pakaian, Zhavira berjalan ke dapur membuat teh hangat. Ia mencoba menenangkan diri. Memutar lagu pelan, lalu duduk di balkon sambil memeluk selimut.

Dan tiba-tiba—

Ponselnya bergetar.

Dari Makes.

Makes: “Aku di luar. Bisa bukain pintu?”

Jantung Zhavira nyaris terhenti. Ia menatap layar ponsel dengan mata melebar, lalu berdiri tergesa.

Langkahnya menuju pintu sedikit gemetar. Ia membuka dengan cepat.

Dan di sanalah Makes berdiri—basah oleh gerimis malam, membawa koper kecil, wajahnya lelah namun... matanya hanya menatap Zhavira.

“Hi,” ucapnya pelan.

Zhavira terdiam. Emosi yang selama ini ditahan, mulai memenuhi dada.

“Kamu... kenapa gak kabarin sama sekali?”

Nada suaranya nyaris pecah.

Makes menatapnya dengan penuh penyesalan. “Aku salah. Aku terlalu tenggelam sama urusan kantor, banyak masalah yang harus aku selesainya, bukan aku melupakan kamu, tapi karna aku ingin segera menyelesaikan semuanya. Agar aku bisa segera kembali kesini, bertemu denganmu lagi. maaf aku...gak sempat balas pesan kamu.”

Zhavira menahan napas.

“Kamu tahu, aku mikir kamu kenapa-kenapa. Atau... kamu sengaja hilang biar aku berhenti nunggu.”

Wajah Makes menegang. Ia melangkah lebih dekat, lalu menaruh koper di samping.

“Aku gak pernah berniat ninggalin kamu, Zhavira. Justru... selama di Jakarta, aku makin yakin—aku gak bisa jauh dari kamu.”

Zhavira mengalihkan pandangannya. “Kamu bisa ngomong gitu sekarang, Makes. Tapi waktu aku nunggu kabar kamu tiap malam, kamu di mana?”

Hening.

Lalu Makes menarik napas dalam-dalam, menggenggam tangan Zhavira.

“Aku salah. Tapi kalau kamu masih mau... beri aku kesempatan buat buktikan lagi.”

Zhavira menatap matanya, dan untuk pertama kalinya, ia melihat ketulusan yang tidak tertahan.

Dan saat Makes memeluknya perlahan, tubuh Zhavira gemetar. Tapi ia tak menolak.

Malam itu, hening bukan lagi karena kehilangan, tapi karena dua hati yang mulai mencari jalan kembali.

"Aku merindukanmu,"Bisik Makes di telinga Zhavira.

1
Kei Kurono
Wow, keren!
Nona_Written: ❤️❤️ terimakasih
total 1 replies
ladia120
Ceritanya keren, jangan sampai berhenti di sini ya thor!
Nona_Written: makasih, bantu vote ya 😘
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!