NovelToon NovelToon
OBSESI Sang Presdir

OBSESI Sang Presdir

Status: sedang berlangsung
Genre:Duda / Crazy Rich/Konglomerat / Cinta Paksa / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:12.9k
Nilai: 5
Nama Author: Lintang Lia Taufik

Seharusnya Marsha menikah dengan Joseph Sebastian Abraham, seorang duda dengan anak satu yang merupakan founder sekaligus CEO perusahaan kosmetik dan parfum ternama. Setidaknya, mereka saling mencintai.

Namun, takdir tak berpihak kepadanya. Ia harus menerima perjodohan dengan seorang Presdir yang merupakan rekan bisnis ayahnya.

Saat keluarga datang melamar, siapa sangka jika Giorgio Antonio Abraham adalah kakak kandung pria yang ia cintai.

Di waktu yang sama, hati Joseph hancur, karena ia terlanjur berjanji kepada putranya jika ia ingin menjadikan Marsha sebagai ibu sambungnya.

~Haaai, ini bukuku yang ke sekian, buku ini terinspirasi dengan CEO dan Presdir di dunia nyata. Meskipun begitu ini hanya cerita fiksi belaka. Baca sampai habis ya, Guys. Semoga suka dan selamat membaca.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lintang Lia Taufik, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 10. Sikap tak Biasa Giorgio

Giorgio, Marsha dan Joseph memilih duduk di deretan paling depan, tempat para wali murid duduk berjajar.

Beberapa orang terlihat memperhatikan ketiganya. Mungkin, karena biasanya hanya Joseph yang selalu mengantar dan menjemput Steven selama ini.

Mata Gio menatap tajam ke salah satu orang yang berbisik tetapi cukup jelas untuk didengar.

"Itu mamanya Steven? Katanya sih mau menikah sama kokonya papanya, aneh gak sih?"

Namun, ketika menyadari tatapan tak suka dari sorot mata Gio, perempuan itu langsung mengalihkan pembicaraan.

Gio masih diam, ia memperhatikan bagaimana Steven tampil menyanyi di atas panggung.

"Lagunya, spesial buat Mama," katanya, membuat mata Marsha berembun.

Bocah kecil itu mulai menyanyikan lagu. Suaranya benar-benar membuat penonton sedih. Ia terlihat menghayati, beberapa penonton seketika riuh dan memberikan tepuk tangan.

Suasana pagelaran seni, saat pelepasan taman kanak-kanak berlangsung meriah. Steven masih kelas A. Tetapi ia ikut meramaikan acara.

Setelah selesai, Joseph langsung menggendong Steven. Tetapi ia malah meminta turun dan menggandeng tangan Marsha.

"Steven, sudah siang. Papa dan Mama ada janji, anak baik harus pulang dulu, ok!" perintah Gio.

"Ok," balas Steven.

Ia memang tak berani membantah ketika Gio berbicara.

"Kalian mau ke mana? Biar Kuantar dulu," ujar Joseph memberikan penawaran.

"Gak usah, sopirku sudah menunggu di depan," sahut Gio dengan muka masam.

Sebelum Joseph pergi bersama Steven. Marsha melambaikan tangan agar keduanya mendekat.

Kemudian, ia mendaratkan kecupan di puncak kepala Steven.

"Karena Steven hari ini sudah jadi anak yang baik. Mama punya hadiah," cetus Marsha sembari mengulurkan paper bag untuknya.

Jemari mungil itu pun segera meraihnya.

"Terimakasih," ucapnya, kemudian Joseph pun mengajak Steven pergi.

Tentu saja Joseph pergi dengan rasa kecewa, sebab ia tidak memiliki kesempatan berbicara berdua dengan Marsha. Semua itu membuatnya semakin resah dan gelisah.

Beberapa waktu kemudian, karena sangat ramai, semua orang berdesakan saat pulang.

"Sini," panggil Gio. Sambil menarik Marsha ke dalam kungkungan tubuh kekarnya.

Ia benar-benar melindungi Marsha dari keramaian.

Marsha tak bisa berkilah, apa lagi menolak. Ia memperhatikan raut muka Gio yang mulai memerah.

Mulanya, Marsha berpikir pria itu kepanasan, berkeringat mungkin. Ternyata dugaan Marsha salah.

Pemuda berwajah tampan itu ternyata langsung meneriaki seorang perempuan di depannya.

"Hei, kenapa Buk? Begitu banget natapnya? Kita bukan artis, jadi gak perlu bergosip. Marsha ini benar-benar tunangan saya, kami akan menikah dalam hitungan hari. Dan satu lagi, dia bukan ibu kandung Steven. Ibunya wanita lain. Jadi lain kali hati-hati kalau bergosip. Saya bisa loh laporkan ke polisi," cetus Giorgio.

Marsha benar-benar tidak menduga sikap Gio sampai semarah itu pada wali murid lain yang bergosip tentangnya.

Gadis itu hanya diam. Ia memilih menatap lurus ke depan. Memperhatikan jalan yang hanya bisa dilewati merayap.

Namun, meski begitu ia tidak lagi menemukan Joseph dan Steven yang lebih dulu pergi meninggalkan tempat.

"Ya, maaf ya Pak Gio. Saya janji gak akan ulangi lagi," sahut perempuan yang dimarahi Gio dengan memasang wajah memelas.

Gio mengabaikannya. Ia justru mengeratkan pelukannya sambil berbisik.

"Maju pelan-pelan, Sayang."

Suaranya, membuat tengkuk Marsha merinding dibuatnya. Tetapi gadis itu lebih memilih diam. Kini ia mengerti, jika sebenarnya Gio benar-benar pria tegas. Pantas saja keluarganya tidak ada yang berani menentangnya.

Setelah sekitar sepuluh menit berdesakan, akhirnya mereka sampai juga di parkiran sekolah.

Seorang sopir sudah menunggu mereka, lengkap dengan mobil sport berwarna orange milik Gio.

Di dalam mobil, pria itu terus menggenggam erat jemari Marsha. Seperti memberi kesan, jika ia sangat takut kehilangan Marsha.

"Ada apa?" tanya Marsha berusaha mencari tahu.

Tetapi Gio melirik ke arah spion mobil, seolah sedang memberikan isyarat jika ada seorang sopir yang mendengarkan mereka.

"Gak apa-apa. Semoga hari ini kamu seneng dan gak kelelahan, ya," kilahnya sambil menyunggingkan senyuman andalannya.

Marsha tetap dingin. Ia hanya membalasnya dengan sedikit senyum. Lalu memilih diam dan memejamkan matanya. Ia berdalih masih mengantuk.

Ketika sampai di tempat perancang busana. Ternyata sudah ada Erika dan ibunya menunggu. Tak lupa mama tiri Marsha yang tidak mau kalah. Ia juga berada di sana.

Ternyata, Giorgio ingin seluruh keluarga mengenakan seragam ketika prosesi pernikahannya digelar nanti. Ya, meskipun sebenarnya persiapan ini dengan waktu yang membuat perancang busana kewalahan.

"Sya, aku nungguin kamu. Jadi jangan risih ya," ungkap Gio jujur.

Kali ini pemuda yang biasanya garang itu terlihat sangat memohon. Entah apa yang sebenarnya mengganggu pikirannya.

"Kenapa gak kumpul sama keluarga saja?" tanya Marsha sambil menatap.

"Aku sedang ingin di sini, ngeliat kamu dirias. Lagi pula aku ingin memastikan apakah sudah sesuai keinginan kita atau tidak," terangnya.

Marsha mengangguk setuju. Kini ia paham jika Giorgio adalah sosok pria yang perfectsionis. Ia tak mau acaranya tidak sempurna atau cacat meski itu hanya sedikit saja.

Setelah mmenunggu beberapa saat, akhirnya fitting baju pengantin bisa dimulai. Ukurannya pas, sangat sesuai dengan lekuk tubuh Marsha.

Badannya yang aduhai, membuat perancang tidak kesulitan menyesuaikan ukuran Marsha.

Tak lama kemudian, tirai putih tampak menjuntai lembut di butik mewah itu, yang kemudian bergerak perlahan saat kedua pegawai keluar.

Kemudian, sosok cantik itu melangkah anggun dari ruang ganti. Gaun berbahan satin itu benar-benar membalut tubuh Marsha dengan sempurna. Garis leher sweetheartnya membuat memperjelas acaranya. Sementara ekor gaun yang panjang menyapu lantai menciptakan kesan magis pada pemakaiannya.

Giorgio yang sejak tadi duduk di sofa kulit berwarna gading, langsung menegakkan posisi duduknya. Matanya bahkan mulai berbinar, diikuti senyumnya yang mengembang perlahan.

"Indah sekali," katanya, dengan suara khasnya yang terdengar berat.

Entah mengapa, tatapan pria ini kini membuat jantung Marsha berdebar lebih kencang dari biasanya.

Ia berusaha menurunkan tatapan matanya ke arah gaun yang ia kenakan seolah sedang mencari celah menghindari tatapan mata Giorgio.

Sementara Joseph, yang ternyata baru datang ia berdiri dengan jarak tak begitu jauh, sambil mengepalkan kedua tangannya diam-diam. Matanya terus mengawasi pergerakan kakaknya.

Giorgio menyadari itu, membuatnya beranjak bangkit dari tempat duduknya lalu melangkah perlahan mendekati Marsha.

"Boleh aku melihat lebih dekat?" Giorgio mengulurkan tangannya ke arah Marsha.

Gadis itu hanya mengangguk. Ia bahkan tidak berani menatap sekeliling, sebab menyadari Joseph memperhatikannya. Mencintai tapi cuma bisa meratapi, menyedihkan memang.

Giorgio menggenggam tangan Marsha, membiarkannya tertumpu di telapak tangannya. Lalu ia memutar tubuhnya Marsha, membimbingnya perlahan agar gadis itu bergerak pelan, dan mengikuti arahannya.

Sementara itu, matanya terus memperhatikan setiap lekuk tubuh Marsha dalam jarak dekat. Membuat gadis itu mengerjapkan mata.

"Aku menyukainya," lirihnya, didepan seluruh keluarga besar yang ikut mengamati.

Sorot mata tajamnya tidak sedikitpun teralihkan dari Marsha. Membuat gadis itu tak berkutik dibuatnya.

Degup jantungnya berdegup semakin kencang ketika Giorgio menarik pinggangnya hingga jarak mereka semakin berdekatan, lalu jemarinya seolah-olah merapikan liputan kain yang semestinya tak perlu ia lakukan.

"Ko, kamu gak perlu sentuh dia seperti itu. Cukup dilihat saja 'kan bisa. Jangan membuang waktu kami dengan sikapmu yang tiba-tiba kekanak-kanakan," ketus Joseph sambil tersenyum sinis.

Namun, yang mengejutkan adalah, Giorgio justru bersikap seolah baru menyadari keberadaan Joseph.

"Oh, kamu datang? Aku hanya memastikan. Buatku pernikahan cukup sekali, jadi aku ingin menciptakan momen seindah mungkin," sindirnya sambil tersenyum sombong.

Marsha menoleh ke arah Joseph, seketika ia bisa tahu jika pria itu cemburu.

"Ok, karena Koko bersikap menyebalkan. Aku rasa gak ada yang perlu ditutupi lagi. Aku ingin semua orang tahu, yang semestinya menikahi Marsha itu aku," aku Joseph membuat semua yang berada di tempat itu terkejut menatapnya.

"Benarkah? Kalau itu benar, semestinya Marsha tidak setuju dengan lamaranku. Kamu berkhayal, Joey. Sepertinya kamu kelelahan karena mengurus Steven sendirian. Pulanglah, dan beristirahat," tukasnya, mempertegas posisinya sebagai seorang kakak sekaligus yang satu-satunya berhak atas Marsha.

"Aku yang pertama kenal dan ketemu dia, Ko!" desis Joseph penuh emosi.

Marsha langsung menarik lengan calon suaminya, seolah memberikan isyarat agar berhenti bersikap semaunya di depan keluarga.

"Marsha, apakah aku salah bicara? Bukankah kau juga merasa jika aku bersikap semestinya?" tanyanya sambil menatap Marsha.

"Ya, Pak Gio benar. Ayo kita bergegas, aku capek. Mau cepet pulang dan istirahat," sahut Marsha.

Gadis itu tak mau ada keributan, Erika memahami itu. Ia mengamati sikap kedua adiknya yang kini semakin terang-terangan menunjukkan persaingan.

Sejujurnya Marsha merasa bersalah pada Joseph, tetapi ia menyadari jika ini bukan waktu yang tepat untuk menjelaskan.

Bersambung....

1
Siti Juaningsih
Luar biasa
Lintang Lia Taufik: Wah, terimakasih banyak ya Kak, sudah mampir di tulisan receh saya, dan memberi Rate. Salam cinta, Lintang. ❤️❤️❤️
total 1 replies
Nina_Melo
Haiis, takut buat topeng si Gio aja tuh
Anne Clair
seru ya
Samantha
nah loh. Pilih duda apa bujang mapan
Samantha
cemburu si bos muda
Samantha
Aku mau sih jadi Marsha
Teddy
perhatian gitu si Gio
Nina_Melo
Jadi rebutan
Nina_Melo
Kok aku jadi sebel sama danu ya
Antonio Johnson
Diksinya keren sih ya
Antonio Johnson
Kenapa tulisanmu sedih semua? Moga tulisanmu sukses ya, biar bahagia. Canda, semangat Thor
Antonio Johnson
pilih aku aja gimana
Anne Clair
Keren, tapi nyesek
Anne Clair
Hayo pilih yang mana?
Anne Clair
Hei, Lintang. Aku mampir baca, eh keterusan
Teddy
Ditunggu Bab barunya yang seru ya Love
Nina_Melo
Nyesek woy
Nina_Melo
Ceritanya seru Guys
Nina_Melo
Tulisannya natural. Cocok untuk menghilangkan penat.
Nina_Melo
Bagus, natural. Semoga banjir pembaca ya Kak Thor 🥰
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!