Hail Abizar, laki-laki mapan berusia 31 tahun. Belum menikah dan belum punya pacar. Tapi tiba-tiba saja ada anak yang memanggilnya Papa?
"Papa... papa...!" rengek gadis itu sambil mendongak dengan senyum lebar.
Binar penuh rindu dan bahagia menyeruak dari sorot mata kecilnya. Pria itu menatap ke bawah, terpaku.
Siapa gadis ini? pikirnya panik.
Kenapa dia memanggilku, Papa? Aku bahkan belum menikah... kenapa ada anak kecil manggil aku papa?! apa jangan- jangan dia anak dari wanita itu ....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Realrf, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tamu
Kaki Hail terus mengayun pelan, mengikuti langkah cepat Evelyn. Sesekali Hail harus bersembunyi di balik pohon atau di samping tong sampah saat pujaan hatinya tiba-tiba berhenti dan menoleh kebelakang.
"Dejavu banget ya Eve, kita dulu melakukan hal yang sama. Cuma sekarang beda peran aja." Hail menatap punggung Evelyn dengan senyum yang tak memudar.
Pria berambut blonde itu sangat ingat bagaimana Evelyn mengikutinya. Persis seperti yang Hail lakukan sekarang. Merasa ada seseorang yang dibelakangnya, Evelyn semakin mempercepat langkah. Dengan tergesa kaki wanita itu melangkah, tanganya mendekap erat tubuh Cala.
Ada rasa takut yang membayangi langkah Evelyn. Dia semakin mempercepat langkah saat memasuki jalan perumahan. Evelyn membuka pagar rumahnya dengan kasar, hampir saja ia terjatuh saat melepaskan sendalnya. Tangan Evelyn gemetar saat memasukan kunci kelubang, ia langsung masuk dan menutup pintu dengan sedikit keras. Setelah menurunkan Cala, Evelyn jatuh terduduk. Punggungnya menyandar lelah di pintu yang baru saja ia tutup.
"Mama kenapa?" Cala menatap Evelyn dengan sama takutnya, gadis itu takut melihat wajah sang Mama yang berbeda.
Evelyn menggeleng, memaksakan diri untuk tersenyum.
"Mama nggak apa-apa, cuma capek dikit," bohongnya sambil tersenyum. Cala hanya mengangguk, dan percaya apa yang Mamanya katakan.
Gadis kecil itu lalu berlari kearah dapur.
Evelyn sebenarnya ketakutan setelah menerima pesan singkat yang mengancamnya. Dia tidak tahu siapa, tapi yang pasti, orang itu berbahaya. Perlahan kedua kakinya menekuk, Evelyn menumpukan kening pada lututnya. Helaan nafas ia hembuskan, panjang dan berat. Kadang, dia sungguh ingin menyerah pada semuanya.
Membiarkan semua berakhir tanpa ingin berjuang lagi. Beberapa tahun ini dia hidup dengan tidak mudah. Evelyn harus merawat Cala sendiri, harus mengurus adiknya yang istimewa, harus mendengar semua kata-kata yang begitu menyakitkan, dari orang lain. Keluarga dari Papa dan Mama juga tidak ada yang mau membantu. Semua seolah menuntut Evelyn untuk bertanggung jawab, pada sesuatu yang bahkan ia tidak tahu sejak kapan terjadi.
"Pa .... Eve capek," lirih wanita itu menahan sesak.
"Mama, Cala bawa minum," suara lembut Cala membuat Evelyn mengangkat wajahnya.
Senyum Evelyn langsung melebar, melihat Cala memeluk botol bekas air mineral yang dia isi ulang dengan air galon. Tangan wanita itu terukur mengambil botol itu dari pelukan Cala.Gadis kecilnya pasti keberatan membawa botol yang hampir sama besarnya dengan Cala.
"Terima kasih, Sayang." Evelyn membuka botol lalu meminumnya dengan perasaan bercampur aduk.
Bagaimana dia bisa berpikir untuk menyerah. Jika dia menyerah bagaimana dengan Cala? Cala hanya punya dia, begitu juga Kevin. Adiknya itu pasti sedih jika tahu kakaknya ini ingin menyerah. Tidak, Evelyn tidak boleh lemah. Dia harus kuat untuk kedua malaikatnya.
"Cama-cama Mama." Cala mencium pipi Evelyn, lalu tersenyum bangga pada dirinya sendiri.
Sementara itu Hail hanya berdiri di depan pagar rumah Evelyn. Menatap pintu yang baru beberapa saat tertutup. Untuk hari ini Hail rasa cukup, tapi besok Hail akan memulai rencananya.
.
.
.
.
.
Keesokan paginya. Saat matahari belum muncul dengan sempurna, mungkin karena mendung masih menyelimuti langit sejak semalam. Dingin pagi ini lebih dari hari biasanya, tapi itu tidak membuat wanita bermata sipit itu malas. Meski dia hanya tidur beberapa jam, tapi Evelyn tetap melaksanakan tugasnya sebagai seorang ibu. Membersihkan rumah, mencuci baju dan membuat makanan untuk ia dan Cala.
Dengan daster yang masih basah setelah mencuci baju, Evelyn sudah mulai perkerjaan dapur. Tapi bukannya memasak Evelyn justru hanya berdiri diam, menatap toples bekas biskuit dengan nanar. Beras yang tersisa di toples itu tidak akan cukup untuk tiga hari kedepan.
"Cuma sisa dua gelas doang. Gue bikin bubur aja deh."
Ia pun mengambil setegah gelas beras dari toples itu, lalu mencucinya. Setelah itu, Evelyn memasukan air yang cukup banyak, lalu mulai menjerang calon buburnya diatas kompor. Tangan Evelyn tak berhenti mengaduk bubur agar tidak gosong, gerakannya pelan memutar searah jarum jam.
Tangan Evelyn bergerak, raganya di sana. Tapi pikiran gadis itu tidak. Otak Evelyn begitu sibuk memikirkan kemana lagi dia haus mencari pekerjaan, dia sudah mengirim email ke beberapa kafe, toko kue, jasa bersih-bersih dan beberapa lowongan pekerjaan lain. Tapi sampai sekarang belum ada satupun email yang terbalas.
Setelah dipecat dari Kafe, Evelyn hanya bisa mengandalkan pekerjaan keduanya. mencuci piring di restoran hotel berbintang tak jauh dari tempat ia tinggal. Dia selalu ke restoran itu empat kali dalam seminggu. Meski dia harus berangkat jam enam sore dan pulang setelah semua selesai dan meninggalkan Cala sendirian saat malam, Evelyn tetap menjalaninya meski terpaksa.
"Apa, gue buka jasa joki skripsi lagi," gumamnya tidak yakin. Bukan tidak yakin dengan kemampuannya, tapi membuat skipsi sangat menguras waktu dan tenaga otak. Tapi jasa itu cukup menjanjikan, sekarang ini.
Tok
Tok
Ketukan keras membuyarkan lamunan Evelyn. Ia hanya menengok ke arah pintu utama tanpa berniat ke sana, karena menurutnya dia hanya salah dengar. Evelyn jarang punya tamu, atau bisa dikatakan tidak pernah. Hanya sesekali saja petugas keamanan atau tukang sampah yang menarik iuran sampah.
Tok
Tok
Suara ketukan itu lebih keras. Evelyn segera mematikan kompor dan beranjak ke ruang tamu. Dengan langkah dihentak kesal.
"Siapa sih? Pagi-pagi udah iseng bangat namu ke rumah gue," gerutu nya dengan langkah dihentak kesal.
"ADA AP-"
Evelyn mematung di depan pintu rumah yang baru ia buka.
Di hadapan Evelyn, seseorang berdiri dengan wajah yang tertutup sebuket besar bunga peony.
"Maaf Mas-nya salah alamat, saya tidak memsan bunga," ketus Evelyn.
“Pagi,” sapa Hail akrab. Perlahan ia menurunkan buket bunga yang menutupi wajah super tampannya.
Evelyn memutar matanya malas, lalu menarik pintu untuk menutupnya. Tapi sial, kaki Hail lebih dulu menahan.
"Tarik kaki Anda, atau Anda akan buat kaki Anda jadi sandwich," ancam Evelyn dengan tatapan dingin.
"Lakukan saja, dan saat itu terjadi aku akan menjerit histeris, agar warga datang gerbek kita, terus kita nikah deh," sahut Hail dengan tengil.
“Pulang, saya tidak kenal Anda.”
"Saya juga tidak kenal denga Anda, tapi saya kenal dengan Cala," tutur Hail santai.
"An-"
“Aku juga bawa sesuatu buat Cala. Mainan kuda poni, yang dia liatin waktu di minimarket kemarin.” Hail mendorong Evelyn dengan tidak sopan, agar bisa masuk.
"Apa yang Anda lakukan!" pekik Evelyn kesan pada Hail yang acuh.
Pria itu seolah tuli dan tidak perduli. Ia meletakan buket bunganya, dua paperbag besar, satu berisi mainan dan satu lagi berisi sarapan.
"Cala, Papa datang!" panggil Hail setengah berteriak.
“Dasar kamu…” Evelyn meraih bunga itu dan langsung melempar ke tanah.
“Berani-beraninya kamu masuk rumahku seperti ini?!"
"Apa kau tidak mengerti sopan santun?!" teriak Evelyn tertahan, nafasnya naik turun menahan emosi.
Hail menoleh, menatap wanita cantik itu dengan diam. Tapi bukannya keluar seperti yang sang tuan rumah inginkan. Hail justru duduk di sofa usang yang ada di ruamh tamu.
"Anggap saja begitu, tapi tujuan saya datang, hanya untuk bertemu dengan putri saya," ucapnya santai. Satu kakinya menyilang diatas kaki yang lain.
“Kamu-
"Papa!" pekik Cala, gadis mungil itu berlari kearah Hail sambil memeluk boneka pausnya.
Hail merentangkan tangan, menyambut Cala dalam pelukannya. Gadis kecil itu meringsek masuk dalam pelukan sang Papa. Cala sangat senang sat mendengar suara Hail memanggilnya, pertama kali dalam hidup Cala. Ada sosok Papa saat ia pertama membuka mata.
“Anak Papa baru bangun ya?" Hail mendudukan Cala diatas pahanya, merapikan rambut Cala yang masih sangat berantakan.
Cala hanya mengangguk dengan senyum manis. Matanya masih sayu, tapi dia terlihat begitu senang. Evelyn memijit batang hidungnya, jika sudah seperti ini dia tidak bisa mengusir Hail. Cala pasti ingin Hail di sini.
.
..
...
...
...
....
.....
....
...
.........
Mommy Lidya adalah seorang janda dengan satu anak perempuan yang sudah berajak dewasa. Dia terpaksa menyewa seorang pria yang tak lain adalah mantan karyawannya bernama Juan. Mommy Lidya memiliki alasan kuat kenapa dia harus menyewa Juan untuk masuk ke dalam ranah pribadinya. Padahal sebelumnya Mommy Lidya adalah seorang wanita yang paling tidak suka kehidupan pribadinya diketahui oleh orang lain. Saking tertutupnya sampai-sampai Azma sang anak pun tidak begitu dekat dengan sang Mommy.
Hubungan Azma dan Mommy Lidya semakin tegang karena Azma tau Mommy-nya membayar seorang pria muda yang tak lain dia adalah rekan kerjanya, terlebih Juan pernah menyatakan cinta dengan Azma. Azma menuduh Juan hanya memanfaatkan sang ibu, di mana Azma tau betul Juan adalah seorang tulang punggung keluarga.
Ketegangan pun semakin terjadi antara Azma dan Momy Lydia begitupun dengan Juan. Apa yang sebenarnya terjadi, kenapa Mommy Lidya sampai membayar Juan untuk masuk ke dalam ranah pribadinya?
mampir ya kawan ...
dan kalau kamu ragu, mending kamu bicara jujur saja sama hail. apalagi kalau ada sangkut pautnya sama cala. mending bicara in baik2
minimal di sah akan dulu dong omm..
iket Evelyn nya, jangan sampai lepas
mau pergi lagi ?
ga kasihan emang sama cala ?
hail sedang mencari keadilan untuk kamu dan papa kamu
jangan mikir mau pergi dari Hail lagi Eve. sekali lagi egois demi kebahagiaan kamu boleh koq .
tapi jujur penasaran bgt sma maksud Evelyn yg bilang siapa Cala sebenarnya??/Grievance//Grievance/ apa Cala sebenarnya emang bukan anak Hail??duh jangan ya jangan,,/Frown//Frown/
Eve,, sekali lagi,, Egois z dulu,, tahan Hail,miliki dia seutuhnya,dan jangan pernah biarkan Hail pergi,,,