Bagaimana jadinya jika seorang gadis manja harus menjadi pengasuh 3 anak CEO nakal yang tiba-tiba sangat lengket padanya?
Rosetta, seorang gadis cantik yang berusia 19 tahun, adalah putri seorang bupati yang memiliki keinginan untuk menjalani hidupnya sendiri. Namun ayahnya telah membuat keputusan sepihak untuk menjodohkan Rosetta dengan seorang pria tuatua bernama tuan Bramasta, yang memiliki usia dan penampilan yang tidak menarik. Rosetta sangat enggan dengan keputusan ini dan merasa bahwa ayahnya hanya menggunakan dia sebagai alat untuk meningkatkan karir politiknya.
Hingga puncaknya Rosetta memutuskan untuk kabur dari rumah. Di sisi lain ada Zein arga Mahatma, seorang bussiness man dan single parents yang memiliki tiga anak dengan kenakalan di atas rata-rata. Karena kebadungan anak- anaknya juga tak ada yang sanggup untuk menjadi pelayan di rumah nya.
Dalam pelarian nya, takdir mempertemukan Rosetta dan ketiga anak Zein yang nakal, bagaimana kah kelanjutannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jeju Oranye, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter : 10
Di dapur,akhirnya Zein yang turun tangan untuk menyiapkan sarapan. Dia bersiap dengan memakai apron di tubuh kekarnya yang sudah di balut kemeja rapih.
Memasak bukanlah sesuatu hal yang baru untuk nya, berkat pengalamannya merantau di negeri orang untuk menempuh pendidikan membuat Zein biasa memasak sendiri, teman-teman serta rekan- rekannya selalu memuji masakan nya yang enak, jadi dia cukup percaya diri dengan bakat nya yang satu itu.
Sementara Zein menyiapkan sarapan, Rosetta berjuang untuk mempersiapkan Alvaro, Alaska dan Chiara untuk berangkat sekolah. Tahun ini Alvaro dan Alaska berada di kelas lima sekolah dasar, sementara Chiara sudah memasuki bangku taman kanak-kanak alias TK.
Ternyata menyiapkan keperluan mereka, cukup membuat Rosetta kepayahan apalagi bagi nona muda yang kebutuhan nya selalu di siapkan oleh pelayan dan dia hanya ongkang- ongkang kaki, menjadi sebuah pengalaman baru bagi Rosetta yang menjadi seorang pengasuh.
Dan Zein bisa mendengar itu semua dari arah dapur sambil menyiapkan bahan dan bumbu untuk memasak nasi goreng dan omelette. Ada benarnya juga dia tidak sempat menunjukkan bagian-bagian tempat pakaian serta perlengkapan sekolah anaknya. Lihat lah, sekarang gadis itu sedang kesulitan mencari lemari dasi ataupun rak sepatu untuk anak-anak nya. Terdengar teriakan menggema Rosetta yang mengejar Alaska yang tak ingin memakai dasi, ataupun ocehan Chiara yang sibuk mencari buku gambar nya.
Dalam hati, Zein tertawa puas di atas penderitaan gadis itu. Rasakan lah, siapa suruh membuat nya kesal setengah mati pagi ini. Seharusnya dia sudah berangkat ke kantor tiga puluh menit yang lalu, sekarang masih harus berkutat di dapur.
Sebenarnya Zein bisa saja merekrut banyak pembantu untuk melakukan tiap-tiap bagian tugas di rumah nya, tapi Zein adalah tipe orang yang tak menyukai keramaian dan sangat selektif dalam memilih orang untuk masuk ke dalam mansion nya yang megah ini. Itu sebabnya untuk pekerjaan rumah dia hanya bisa mempercayai mbok iyem, asisten rumah tangga dari mendiang kakaknya dulu.
Dalam beberapa menit, nasi goreng dan omelette sudah terhidang di atas meja, ada roti dan selai juga, tak lupa tiga gelas berisi susu hangat untuk anak-anak nya, Zein merasa puas dengan hasil masakannya.
Dia pun kembali lagi ke dapur dan sempat melirik sekilas ke arah Rosetta yang mengekorinya di belakang.
Ketika Rosetta akhirnya datang, gadis itu tampak sedikit berantakan. Rambutnya tergerai dan napasnya ngos- ngosan. "Fyuh! aku sudah mempersiapkan anak-anak dengan sangat baik dan mereka sudah siap untuk pergi ke sekolah, " lapornya dengan membuang napas panjang, namun senyum sumringah terpatri di wajahnya yang cantik.
Zein yang sedang membersihkan meja dapur, hanya melirik nya sesaat dan mendengkus kecil. "Jangan lupa, kau akan selalu menghadapi situasi seperti ini setiap hari, jadi ku harap tak ada teriakan ataupun kehebohan seperti tadi. "
Rosetta mengerucutkan bibirnya, dia kira akan mendapatkan pujian tapi malah siraman rohani lagi. "Ck, namanya juga baru pertama, wajar kalau heboh. Besok- besok akan ku pastikan, aku akan terlatih menjadi pengasuh yang terbaik. "
Zein hanya tersenyum miring menanggapinya, lalu kembali fokus pada kegiatan nya.
Rosetta mendengkus sebal melihat tanggapan pria itu, tapi saat itu dia melihat panci di atas kompor. Dengan cerobohnya, dia berusaha membuka tutup panci yang masih panas. "Apa yang kamu masak?" tanyanya sambil mencoba mengangkat tutup panci, tidak menyadari bahayanya.
Sontak, teriakan Rosetta menggema ketika tangannya yang lembut terkena panas. "Aduh!" Dia segera menarik tangan dengan kesakitan, matanya melebar terkejut.
Zein, yang melihat semua itu, langsung berlari menghampiri dan menarik tangan gadis itu agar menjauh dari kompor. Dalam nada yang setengah mengomel, dia berkata, "harusnya kau lebih berhati-hati, dasar gadis ceroboh! "
Dia kemudian membawa Rosetta untuk duduk di kursi. Karena teriakan Rosetta, Alvaro, Chiara dan Alaska bergegas datang menghampiri.
Setelah memastikan tak ada yang lebih parah, Zein bergegas mengambil salep di lemari obat, dan mengoleskan nya pada tangan Rosetta yang terluka. Di saat itulah situasi yang terjadi mulai berubah. Rosetta terpana tampak jelas dari matanya yang melihat Zein dengan telaten merawat lukanya, wajahnya bersemu merah bukan hanya karena lukanya tapi juga karena perhatian yang di berikan Zein. Dia merasa di hargai dalam situasi yang seharusnya biasa saja.
Sementara Alvaro, Alaska, dan Chiara memperhatikan dari kejauhan, mereka saling melemparkan pandang dan tersenyum penuh arti.
Zein sedikit meniup- niup bagian titik luka yang sudah di oleskan salep, "selesai, " ujarnya lalu saat dia mengangkat pandangan, tak sengaja manik hitam legamnya langsung bertemu dengan manik coklat terang Rosetta yang ternyata sedang menatapnya dengan dalam.
Merasa tertangkap basah karena terus memperhatikan, membuat Rosetta seketika membuang wajah ke arah lain. Jantung nya tiba-tiba merasa berdebar tanpa alasan.
Lantas dia berdeham pelan untuk menghilangkan kegugupan. "Ehehehe terimakasih, pak Zein, " katanya di sertai cengiran.
Zein hanya melengos sambil menggeleng pelan. "Lain kali cobalah untuk berhati-hati, " katanya memperingati sekali lagi.
Dia pun berdiri, yang lantas di ikuti oleh Rosetta.
"Anak-anak ayo sarapan! " ajak Zein pada ketiga anaknya yang langsung di angguki oleh mereka.
Sementara Zein sudah berlalu pergi, Rosetta masih berdiri di sana melihat tangannya yang sudah di rawat oleh Zein kemudian menatap punggung pria itu yang mulai menjauh. Dia bisa merasakan dadanya semakin berdegup kencang.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Mereka pun sarapan dengan di isi canda tawa Rosetta dan ketiga anak-anak nya, sedangkan ayahnya jangan di tanya. Hanya fokus pada pada laptop di hadapannya.
Selesai sarapan Zein, dan ketiga anaknya bersiap untuk berangkat. Sebelum ke kantor Zein akan mengantarkan mereka ke sekolah masing-masing dulu.
Rosetta masih memakai gaunnya semalam. Zein yang melihat itu, pun mendekati si gadis.
"Pergilah dan ganti bajumu. "
Rosetta sedikit terkejut karena tiba-tiba saja Zein begitu sangat dekat dengan nya. "Tapi... aku tidak memiliki baju lain. " ujarnya jujur.
Zein memutar mata malas. "Saya tidak menyuruh mu untuk memakai baju itu lagi kan. Pergi lah ke kamar dekat dapur. Di sana semua perlengkapan untuk asisten rumah tangga ada, termasuk baju ganti dan kebutuhan lainnya. "
Rosetta tersenyum sumringah, bergegas saja ia mengangguk dan dengan cepat melenggang pergi untuk memeriksanya langsung.
Dan benar saja, di sana tersedia berbagai perlengkapan termasuk baju ganti yang bisa Rosetta pakai. Kebetulan tubuhnya juga terasa lengket oleh keringat jadi tanpa berlama-lama Rosetta pun membersihkan diri dalam kamar mandi ya ada di sana sekaligus mengganti pakaiannya.
Sementara Zein ternyata masih setia berada di ruang tamu. Bukan, bukan karena dia sedang menunggu gadis itu, hanya saja Zein penasaran bagaimana penampilan Rosetta dengan pakaian yang lain sementara dari semalam dia hanya memakai baju tidur itu saja.
******