NovelToon NovelToon
Giziania

Giziania

Status: sedang berlangsung
Genre:Sistem
Popularitas:340
Nilai: 5
Nama Author: Juhidin

Ada satu komunitas muda-mudi di mana mereka dapat bersosialisasi selama tidurnya, dapat berinteraksi di alam mimpi. Mereka bercerita tentang alam bawah sadarnya itu pada orangtua, saudara, pasangan, juga ada beberapa yang bercerita pada teman dekat atau orang kepercayaannya.

Namun, hal yang menakjubkan justeru ada pada benda yang mereka tunjukkan, lencana keanggotaan tersebut persis perbekalan milik penjelajah waktu, bukan material ataupun teknologi dari peradaban Bumi. Selain xmatter, ada butir-cahaya di mana objek satu ini begitu penting.

Mereka tidak mempertanyakan tentang mimpi yang didengar, melainkan kesulitan mempercayai dan memahami mekanisme di balik alam bawah sadar mereka semua, kebingungan dengan sistem yang melatari sel dan barang canggih yang ada.

Dan di sini pun, Giziania tak begitu tertarik dengan konflik yang sedang viral di Komunitaz selain menemani ratunya melatih defender.

note: suka dengan bacaan yang berbau konflik? langsung temukan di chapter 20

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Juhidin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chap 10 Penculikan

"Berhenti... Plis. Matiin anceman lo Nan. Damai. Gue dengan baik-baik minta kalian ngirit waktu. Kalo rusuh itu nambah musuh."

Jihan memandangi warp, menunggu jawaban Nana yang sudah masuk lebih dulu. Namun lawang tak mau menutup, belum ingin menyudahi eksistensinya sebagai lorong dimensi.

Jihan kacak pinggang. "Lo bisa nyalain, bisa juga dong matiinnya. Lihat gue nih."

Tlak!

Jihan menjentik jari. Zwrrt..! Di sebelahnya langsung muncul segiempat serupa namun menghadap ke arah pohon. Warna warp milik Jihan tidak sama, tidak sepolos milik Nana, tidak persis neon.

Tlik..! Jihan mengulang aksi, segiempat tersebut hilang.

"Gitu maksud gue, Nan. Peace. To the point aja, makan."

Tak ada tanggapan. Dan Jihan tak menyerah, kembali menyalakan "kompas" miliknya dengan dua jari.

Tlakh..! Zwrrt!!

Layar kompas yang dinyalakan Jihan memiliki beribu warna dan di situ Jihan sedang duduk bicara pada teman-teman telkin-nya.

"Itu monitor, Abstrak. Gak bisa ditembus."

Cahaya warp redap-redup seiring Nana bicara.

"Ini nembus."

Jihan mengibas-kibas monitor dengan tangannya. Sat-sat. Sat-set. Layar transparan yang tersentuh tetap eksis di tempatnya berada alias tested, teruji dapat ditembus.

"Gue manggil lu pake nama Abstrak karena telah sesuai. Lu gak pernah jelas. Gue bilang a, lu ngejawab b."

"Lo yang bikin kebijakan, lo juga yang dapet resikonya Nan. Gak apa-apa. Terus selanjutnya apaan?"

"Napa lo nyebut gue banci? Emang gue cowok pake lipstik?"

"Lo cewek, Nan. Alesannya. Yaa.. Gue pilih panggilan default aja. Biar ngaran lo kedenger keren .. Nan."

"Gue sedang banyak urusan dan harus cepat menindak tegas diri lu, Abstrak. Kalo pengen ending bahagia masuklah dan ucapin kata stop. Lebih hemat energi daripada harus ngelambeyin tangan."

Krakh..!

"?!"

Lapisan persegi yang meredap-redup tersebut kemudian retak sendiri bagaikan kaca yang disandar dan diinjak benda berat. Tampak sebuah aula yang luas di balik sana begitu pecahan "kaca" berjatuhan.

Tlik..! Jihan menjentik jari memadamkan monitor apung.

Tanpa ragu lagi Jihan pun segera masuk dengan cara aneh.

Dari luar Jihan portal sudah menduga Nana sedang menunggu, ternyata benar.

Di ruang persis markas ninja, aula untuk berlatih, Jihan mendapati Nana berdiri agak jauh memakai setelah jas hitam pita kupu-kupu.

Di tempatnya menunggu, Nana mempersilahkan Jihan memilih barang yang ada di meja. Jihan lihat banyak sekali pisau panjang dan bermacam pedang di meja sebelah kirinya, sementara di meja lain, yang di sebelah kanan tersedia banyak senjata api, ada handgun, AKA, PSg (sniper) dan makin banyak lagi senpi lain di arah ujung meja, sama banyaknya dengan senjata jarak dekat.

Jihan mengamati pisau dapur yang diambilnya. "Berapa harganya, Mbak?"

"Gak dijual..! Gratis, Dungu. Lu harus bunuh gue. Biar efektif, gue rekomendasikan opsi meja sebelah. Ambil bedil yang bisa dicas. Listrik lebih damage bila kena gue."

"Stop..!"

"Gak bisa."

"?!"

"Balik kanan, ulang. Lo mintanya setengah kaki."

Jihan pun melihat kakinya.

"Kembali. Masuk lagi," pinta Nana dengan sangat tenang sebagaimana dewa penjaga. Entah kenapa memakai jas, jika bersayap Nana keren dengan nada bicaranya.

"Lo jeli juga, Dusta. Gue jadi males ngeladeninnya."

"Lu yang mulai. Dasar curang."

Jihan tak menanggapi begitu ketahuan curang. Dia berjalan santai menghampiri lawang dimensi yang harusnya langsung padam itu.

Jihan masih dapat berjalan sekalipun kedua kakinya terpotong, hilang satu jengkal dari tanah, tidak nampak disorot kamera syuting.

"Dusta.."

"Jalannya kayak gitu. Jangan masuk pake gaya ballerina. Lu ninja yang mau bawa mahkota di museum penuh laser."

"Bacot.."

Tiba di luar, kaki Jihan terlihat lagi dan masih nyeker, tampak mulusnya masih utuh.

Jihan mengapung diri membawa tubuhnya masuk dengan cara mudur, punggung lebih dulu.

Zwiit!

Sekembalinya di dalam, Jihan dapati lawang persegi yang dilewatinya menciut, menutup sendiri.

Di udara ini, Jihan berbalik sambil mendarat pelan. Tapi.. dia mendapati semua pedang mengambang terhunus padanya.

"Hih. Kampret.. Ke mana lagi sih, lo Nan? Gue curang salah. Fair salah. Pendusta. Top. Gue bilang. Top. Top. Top.. Toooop."

Wttth..!! Sebilah golok melesat saat Jihan mencoba damai dengan benda-benda di hadapannya.

Dtth!

Mungkin golok satu ini dendam, melesat ke wajah Jihan mendahului benda lain yang masih memgambang "mendengarkan". Akibatnya macet, sang golok tertahan sesuatu, padahal berhasil memangkas jaraknya dengan kening Jihan di satu jengkal ini.

Klotakh..! (gitu aja bunyinya ya?)

Jihan mengawas mencari Nana, tak peduli pada sajam terjatuh.

Si fokus menilik satu persatu pedang yang hadir karena siapa tahu ada magnetnya. Tapi sia-sia, semuanya murni sajam pertahanan tempat, tak ada yang terikat tali, bahkan lantai maupun dinding yang berbahan kayu, tak ada sangkut pautnya masuk bahasan.

Lalu di mana semua senpi? Padahal beberapa saat tadi grup pistol masih ada di meja, sudah tak ada sepucuk pun di tempatnya.

"Pril ke mana lagi? Bedil dibawa kabur semua. Katanya dibagiin."

"Pojok rumah. Ke sisi kanan. Udah. Lurus aja. Ntar kotak muncul sendiri kalo lo udah di tepi danau sana."

"Dia (Nana) mangkir aturan sendiri. Gue udah bilang top gini, masih aja nyerang."

"Pake es bilangnya. Yang engkap."

"Hhh-hh..! Stres lo.."

Tanpa melihat, Jihan menyentuhkan jempol kakinya ke ujung golok yang masih tergeletak di lantai.

Grotakhh..! Semua pedang yang masih terhunus pada targetnya jatuh bersamaan, langsung bersih dari pengaruh "magnet", turut tumbang begitu "pemimpinnya" jatuh dan diperiksa. Sedetik kemudian..

BRAAAKH!!

Dari arah sudut kanan sebuah tank masuk, lebih tapatnya dikendalikan seseorang untuk Jihan.

Dalam pandangan Jihan kendaraan tersebut tampak seperti sedang melayang, serpihan dan pecahan rumah bergerak pelan sebagaimana mengambangnya benda di luar atmosfer Bumi.

Lemparan tersebut sekaligus menghancurkan bangunan saking kencangnya si besar masuk dan melaju, menyeruduk batang pepohonan hingga akhirnya si berat jatuh.

Di udara, Jihan menoleh ke arah danau. Di sana tampak Nana berhenti dari konsentrasi, persis gerakan pengendali batu di film Avatar, berhenti menari-narikan kedua tangannya.

"Teror malam Purnama? Hm.. Ini ilmu legendaris yang telah lama hilang."

Dekat perahu dan memang sedang terang bulan, Nana tersadar jurusnya dikomentari. Padahal jaraknya dengan Jihan cukup jauh namun sungguh kupingnya sangat peka dan tajam.

Nana merutuk kasar dan balik badan melenyapkan diri. Zwap!

Jihan langsung jetset ke danau. Wzzth! Setibanya di dekat perahu, Jihan buru-buru bicara.

"Top. Woy.. Top. Gak guna lo marah-marah, Nan. Plis damai.."

Tak ada jawaban. Yang ada hanyalah kehadiran selapis lawang persegi.

"Woy. Budeg! Sori udah ngomong asal. Gue jujur, tari jaipong lo keren, Nan."

Sunyi. Nana tak muncul kembali di lokasi hilangnya ini.

"Plis jangan bikin kerusakan di muka Bumi," pinta Jihan kemudian.

Tak ada respon, tempat Jihan berada masih sepi tak ada semilir angin.

Karena berhasil menemukan pintu berikutnya, Jihan masuk dengan cara melayang untuk menyusul tantangan Nana selanjutnya.

"Liar... Udah bagus pemandangan sini, kabur lagi. Kampret."

Jihan mendapati sebuah pom bensin, entah di kota mana. Semua sudut yang Jihan lihat diam. Lahan ini kosong dan telah ditinggalkan. Ada minimarket tapi di situ pun lenggang tidak ada orang dan barang pajangan pada rak yang berjajar.

Di sekitar Jihan tiada mobil yang parkir. Akhirnya Jihan pergi meninggalkan lokasi, lanjut mencari lawang exit dengan gaya pesulap udara, melayang menelusuri jalan yang sama kosongnya.

".. nanti kotak muncul sendiri sehabis lo dateng," beritahu April, seperti biasa menjawab permintaan Jihan.

Tunggu. Kok arahnya harus ke jalan, bukan ke minimarket? Betul. Tapi Jihan sedang cari pintu ring berikutnya, bukan mencari makan dan minum.

"Materi ini bahan mentah buat apa aja yang ada di Internal sama Eksternal. Air, udara, batu termasuk susunan atomnya, itu adalah xmatter.

Gak cuma barang, energi entropi juga dari xmatter. Maka, siapa yang punya banyak xmatter, dia tinggal ikutin hati aja. Alam ini langsung ngabulin apa yang lagi kita pikir dan inginkan."

"Terus gudangnya di mana ya Kak, kalo boleh tau?"

"Xmatter buat Server ada di Qolam. Buat Internal yang penggunaannya masif, ada di tanah Pnin. Terus.. Basecamp jalan satu-satunya buat masuk ke sana.

Tapi.. tetep.. kosa kata Enik hari itu mampu menguras stok gudang dalam beberapa menit. Alam ini ngejawab langsung keluhan itu, ngasih apa yang Lintang ingin. Gue kebagian. Fani juga kena.

Toh gue ikut nge-voting..."

Siaran hening di kuping Jihan, tak lama Hen Hen bicara kembali.

"Kami yang ingin Enik berhenti.. hhh.. Ngedadak keputus dari distribusi frame Server. Ruang dan waktu yang tengah aktif di sini, ngedadak offline. Garis kehidupan kayak aktivitas orang-orang di jam siang dan malamnya, gak ada lagi, Ir. Balik ke siskon bumi pengembara. Inilah kondisi sewaktu gue masih calon lusid.

Semula.. Pengurasan ini kesalahan Jihan. Tapi invalid. Hhh.. Gizi dan Jihan ngeframe dari garis Luna. Gak ada riwayat make xmatter gudang.

But, satu hal. Bodi pacar lo nih type tubuhnya jenis parasas. Berlian jadi-jadian. Badan bawaan dia udah ditinggal, Ir. Bukan de en a alaminya.

Hhh, berhubung riwayat arenanya penuh dengan jenis will waktu ngelawan Nia, ya udah.. Mawar mutusin ngegelar pelatihan. Ngeuka perguruan telekinetis. Tapi besoknya menagis. Pacar lo menolak. Gue udah insyaf War.

Project Corrupt ditunda pembukaannya. Kami makin prihatin di intip Linpar dari jauh sana tiap detiknya. Pokoknya mau gak mau harus ngelawan paradok utusan dia.

Dua hari kemudian.. Jhid perlihatkan langsung ke semua kontra... jaman di mana Nia dan Hoax memburu Gizi.

Kontak timeline itu bikin Jihan berubah pikiran. Abisnya itu valid pengalaman dia sendiri waktu ngejaga ingatan Gizi."

"Ingatan di sini maksudnya apa ya Kak?"

"Nyawa bangsa jins. Memori semua jins bisa dihapus sama qarrat, Ir. Tapi Underground, pabrik maut itu sekarang udah aman. Diserahin ke tangan Rey. Umur gu- .. Ekhmm. Umur gunanya menyimpan validasi, Ir. Jins mana pun, termasuk Fia yang Fani bawa adalah nyawa alternatif kalo nanti saudari lu koid.

Mau nanya apa lagi?"

Jihan terus melayang mengentayangi jalan aspal yang sunyi. Lampu penerang di sini hanyalah pusar Jihan sendiri, sebab di lingkaran ini sistem menempatkannya di malam yang tak berpurnama.

Di saat santai mengambang sepanjang jalan, Jihan tetap bergerak menunggu percakapan Ira - Hen Hen yang tak kunjung berlanjut, hanya mendengar bunyi kunyah. Lalu dia berhenti di bawah gawang penunjuk kota karena ada sesosok gadis didapati sedang menyandari tiang rambu jalan tol ini, menunggu Jihan.

"Nan..?"

Nana mengembangkan dada lalu melepaskan nafas tersebut. Wajahnya tak berubah, masih diam menyimpan dendam.

"Top. Balikin bokin gue.."

Nana masih tak ingin melirik si penanya selain bersandar. Sementara Jihan membiarkan selapis objek putih menyala di radius 5 meter dari lokasinya.

Dari belakang, sebuah ban besar menggelinding. Jihan segera menoleh ke tempat asalnya.

Jreeeng..!

Jihan melihat, di belakangnya terdapat banyak tiang beton tengah menancap tanah tol. Belum pohon-pohon kelapa, tugu nasional, rumah-rumahan, rel, kapal tangker, menara bandara, kereta, tiang jembatan, juga ada banyak pesawat airbus nyungsep dan terbakar setelah jatuhnya tersebut, sementara ban tadi copot dari dumptruck penambangan, berada di deret paling depan dari antrian excavator besar yang berjumlah sekitar lima puluh unit.

Trkhh..! Bunyi tangga dumptruck, lalu..

Brugh!

"Hhh..!" hela Jihan melihat pemandangan yang ada. "Ck..! Top. Lo udah ngerusak planet ini. Berenti maen kasar. Lo berisik. Makanya gue cuekin. Majikan lo lagi nerangin berita."

Nana tetap diam bersandar. Dia membiarkan Jihan pergi, padahal Jihan sedang kesal dan mengumpatnya.

Zwiit! Lawang dimensi menutup setelah Jihan memasukinya. Lalu di bawah gawang rambu tol ini Nana melepaskan nafas yang sedari tadi dia tahan.

Dhuaar!! Satu tangki BBM di bawah tanah pecah di pom tempatnya berada. Entah Nana apakah hingga langsung meledak seperti itu. Nana hanya lanjut diam membiarkan lokasi yang telah berantakan, bekas serangannya.

"Hai, Han.." sapa Hen Hen senyum ditatap gadis berpiyama belang. "Makan yuk? Udah gue siapin nih."

Kursi di dekat Hen Hen dalam posisi miring tanda orang yang menempatinya sudah pergi sejak tadi.

"Ngng.. Gue mau.. Ekhmm. Bentar," pinta Hen Hen mencabut tisu lalu menyeka bibirnya dan menelan kata-kata.

Jihan amati Hen Hen mengambil gelas dan meminumnya, tampak mencoba untuk tenang, pura-pura menahan sedak di leher, padahal tidak sedang mengunyah.

Ira yang masih memeluk turut menatap Hen Hen, sudah dalam rangkulan Jihan.

"Euu!"

Bunyi sendawa menghiasi ketegangan yang berlangsung. "Han. Gue bingung nyampeinnya. Tapi.. ngng.. Duduk dulu deh, Han. Gue ngunci lo di sini bukan mau berniat buruk dan negatif sama lo."

Hen Hen sudah bersandar serta menghembuskan nafas resahnya. Sementara yang diajak bicara hanya menaruh kepalanya di kepala Irawati.

"Lu mau gak kira-kira ngajarin gue telkin jenis yang Nia punya..? Di sini aja Han. Jamnya khusus buat gue aja."

"Gak."

"Hhh," hela Hen Hen langsung gamang dan bingung. "Oke. Gue gak maksa. But.. Gue pengen tau alesannya. Kenapa?"

Jihan tak bicara.

"Kenapa.. Han?"

Jihan masih sibuk bersama Ira, membalas senyum si belia tersebut, pilih diam mendengarkan.

"Gue bayar lebih deh lima kali lipatnya dari pemberian Mawar. Gimana Han? Gue sama Melan. Gue minta dia dateng kalo nanti lu bersedia ngebuka jam privat kami."

"Lo udah bisa, Hen. Tinggal inget mood aja kalo lagi di luar temlen. Ntar lo tanya Fani kalo dia pulang final. Tanya ke dia gimana cara ngimej-nya. Dia (Fani) bisa sendiri gak gue ajarin apa-apa. Modalnya ngintip hezt orang doang."

Hen Hen diam menatap Jihan dengan serius. Lalu..

"Valid. Fani diijinin awalnya sama lu. Ngubek histori hezt tujuan. Otomatis dapat."

"Besok masuk aja deh. Ikut open hur lagi. Gue gak ngajarin apa-apa, Hen. Gue lagi pengen nemenin Ratu. Itu aja. Nih belanja di mana bahan masakan lo?"

"Oh," Hen Hen segera ngeh dari bersandarnya mendengar nada Jihan yang berubah akrab. "Hhh.. Gue udah ngelanggan di mall Panti. Tau sendiri nih temlen dah sekarat. Gue bawa semua resep mbak Canteen. Hhh. Duduk dulu deh, Han. Sini. Yuk?"

"Yuu Kak?"

Jihan buru-buru mengangguk.

Dalam satu meja, setelah Jihan tahu dirinya pun dapat undangan makan, Hen Hen buka suara lagi. Sementara itu usai duduk Jihan lanjut mengambil nasi beserta sayur dan ikan goreng sambal lalapan.

"Lu gak perlu maaf gue, Han. Justru kebalik. Gue yang harus minta maaf. Pokoknya gue lagi bingung belakangan ini. Terserah lu mau bilang gue penculik. Kek. Tukang ganggu kek. Orang nyebelin. Silahkan aja tanya Nina. Terserah.."

"Bacot."

"Oke. Satu. Apa lagi Han? Slow.. Puasin sepuasnya di sini."

Jihan tak menjawab karena sedang menyuapkan nasi, mulai mengunyah hidangan.

"Han.. Lo songong ya, mentang-mentang beruntung di semua temlen. Gimana Gizi gak betah dapat majikan yang se-care lu."

Jihan tetap sibuk makan sambil membantu Ira mengambilkan selada yang tak terjangkau tangannya.

"Songong banget punya muka di Komunitaz."

Jihan tetap mengunyah nasi dan mengambil tambahan sambal ke dalam piringnya. Bagaimana dia bisa ngomong saat kedua pipinya menyembul penuh kunyahan.

"Eh, ya Kak. Dari map Kakak-ku yang jatuh tadi, aku belum selesai baca topik soal Lintang Paradok. Apa sih ya, istilah ini artinya, Kak?"

"Oh. Oke. Sip. Kita balik ngebahas Pece. Tapi kali ini soal Linpar. Jadi, Ir. Nih lusid sampai sekarang bisu, gak mau pergi dari markas astraler.

Dia yang dicari sama paradoknya itu. Gede khan nih alien, ngelebihin Matahari? Ini secara majasnya tuh ukuran amanah, apalah namanya.. ya. Yang berbau tanggung jawab.

Duh viral dah pokoknya.. ya Han? Hhh-hh.

Gue, Tifani, para kontra lainnya hari itu emang udah dikasih tau. Kami ngedenger gimana suara Utari tanpa bantuan alat. Anehnya.. ya. Kami semua malah gak mau ngikutin protokol yang dia siarin. Akibatnya intruksi ini jadi paradok.

Yang tadinya hanya gelombang radiasi biasa, trus gak juga sampe ke penerimanya, maka protokol pun akhirnya menjelma diri.

Berubah jadi siapa? Di timeline Lintang, jadi Linpar. Begitu juga di sini. Jadi Henar. Bebas deh mau namain apa orang jadi-jadian ini. Asalkan nyangkut dengan kata paradok.

Linpar. Itu artinya cowok di langit sana adalah Lintang jadi-jadian. Dan emang segede itu amanah yang Lintang pengen.

Yang ngebingungin Lintang sebenarnya Al Hood, Ir. Makanya dia masih gak mau pergi ke final. Ini karena Luna bisa lebih gede dari yang diketahui kami sekarang.

Ada jins killer.

Sampai sekarang Lintang diem. Tahu tempat teramannya."

"Tapi cowok yang pake rompi Esce itu khan bang Lintang juga Kak?"

"Dia April-nya Lintang, Ir. Tapi emblem ini langsung dirumus sama bunda Olive. Bukan bikinan Server."

"Ouh. Trus.. Kalo wsyse-nya, sekarang di mana? Kalo misalkan itu Fia."

"Tang Lin ditahan sama ratunya. Gak tahu, dia yang minta sendiri ataukah emang kena pasal yang berlaku di kerajaan jins.

Masih bingung Project Corrupt?"

"Hu um. Kirain final tuh ronde Kak. Ternyata itu nama ranah atau tempat seteru khan ya?"

"Begitulah. Ada lagi?"

"Kenapa event ini dikasih nama Pece Kak?"

"Oke. Kita balik lagi ya. Ngebahas bahan baku."

Hen Hen segera menceritakan awal mula event. Sementara itu Jihan sudah sendawa di tempat duduknya, sudah terbebas dari lapar, kini ikut menyimak penuturan Hen Hen yang ingin setenang dirinya di lingkungan rawan.

Beberapa belas menit kemudian Ira melihat Jihan menguap. Hen Hen tetap bercerita.

Beberapa menit kemudian, Ira kembali ditanyai oleh Hen Hen soal Project Corrupt namun kali ini si belia berpura-pura paham.

"Sampe bahasan tentang Utari ini udah paham khan ya, Ir? Uut punya wajah Gita Gutawa. Nyiarin protokol dari Bumi yang terlepas dengan Tata Surya. Satu-satunya penampakan Uut ada di Whois? Server. Ada lagi?"

"Gak ada Kak."

"Oke. Tanya ke April deh foto atau video yang bersangkutan dengan Uut ataupun event. Whois? ini kayak media sosialnya lusid. Ada yang privat dan juga publik. Kurang lebih seperti catatan amal, diary-nya Rokib dan Atid. Gak bisa diedit."

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!