Bercerita tentang seorang pekerja kantoran bernama Akagami Rio. Ia selalu pulang larut karena ingin menyelesaikan semua pekerjaannya hingga tuntas. Namun, takdir berkata lain. Ia meninggal dunia karena kelelahan, dan direinkarnasi ke dunia lain sebagai Assassin terkuat dalam sejarah.
Mari baca novelku, meskipun aku hanya menulis dengan imajinasi yang masih sederhana ~
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon KHAI SENPAI, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pergi mengembara sebentar
Pagi hari itu…
Rio perlahan membuka matanya. Sinar mentari pagi menembus jendela kamarnya, hangat menyentuh wajahnya yang masih terasa lelah selepas latih tanding sengit melawan ayahnya kemarin.
Saat dia bangkit dari tempat tidur, dia melihat sehelai surat terlipat rapi di atas meja kecil di samping tempat tidurnya. Surat itu bersegel kecil dengan pita merah lembut yang dikenalnya sangat baik… itu milik Laira.
Rio membuka surat itu dengan hati-hati. Di dalamnya tertulis tulisan tangan yang indah, tulisan gurunya.
"Aku pulang ke kota tempat asal aku dulu... Selamat, Rio, karena telah lulus ujian skill Assassin."
"Kau tumbuh sangat cepat... lebih cepat dari yang kubayangkan."
"Jika kau benar-benar akan pergi ke kota saat usiamu genap 15 tahun… pergilah ke Kota Veltrana. Di sana, temuilah aku."
"Aku akan menunggumu di tempat di mana kisah lama saya bermula."
.... Dari Laira, untuk Rio tersayang.
Rio menggenggam surat itu erat. Hatinya terasa hangat, sekaligus getir.
Dia menatap langit-langit kamarnya dan berkata pelan...
"Laira... aku akan datang. Aku pasti akan jadi assassin yang kamu bisa banggakan."
Angin pagi berhembus lembut lewat jendela yang terbuka, seolah membawa pesan dari kejauhan. Rio tersenyum kecil, lalu bersiap memulai hari dengan tekad yang lebih kuat dari sebelumnya.
Rio, yang kini berusia 12 tahun, duduk bersama ayah dan ibunya di ruang makan. Setelah sarapan selesai, ia memberanikan diri untuk berbicara.
"Ayah… apa aku bisa keluar kota sebentar? Nanti sore aku balik, janji," kata Rio sambil menatap ayahnya dengan serius.
Ayahnya yang sedang meneguk air langsung tersedak pelan, matanya melebar karena terkejut.
"Apa!? Kau… ingin ke kota!?" kata ayahnya sambil meletakkan cangkirnya di atas meja.
Rio mengangguk ringan.
"Iya, Ayah."
Ayahnya mendekatkan wajahnya ke arah Rio, menyipitkan mata sedikit.
"Pasti mau bertemu dengan Laira, ya?" ucapnya dengan nada menggoda.
Rio sedikit gugup dan membalas cepat.
"Bukan! Aku hanya ingin berjalan sebentar… sendiri."
Ayahnya tersenyum kecil, lalu berdiri dan menepuk kepala putranya.
"Baiklah… yang penting jangan terluka ya, Rio. Ingat, kau bawa nama keluarga Akagami."
Namun, sebelum Rio sempat berterima kasih, suara ibunya terdengar dari sisi meja.
"Hei! Jangan izinkan dia begitu saja!" kata ibunya dengan suara sedikit meninggi.
Ia meletakkan sendoknya dengan kesal, lalu menatap suaminya tajam.
"Dia masih kecil, tahu! Kalau terjadi apa-apa gimana?"
Ayahnya mengangkat tangan pelan sambil mencoba menenangkan suasana.
"Tenang, Sayang… dia janji balik sore. Aku percaya Rio bisa jaga diri."
Ibunya menghela napas panjang, lalu memalingkan wajah sambil bergumam pelan.
"Hmph... anak ini makin mirip ayahnya...keras kepala."
Rio tertawa kecil, lalu membungkuk sopan.
"Terima kasih Ayah… Ibu… Aku akan hati-hati!"
Ia pun berlari kecil menuju kamarnya, bersiap memulai petualangan kecilnya keluar dari rumah... untuk pertama kalinya.
Sinar matahari pagi menembus jendela, menyinari kamar yang dipenuhi dengan barang-barang latihan dan buku skill.
Rio sedang berdiri di depan cermin, mengenakan jaket hitam panjang yang menutupi tubuhnya. Ia kemudian menarik tudung dan mengenakan topeng hitam sederhana yang menutupi setengah wajahnya untuk menyembunyikan identitasnya.
"Oke… selesai. Perlengkapan untuk mengembara, siap." kata Rio sambil mengepalkan tangan.
Ia menatap refleksi dirinya sejenak, terlihat keren dan misterius, seperti seorang Assassin muda yang hendak memulai petualangannya.
Rio memeriksa sekali lagi kantong bawaannya: kompas kecil, bekal roti kering, dan pisau kecil pemberian ayahnya. Semuanya lengkap.
Ia membuka pintu kamarnya dan berjalan ke ruang utama dengan langkah ringan namun penuh tekad.
"Ibu, Ayah… aku berangkat dulu ya!" teriak Rio sambil melambaikan tangan.
Ayahnya sedang duduk santai di kursi panjang dan tersenyum bangga.
"Hati-hati, Rio. Jangan membuat masalah, ya."
Ibunya yang sedang menyiram tanaman di dekat pintu rumah menoleh dan tersenyum hangat.
"Pulang sebelum matahari tenggelam. Ibu akan masak makanan favoritmu nanti."
Rio mengangguk sambil tersenyum tipis dari balik topengnya.
"Siap, Ibu. Aku akan pulang dengan pengalaman!"
Dengan itu, ia pun melangkah keluar dari rumah... memulai petualangan kecilnya di luar kota sendirian, untuk pertama kalinya.
Sesampainya di kota kecil...bukan Veltrana, tempat tinggal gurunya, melainkan kota biasa yang ramai di siang hari.
"Wah... ramai sekali orang di sini," ucap Rio pelan sambil menatap hiruk-pikuk pasar kota.
Ia berjalan perlahan menyusuri jalanan berbatu, melihat beberapa kedai yang menjual peralatan sihir dan makanan khas kota. Namun, belum sempat ia jauh berjalan, seorang anak laki-laki bertampang sok menghampiri dengan sengaja menabraknya.
Bruk!
Rio tersandung dan hampir jatuh.
"Hey kamu! Lihat depan dong!" bentak anak itu.
Rio mengangkat kepala pelan. "Iya, ada apa?" tanyanya tenang.
Anak itu langsung membentak lebih keras, "DASAR BOCAH! KAU YANG NABRAK AKU BODOH!!"
Matanya melirik topeng hitam yang dipakai Rio. Ia mencibir dan berkata nyinyir, "Mana topeng kamu itu... kek norak banget! Apa kau lagi main-main jadi assassin ya? Hah!? Dasar bocah aneh!"
Rio hanya diam dan mengabaikannya, tetap ingin melanjutkan jalan.
Namun si anak itu...yang tak lain adalah Kayn Valmer, anak bangsawan sombong yang tak terima diabaikan. Ia menarik bahu Rio dengan kasar dan langsung menumbuk wajahnya.
Topeng Rio terjatuh ke tanah, memperlihatkan wajahnya yang tenang namun penuh luka latihan.
"BERANI SEKALI KAU MENGABAIKAN AKU! AKU INI KAYN VALMER!! INGAT ITU, BOCAH BODOH!!"
Rio menunduk, memungut topengnya perlahan... lalu berdiri dengan sorot mata yang berubah tajam. Tatapannya kini dingin dan menusuk.
"Ohh, begitu ya... maaf, aku tidak kenal," ucap Rio dengan nada datar.
"APA KAU BILANG!?" Kayn mengangkat tangannya lagi.
Namun Rio tak bergerak. Dalam sekejap, aura Assassin yang mematikan mulai keluar dari tubuhnya. Udara di sekitar mereka tiba-tiba menjadi berat, orang-orang di dekat situ mundur pelan-pelan, merasa ada tekanan misterius.
Rio menatap Kayn lurus-lurus, penuh dominasi.
"Sadarilah posisimu, budak ingusan," bisik Rio dengan tatapan tajam.
Kayn sontak terduduk gemetar, wajahnya pucat.
Rio mendekat pelan, lalu menunduk ke telinga Kayn dan berbisik dengan nada membeku:
"Jika kau mengusikku sekali lagi... aku takkan ragu menghabisimu."
Setelah itu Rio berbalik, mengenakan kembali topengnya dengan tenang. Kayn masih terduduk di tanah, terdiam dan ketakutan, hanya bisa menatap punggung bocah misterius itu yang berjalan pergi perlahan, bocah yang tak terlihat seperti anak 12 tahun sama sekali.
Maaf kalau ada komentar yang kurang sreg.
Misal kalau dia adalah orang yang dulunya OP dan ingin membangkitkan kembali kekuatannya untuk balas dendam. itu bisa dimengerti dibanding dia yang dulunya hanya kerja kantoran aja udah repot dan banyak mengeluh.
Dia pasti motivasinya bisa hidup lebih santai menikmati dibanding sebelumnya yang terlalu sibuk bekerja.