"Tolong jangan sentuh saya, Pak." Ucap seorang gadis cantik berkacamata bulat dengan tubuh bergetar hebat. Gadis itu terisak pilu ketika mahkota yang selama ini dijaga, direnggut paksa oleh seorang dosen.
Azura Saskirana seorang mahasiswi tingkat akhir yang sedang mengerjakan skripsi di ruang perpustakaan di malam hari yang sepi ditengah hujan badai. Zura hari itu memang sengaja ingin menyelesaikan skripsinya yang tinggal sedikit lagi selesai. Disaat bersamaan hujan turun dengan lebat disertai angin, membuat dia enggan beranjak. Karena tempat kostnya terletak lumayan jauh dari kampus, jadi dia memutuskan untuk menunggu hujan reda baru akan pulang itupun dia masih harus berjalan kaki.
Garvin Reviano Agler, seorang dosen yang sudah lama menduda dan berhati dingin setelah pernikahan dengan wanita yang dicintainya gagal karena wanita itu lebih memilih pergi untuk mengejar karir. Malam itu Garvin dijebak oleh dosen wanita yang terobsesi dengannya dengan minuman yang sudah dicampur obat.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Erchapram, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Zura Yang Malang
Di sebuah rumah yang megah, terlihat dua orang menatap tajam pada seorang yang menundukkan kepalanya.
"Apa begini, kami mengajarkan kamu selama ini Elena? Sikapmu sungguh liar dan sangat memalukan kami."
"Hamil tiga bulan tanpa tahu siapa ayah bayi yang kamu kandung. Justru ingin menjebak Garvin. Sebenarnya otak kamu ada dimana?"
"Maafkan mama, mungkin karena mama sudah terlalu memanjakannya. Sehingga membuat Elena besar kepala seperti ini."
Tangis mama Laura pecah, dia merasa gagal mendidik putri semata wayangnya hingga membuat Elena menjadi wanita murahan yang haus belaian.
"Ini bukan salah mama, memang dasar Elena saja yang murahan. Sekarang apa rencana kamu Elena?"
"Apakah kamu tetap ingin menjadi dosen dengan perut yang semakin lama semakin membesar tapi tidak punya suami. Atau kamu masih ingin menjebak Garvin sehingga menikahimu?"
"Maafkan aku, Ma Pa. Tapi aku memang mencintai Garvin. Hanya dia yang pantas menjadi suamiku."
"Tapi kamu yang tidak pantas menjadi seorang istri dari Garvin."
"Kenapa mama seolah memojokkan aku, bukannya mendukung anaknya menjadi istri dari pria tampan dan sukes itu." Kesal Elena terhadap mamanya.
"Karena mama sudah tidak punya muka di hadapan sahabat mama. Asal kamu tahu, sejak awal mama lah yang meminta jeng Kalynda menerima kamu sebagai calon menantunya. Karena mama menyayangi kamu."
"Mama ingin kamu mendapatkan suami yang terbaik. Tapi kamu yang tidak bisa membawa diri, hingga terjerumus dunia malam. Kalau sudah begini, kamu mau salahin mama?"
"Ada benarnya yang dikatakan mama kamu Elena. Jadi sekarang hentikan obsesi gila kamu terhadap Garvin. Besarkan anak kamu seorang diri, kami akan membantu mengurusnya nanti."
"Tidak... Lebih baik aku gugurkan saja dia, dengan begitu tidak ada lagi penghalang untuk aku mengejar cinta Garvin." Ucap Elena.
"Kamu jangan gila Elena, jangan jadi pembunuh. Bagaimanapun dia adalah darah dagingmu sendiri. Jangan karena obsesi dan ambisimu kamu mengorbankan bayi yang bahkan tidak tahu harus hadir di rahim kamu."
"Itulah pentingnya menjaga kehormatan Elena, kamu wanita yang pintar, jadi sekarang sayangi anak kamu siapa pun ayahnya. Dan bagaimana cara dia hadir di dalam kandunganmu."
"Mulai sekarang, berhentilah menjadi dosen. Fokus saja terhadap kesehatan kamu dan kandunganmu. Kami semua menyayangi kamu Elena." Ucap mama Laura yang pasrah menerima kehadiran cucunya.
Mama Laura mengelus perut putrinya yang memang terasa keras dan buncit meskipun tidak terlalu ketara. Dia menghela nafas, lalu tersenyum hangat dan memeluk putri kesayangannya. Karena bagaimana pun kelakuan Elena, semua tidak luput dari andilnya.
"Tumbuhlah sehat, di perut mamamu sayang. Nenek dan kakek menerima kamu." Ucap tulus mama Laura.
Sementara itu, pergulatan panas antara Daffa dan Lestari masih berlangsung. Dengan menggebu, Daffa menggauli kekasihnya hingga beronde-ronde. Daffa tidak peduli, meskipun Lestari sudah mengeluh lelah.
Bahkan Daffa tidak sadar jika dia terus memanggil nama Zura disetiap pelepasannya. Membuat hati Lestari berdenyut nyeri. Tapi cintanya lebih besar dari pada rasa kecewanya.
"Bagaimana jika aku hamil Daffa? Kapan kamu akan menikahi aku?"
"Kamu jangan sampai hamil, karena aku tidak menginginkan seorang anak."
"Tapi kamu hampir tiap hari menggempur aku tanpa status Daffa."
"Status kamu sudah jelas Tari, kamu kekasihku. Kamu adalah milikku."
"Hanya seorang kekasih, bukan istri."
"Jangan banyak menuntut padaku, Lestari."
Sedangkan Zura dan kedua orang tuanya saat ini sudah berada di mobil untuk kembali pulang. Ayah hanya kelelahan, tapi karena memang mempunyai riwayat diabetes dan juga darah tinggi membuat tubuh ayah tidak segar seperti dulu.
"Zura, kamu menginap berapa hari di rumah?" Tanya ayah Ruslan.
"Kemungkinan tiga hari ayah." Jawabnya.
"Setelah ini jika ada juragan Kadir datang, kamu harus bersikap baik. Harusnya kamu merasa beruntung ingin dinikahi oleh pria kaya seperti dia. Jangan terlalu jual mahal, siapa yang mau dengan gadis cupu seperti dirimu ini."
"Bu, tolong jangan terlalu keras dengan putriku. Aku tidak akan memaksa jika Zura tidak mau."
"Apa kurangnya juragan Kadir, selain kaya dia juga royal terhadap istri-istrinya. Apalagi jika Zura menjadi istri mudanya. Pasti akan lebih disayang. Mau ngarepin apa lagi, orang seperti kita tidak perlu bermimpi muluk-muluk mencari calon suami."
"Sudah-sudah kita bahas nanti saja di rumah." Ucap Ayah menengahi.
Zura terdiam, menatap kecewa ayahnya.
"Zura, kali ini jangan pernah membantah omongan orang tua." Tegas Ibu Yuliana menatap tajam Zura.
Mobil yang ditumpangi mereka bertiga masuk ke halaman bertepatan dengan Lestari yang keluar dari rumah mereka sambil merapikan baju. Tapi hanya Zura yang melihat, karena ibu dan ayahnya sibuk berdebat.
"Apa yang sudah Lestari lakukan."
Zura bukan tidak kenal dengan Lestari, kekasih abang tirinya yang selalu menatap tajam jika bertemu. Sementara Zura tidak tahu, apa kesalahan yang sudah diperbuatnya hingga tetangganya ini menaruh dendam padanya.
"Ayo yah, aku antar ke kamar." Ucap Zura tapi dicegah oleh ibu tirinya dengan ketus.
"Tidak perlu. Sekarang kamu masak."
"Masak yang banyak, karena sore ini juragan Kadir akan melamarmu."
"Tapi bu, aku tidak menyetujuinya. Aku masih ingin bekerja setelah lulus kuliah. Yah, tolong mengerti."
"Mau kerja jadi guru honorer? Gaji ratusan ribu memang cukup buat memenuhi kebutuhan kita semua?"
"Tolong, jangan paksa aku bu. Kali ini aku mohon." Ibanya.
"Tidak ada negosiasi ya Zura. Kamu minta ijin kuliah sudah kami ijinkan. Yang seharusnya sejak lama kamu itu harus sudah menikah dengan juragan Kadir. Kalau bukan kamu, siapa yang membantu perekonomian keluarga kita hah?" Marah ibu Yuliana karena dibantah Zura.
"Kan ada abang Daffa bu."
"JANGAN PERNAH MENYUSAHKAN HIDUP DAFFA!"
Teriak Ibu Yuliana terdengar sampai telinga Daffa yang sedang terlelap dengan tubuh polosnya. Ya, Lestari pulang ketika mereka telah menyelesaikan tujuh ronde permainan. Dengan badan remuk, Lestari beranjak dari kamar. Sementara Daffa langsung tertidur pulas tanpa peduli dengan apapun lagi.
"Zura, kali ini tolong dengarkan ibu. Semua demi kebaikan kamu."
Ucap ayah Ruslan, yang memang selama ini tidak pernah membantah semua pendapat istrinya itu. Begitu besarnya cinta ayah Ruslan, hingga dia menganggap jika menuruti semua keinginan istrinya adalah cara dia membahagiakannya. Karena ibu Yuliana tidak pernah meminta sesuatu yang mustahil. Istrinya ini bahkan tetap setia di sisinya meskipun dia sakit.
Memandang kecewa ayahnya, Zura melangkah menuju dapur. Dengan derai air mata, Zura melakukan tugasnya memasak.
Sedangkan Daffa kini sudah berpakaian rapi, dia tahu jika ibunya tengah memarahi adik tirinya itu.
Dengan penuh nafsu, Daffa mendatangi Zura yang sedang menggoreng ikan. Kemudian, Daffa memeluk Zura dari belakang. Mengelus lembut perut Zura.
Deg