NovelToon NovelToon
Takdirku Di Usia 19

Takdirku Di Usia 19

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Nikahmuda
Popularitas:6k
Nilai: 5
Nama Author: Putri Pena

Mentari, seorang gadis pemalu dan pendiam dari Kampung Karet, tumbuh dalam keluarga sederhana yang bekerja di perkebunan. Meskipun terkenal jutek dan tak banyak bicara, Mentari adalah siswa berprestasi di sekolah. Namun, mimpinya untuk melanjutkan pendidikan pupus setelah lulus SMA karena keterbatasan biaya. Dengan tekad yang besar untuk membantu keluarga dan mengubah nasib, Mentari merantau ke Ubud untuk bekerja. Di usia yang masih belia, kehidupan mempertemukannya dengan cinta, kenyataan pahit, dan keputusan besar—menikah di usia 19 karena sebuah kehamilan yang tidak direncanakan. Namun perjalanan Mentari tidak berakhir di sana. Dari titik terendah dalam hidupnya, ia bangkit perlahan. Berbekal hobi menulis diary yang setia menemaninya sejak kecil, Mentari menuliskan setiap luka, pelajaran, dan harapan yang ia alami—hingga akhirnya semua catatan itu menjadi saksi perjalanannya menuju kesuksesan. Takdirku di Usia 19 adalah kisah nyata tentang keberanian, cinta, perjuangan, dan harapan. Sebuah memoar penuh emosi dari seorang gadis muda yang menolak menyerah pada keadaan dan berjuang menjemput takdirnya sendiri.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Putri Pena, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 10. Mimpi di Depan Televisi

*📝** Diary Mentari – Bab 10**

“Kadang yang paling menyakitkan bukan karena kita tak punya apa-apa, tapi ketika impian kita dianggap tak perlu ada.”***

...****************...

Sore itu langit tampak keemasan. Angin lembut berhembus membawa suara gamelan dari rumah tetangga yang sedang menyiapkan upacara. Aku duduk bersila di depan televisi tua yang warnanya masih hitam-putih. Suaranya pelan karena harus bersaing dengan suara obrolan dari dapur dan nenek yang tak henti menanyai siapa saja yang lewat depan rumah.

Kami semua berkumpul—aku, Senja, Raka, tiga sepupuku, dan adik sepupu yang belum sekolah—duduk berhimpitan di atas tikar. Kadang kami bertengkar hanya karena ingin menonton acara yang berbeda. Kakek suka siaran musik tradisional Bali, Ayah lebih suka menonton berita malam, sepupu-sepupuku suka sinetron, dan aku… aku hanya ingin menikmati acara remaja yang tayang seminggu sekali.

Ibu duduk agak jauh, di sudut ruang tengah yang remang, tangannya sibuk menganyam janur untuk upacara Galungan yang tinggal dua hari lagi. Aku memperhatikannya dari balik layar televisi. Tangan ibu begitu lincah, janur itu melintir, melingkar, dan tiba-tiba saja sudah menjadi bentuk seperti burung atau bunga. Aku selalu kagum pada keahlian itu, tapi lebih kagum lagi pada ketekunannya.

Suasana terasa biasa saja, sampai ibu membuka suara.

“Kenapa?” tanyanya pelan, matanya tetap menatap janur yang terus dibentuknya.

Aku terkejut, tidak menyangka ibu menyadari aku sedang memperhatikannya.

“Bu…” aku ragu sejenak, “sebentar lagi aku lulus sekolah. Guru sudah bagi formulir pendaftaran SMA. Bisa aku ikut daftar?”

Ibu berhenti menganyam. Tatapannya kosong, seolah sedang menghitung-hitung sesuatu dalam kepalanya. Aku menunggu dengan harapan yang mulai menyusut.

“Kamu nggak lihat tadi anaknya Pak Ketut di warung? Dia sudah sukses di Denpasar. Sudah kerja, bisa kirim uang tiap bulan. Padahal cuma lulusan SMP,” kata Ibu akhirnya, suaranya datar.

Aku tahu arah pembicaraan ini. Hatiku berdesir.

“Bu, aku nggak mau kerja di Denpasar. Aku mau sekolah, aku mau jadi guru. Atau penulis. Atau…” suaraku melemah, “…aku cuma ingin punya kesempatan.”

Ibu menghela napas. “Bukan kamu saja yang punya mimpi, Tan. Tapi lihatlah rumah ini. Raka masih sekolah. Sepupu-sepupumu juga harus dibantu. Ibu tidak punya cukup uang untuk semua.”

Aku tahu. Aku selalu tahu. Tapi bukan berarti aku tidak boleh berharap.

“Anak perempuan itu sekolah SMP aja sudah cukup,” lanjutnya. “Nanti juga kamu ikut suami. Kamu kira sekolah tinggi itu bikin kamu bahagia?”

Aku menunduk. Kalimat itu seperti cambuk yang memukul harapanku.

“Jadi… aku harus berhenti sekolah?” tanyaku, nyaris tak bersuara.

Tak ada jawaban dari ibu. Hanya hening yang menggantung di ruangan, lebih menyakitkan daripada kata-kata. Aku menoleh ke arah Ayah yang duduk di samping kakek.

“Pak?” aku mencoba sekali lagi.

Ayah hanya menatap layar televisi, lalu menyesap rokoknya. Tidak ada sepatah kata pun keluar dari mulutnya. Aku tahu, Ayah tidak bisa menjanjikan apa-apa. Semua uang ada di tangan ibu.

Aku merasa tertampar. Bukan karena dimarahi. Tapi karena diabaikan.

Kakek tiba-tiba berbicara, memecah keheningan.

“Kalau memang dia punya keinginan besar, biarkan dia mencoba. Mungkin memang anak ini punya takdir lain.”

Nenek memandangku. “Dulu kamu juga bilang ingin ke kota, Tan. Tapi hidup di kota nggak semudah yang kamu bayangkan. Kamu harus kuat.”

Aku tersenyum kecut. Semua orang bicara seolah aku terlalu kecil untuk tahu kenyataan hidup. Padahal aku sudah mencicipi pahitnya sejak kecil.

Aku berdiri perlahan.

“Aku ke belakang dulu, Bu,” kataku.

Ibu tidak menjawab. Tapi aku tahu dia mendengarnya.

Aku melangkah ke kamar, melewati sepupuku yang masih tertawa menonton televisi. Sesampainya di kamar yang gelap dan sempit, aku mengambil buku diari dari bawah bantal. Kubuka halaman yang masih kosong, dan mulai menulis:

“Hari ini aku kembali kalah oleh kenyataan.

Katanya impian tidak butuh biaya. Tapi ternyata, bahkan untuk bermimpi, aku harus bertarung.

Aku tahu mereka tidak jahat. Ibu hanya takut aku kecewa. Ayah hanya diam karena dia tahu tak punya kuasa. Tapi bisakah seseorang percaya padaku, sekali saja?”

Air mataku jatuh tanpa suara. Aku menulis bukan karena ingin mengeluh. Tapi karena hanya di sini aku bisa bicara.

Aku ingin menjadi seseorang. Aku tidak tahu bagaimana caranya. Tapi aku tahu satu hal: aku harus mencoba, entah dengan cara apa.

Di luar, suara televisi masih terdengar. Di rumah kecil itu, semua orang masih bercanda dan bercerita. Tapi aku tahu, langkah kakiku akan berbeda.

Malam itu, aku bermimpi berdiri di atas panggung, mengenakan seragam sekolah SMA. Dan ibu duduk di barisan penonton, tersenyum dan menangis bahagia.

Tapi saat aku membuka mata, suara ayam jantan menyadarkanku: aku masih di Kampung Karet. Masih dengan mimpi yang belum tahu harus dibawa ke mana.

1
Komang Arianti
kapan tarii bahagiaa nya?
Komang Arianti
ngeenesss bangettt ini si mentarii😢😢
Putu Suciptawati
jadi inget wkt adikku potong rambut pendek, kakekku juga marah, katanya gadis bali ga boleh berambut pendek/Facepalm/
K.M
Ditunggu lanjutannya ya kk makasi udah ngikutin ☺️
Putu Suciptawati
/Sob//Sob//Sob//Sob//Sob//Sob//Sob/
K.M: Auto mewek ya kk
total 1 replies
Putu Suciptawati
yah kukiora tari akan menerima bintang, ternyata oh ternyata ga sesuai ekspektasiku
Arbai
Karya yang keren dan setiap bab di lengkapi kalimat menyentuh.
Terimakasih untuk Author nya sudah berbagi kisah, semoga karya ini terbit
K.M: Terima kasih dukungannya kk ☺️
total 1 replies
Putu Suciptawati
ayolah tari buka hatimu unt bintang lupakan cinta monyetmu...kamu berhak bahagia
Putu Suciptawati
senengnya mentari punya hp walaupun hp jdul
Putu Suciptawati
semangat tari kamu pasti bisa
Putu Suciptawati
puisinya keren/Good//Good//Good//Good/
Putu Suciptawati
karya yg sangat bagus, bahasanya mudah diterima.....pokoknya keren/Good//Good//Good//Good/
K.M: Terima kasih banyak sudah menyukai mentari kk ❤️❤️
total 1 replies
Putu Suciptawati
betul mentari tdk semua perpisahan melukai tdk semua cinta hrs memiliki
rarariri
aq suka karyamu thor,mewek trus aq bacanya
rarariri
/Sob//Sob//Sob/
Wanita Aries
Kok bs gk seperhatian itu
Wanita Aries
Paling gk enak kl gk ada tmpt utk mengadu atau skedar bertukar cerita berkeluh kesah.
Aku selalu bilang ke ankq utk terbuka hal apapun dan jgn memendam.
Wanita Aries
Kok ba ngumpul smua dsitu dan org tua mentari menanggung beban
Wanita Aries
Mampir thor cerita menarik
Putu Suciptawati
betul mentari, rumah atau kamar tidak harus besar dan luas yang terpenting bs membuat kita nyaman
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!