Airin (Istri Bayangan Tuan Lion)

Airin kembali bekerja hari ini, meski keadaannya tidak lebih baik dari sebelumnya. Namun, dia tidak bisa terus berdiam di Apartemen. Banyak teman kerja yang menanyakan dia pergi kemana, karena Airin jarang sekali mengambil cuti bekerja.

Sejak sahabatnya menikah dan tidak lagi bekerja, maka Airin lebih banyak menghabiskan waktu seorang diri. Ketika makan siang pun, dia hanya sendirian. Bukan karena tidak punya teman, tapi yang dekat dengannya hanya Yulita.

Saat pintu lift terbuka, Airin baru saja akan melangkahkan kakinya keluar dari kotak besi itu. Tapi, terhenti saat melihat seseorang yang melangkah ke arahnya. Airin berniat untuk menutup kembali pintu lift.

"Duh Ririn, kenapa kamu menghindar? Lagian jika diluar seperti ini, hanya perlu berpura-pura tidak mengenalnya. Ingat! Pernikahan kalian tidak diketahui banyak orang"

Airin memberanikan diri untuk keluar dari lift. Berpapasan dengan suaminya, namun dia hanya menunduk dan melangkah cepat melewatinya.

Namun disini Lion yang merasa bingung dengan sikap Airin, dia menoleh dan melihat gadis itu yang pergi begitu saja melewatinya. Entah apa yang terjadi, tapi dia merasa tidak nyaman di hatinya.

"Merasa tidak nyaman di acuhkan istrimu?"

Lion langsung menoleh pada Asistennya, Yuka. Lion berdecih pelan sambil melangkah melewati Yuka. "Jangan sembarang bicara, jika ada yang mendengar, kau yang akan menanggung akibatnya"

Yuka hanya menggeleng heran dengan sikap Atasannya ini. Dia ikut masuk ke dalam lift. "Kenapa juga aku harus takut? Bukankah memang kalian benar sudah menikah. Lalu, salahnya dimana?"

"Yuka, aku tidak suka kau ikut campur urusanku!" tekan Lion.

"Ingat Tuan, karma itu masih berlaku sampai sekarang. Kan tidak tahu jika suatu saat malah kau yang menyesal karena menyia-nyiakan istri kamu"

Lion menghembuskan nafas dengan memalingkan wajahnya. Dia tidak ingin lagi berbicara dengan Yuka. Karena Asistennya ini selalu lebih membela Airin. Mungkin karena mereka sama-sama perempuan.

*

Airin terpaksa bekerja lembur hari ini, karena ada beberapa pekerjaannya yang harus selesai dalam waktu dekat. Karena dia yang ambil libur beberapa hari kemarin, jadi pekerjaannya sedikit terbengkalai.

Saat hari mulai malam, Airin baru akan pulang. Pergi ke parkiran untuk mengambil mobilnya. Hembusan nafas lelah terdengar sebelum dia menyalakan mesin mobil.

"Kembali lagi ke rumah, ayo semangat Airin"

Kembali ke rumah adalah hal yang cukup menakutkan baginya. Karena sedikit saja dia melakukan kesalahan, maka kemarahan suaminya akan begitu besar. Airin selalu takut akan itu.

Airin menatap tangannya yang masih di perban, menghembuskan nafas kasar melihatnya. "Bahkan aku tidak tahu harus melakukan apa? Membuatnya sedikit saja melihatku sebagai istrinya, bahkan sangat sulit"

Airin mulai melajukan mobilnya di tengah malam. Jalanan kota cukup sepi saat malam seperti ini. Ketika Airin sampai di Apartemen, dia langsung masuk dan melihat suaminya yang sedang bekerja di meja kerja dekat jendela. Airin sengaja tidak menyapanya, dia langsung masuk ke kamar.

Tapi sepertinya Lion menyadari akan kehadirannya, karena dia langsung menoleh setelah mendengar pintu kamar kembali tertutup.

"Sial, kenapa aku memperhatikannya?"

Lion kembali mengerjakan pekerjaannya. Dia cukup kesal ketika dirinya mulai memperhatikan Airin. Padahal seharusnya tidak.

Lion kembali fokus pada pekerjaan, saat dia mendengar kembali pintu kamar yang terbuka. Melihat Airin yang pergi ke arah dapur.

"Kenapa kau pulang begitu larut?"

Airin yang sedang membuat sereal untuk makan malamnya, karena sudah terlalu terlambat, langsung terdiam mendengar pertanyaan suaminya.

"Ada pekerjaan yang harus aku selesaikan"

"Lain kali naik taksi saja jika pulang malam, tidak baik perempuan bawa mobil sendiri"

Airin mengerutkan keningnya mendengar ucapan Lion. Dia menatap Lion yang bahkan tidak mengalihkan pandangan dari berkas yang sedang dia baca. Kacamata baca yang terpasang di hidungnya, membuat dia terlihat semakin tampan di mata Airin.

Aku benar-benar tidak akan bisa lepas darinya. Tidak papa jika aku hanya mencintai, tanpa dicintai.

Terlalu besar mencintai seseorang memang tidak baik. Tapi, Airin tidak bisa menghindari lagi, hatinya sudah terlanjur begitu mencintainya.

Airin duduk di sofa, menyalakan televisi dengan semangkuk sereal ditangannya. Dia sesekali melirik ke arah suaminya yang sedang fokus pada pekerjaan.

"Soal ucapanmu tadi, terserah padamu akan bertahan sampai kapan denganku. Tapi, aku sudah ingatkan jika sebaiknya kau menyerah dari sekarang. Karena aku tidak mungkin mencitaimu"

Sendok yang hampir sampai ke mulutnya, langsung Airin simpan kembali di mangkuk. Tangannya mencengkram sendok dengan erat. Ada emosi yang tidak bisa dia luapkan dan jelaskan. Namun, dia harus menerima segala ucapan Lion yang sejak awal memang selalu memintanya untuk menyerah.

"Baiklah jika itu mau kamu, maka aku akan terus berjuang sampai aku bisa mendapatkan hatimu"

Bolehkan berharap sebesar ini? Padahal sudah jelas jika Lion tidak akan pernah mencintainya. Tapi Airin masih terus berusaha.

*

Satu titik kecil harapan saja sudah cukup bagi Airin untuk terus berjuang. Dan sekarang dia hanya sedang memperjuangkan harapan kecil itu. Meski akan sulit dan tidak mungkin, tapi Airin akan terus berusaha.

Semuanya dengan dimulai dia memakai pakaian milik Vei yang berada di lemari. Baiklah, jika harus menjadi Verina untuk bisa menarik perhatian suaminya, dia akan mencobanya. Meski tidak yakin akan berhasil, meski hatinya terluka karena harus menjadi orang lain.

Memakai makeup seperti Verina, menggunkan sepatu hak tinggi seperti Verina juga. Karena biasanya Airin lebih suka menggunakan flatshoes saja.

Lion terdiam melihat suaminya yang keluar dari kamar. Penampilannya hampir sama persis dengan Vei, apalagi dengan wajah mereka yang memiliki kemiripan. Yang membedakan hanya rambut panjang dan tinggi badan.

"Selamat pagi" ucap Airin sambil tersenyum, melihat Lion yang malah terbengong melihatnya. "Apa kamu suka dengan penampilan aku yang sekarang?"

Lion terdiam, matanya bergulir menatap dari atas hingga bawah penampilan istrinya ini. "Kau benar-benar mirip dengan Vei"

Airin tersenyum miris, sudah dia duga jika suaminya bersikap seperti itu karena dia yang memakai barang-barang milik Verina. Bukan karena dia terpesona karena Airin yang ini. Tapi, tetap Airin yang harus dibayang-bayangi seorang Verina.

"Iya, aku sengaja memakai barang miliknya. Ini 'kan yang kamu mau? Jadi, apa aku mirip dengannya?" ucap Airin dengan mencoba tersenyum, meski dalam hatinya begitu sakit saat dia mengatakan itu. Karena dia terpaksa harus menjadi orang lain, hanya untuk menarik perhatian suaminya.

Miris sekali nasibmu, Airin.

"Ya, kau sangat mirip dengannya"

Bersambung

Gila... Lion menyebalkan sekali.. dia membuat Airin bingung, baper, tapi tegap menganggap dia Verina. sialan👊