Balas dendam? Sudah pasti. Cinta? Tak seharusnya. Tapi apa yang akan kau lakukan… jika musuhmu memakaikanmu mahkota?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon karinabukankari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 28: The Hunger Below
Di ruang bawah tanah bekas perpustakaan kerajaan, Ash berdiri di depan sebuah pintu batu yang selama ini dikira tidak mengarah ke mana-mana.
Namun kini, dindingnya berdenyut. Lembab. Hangat. Seolah… bernapas.
Di tangannya, kristal hitam dari Umbra Mortem bergetar ringan, seolah merespons sesuatu dari balik pintu.
“Dia sudah terbangun,” gumam Ash. “Dan ia tidak lagi tidur sendirian.”
Di tempat lain, Caelum menemani Seraphine yang berdiri memandangi pohon raksasa di ujung desa Nirakhar. Pohon itu muncul semalam. Tumbuh dalam satu malam dari tanah mati. Dan sekarang… tubuhnya menghitam, namun dedaunannya berwarna ungu menyala.
“Kenapa bentuknya seperti ini?” tanya Caelum.
Seraphine menutup mata, mencoba mendengar. Suara akar. Suara tanah.
Lalu, sebuah bisikan.
“Karena ia tidak tumbuh. Ia dipanggil.”
Di Ravennor, Lady Mirella kembali berdiri di hadapan dewan. Namun kali ini, ia membawa sesuatu.
Dua anggota dewan berjalan di belakangnya, matanya kosong. Dan di tangan mereka, masing-masing membawa pot kecil berisi tanaman—berakar darah.
“Kita tidak bisa melawan sihir akar. Tapi kita bisa berdamai dengannya.”
Beberapa anggota dewan mulai terlihat ragu. Namun suara mayoritas diam.
“Bila kalian memilih untuk tetap netral,” ujar Mirella, suaranya tajam, “akar akan memilih untuk kalian.”
Di wilayah utara, Orin menyalakan kembali altar kuno. Di sekelilingnya, puluhan pengikut—para pemuda dan pemudi dari desa-desa hancur, para mantan prajurit, dan bahkan beberapa penyihir bayangan dari Ordo Umbra—berdiri dalam lingkaran.
“Kita tidak perlu menunggu revolusi kedua. Kita adalah revolusi itu sendiri.”
Ia mengangkat tangannya, dan tanah berguncang.
Dari dalam altar, tumbuh sesuatu—bukan pohon. Tapi singgasana.
Terbuat dari akar, tulang, dan cahaya gelap.
“Aku tidak butuh mahkota. Aku punya akar.”
Sementara itu, Seraphine memutuskan untuk kembali ke reruntuhan Virellen. Di sana, ia mencari altar lama tempat ia pertama kali mendengar suara dari masa lalu.
Dan kali ini, ia tidak datang sendirian. Ia membawa pecahan darahnya sendiri—dalam botol kristal.
Ia tuangkan cairan itu di atas simbol mata terbalik.
Tanah bergetar. Angin berhenti. Dan suara terdengar lagi.
“Kau memanggil, kami menjawab.”
Bayangan-bayangan berjubah kembali muncul.
“Tapi kali ini, kami bertanya: siapa yang layak menanam benih berikutnya?”
Seraphine berdiri tegak. “Bukan yang serakah. Bukan yang lapar. Tapi yang tahu kapan harus melepaskan.”
Namun bayangan itu hanya tertawa.
“Kau terlalu manusia untuk memilih.”
Di menara observatorium, Ash mulai kehilangan kendali atas dirinya. Setiap malam, ia bermimpi tentang menjadi akar itu sendiri—tumbuh dari tubuhnya, keluar dari mulutnya, menggantikan nadinya.
Dan malam ini, ketika ia terbangun, ia menemukan bekas akar di telapak tangannya.
Bukan mimpi. Kenyataan.
“Aku... terinfeksi.”
Di tengah semua kekacauan ini, satu hal menjadi jelas: akar sedang lapar.
Dan mereka tidak lagi hanya diam.
Di bawah kota Ravennor, akar-akar telah membelah jalan bawah tanah. Mereka tumbuh ke arah tempat-tempat penuh sihir lama: kuburan bangsawan, istana runtuh, bahkan reruntuhan akademi sihir yang terbakar di masa lalu.
Mereka mencari.
Menilai.
Memilih.
Dan satu nama terus bergema di dalam sihir mereka:
Seraphine.
Bukan sebagai penyelamat.
Tapi sebagai... tanah tempat mereka akan tumbuh.
Sementara itu, Orin berdiri di atas menara utara. Ia menatap langit malam.
“Kau dengar, Seraphine?” bisiknya ke angin. “Mereka memilihmu. Tapi hanya sebagai tanah. Aku akan jadi benihnya.”
Di tangannya, sebuah simbol baru terbakar. Bukan mata, bukan mahkota.
Tapi akar yang membelit jantung manusia.
Ia tersenyum kecil.
“Dan dari situ... kita tumbuh.”
Di tengah reruntuhan kuil tua Virellen, Seraphine duduk bersila di atas lingkaran sihir. Cahaya dari obor di sekitarnya berkedip-kedip, seolah takut menyentuh kegelapan yang mulai menebal di luar.
Ia sudah berhari-hari di sini, menolak kembali ke Ravennor. Tidak sejak dia tahu… akar telah memilih.
“Tapi aku tidak memilih mereka,” gumamnya pelan.
Angin berdesir, dan dari tanah di bawah lingkaran, suara tua menjawab:
“Itu bukan pilihan. Itu warisan.”
Di sisi lain dunia, Ash berdiri di tepi danau hitam yang dulunya danau suci di Ravennor. Kini, airnya menghitam, dan permukaannya bergetar dengan gema tak terdengar.
Tubuh Ash mulai berubah. Pembuluh darahnya membentuk pola bercahaya gelap. Di bawah kulitnya, urat-urat terlihat berdenyut seperti akar kecil yang mencoba keluar.
“Berapa lama lagi sebelum aku kehilangan diri?” bisiknya.
Dari bayangannya sendiri, sebuah suara membalas:
“Mungkin kau tidak kehilangannya. Mungkin kau sedang menjadi dirimu yang sebenarnya.”
Ash jatuh berlutut. Tapi di matanya, tidak ada ketakutan—hanya tekad.
Caelum kembali dari utara membawa kabar buruk. Ia masuk ke dalam tenda Seraphine, meletakkan gulungan peta penuh lingkaran merah baru.
“Orin bergerak cepat. Ia membangkitkan altar lama di lima lokasi suci. Dan ini...” ia menunjuk simbol bercahaya di pojok peta, “...adalah pusatnya.”
“Umbra Mortem,” ucap Seraphine dengan napas tertahan.
“Jika ia aktifkan semua altar itu, akar tidak hanya tumbuh… mereka akan mewarisi kehendak lama.”
“Makhluk dari dalam tanah?”
“Lebih dari itu,” jawab Caelum pelan. “Para penyegel zaman kuno menyebutnya Penjaga Memori Dunia. Mereka bukan jahat. Tapi mereka... lapar. Dan mereka hanya tahu satu hal: mengulang kembali bentuk dunia yang dulu.”
Di Ravennor, Dewan mulai terbelah. Lady Mirella telah mendeklarasikan Fraksi Akar Damai—sebuah aliansi politik yang mengizinkan integrasi akar dalam sihir pertahanan dan hukum.
“Kita akan jadikan mereka mitra,” ucapnya dalam sidang. “Kita tidak melawan alam. Kita berjalan bersamanya.”
Tapi satu suara mematahkan euforia itu.
“Kalian bukan berjalan bersama. Kalian menjual kendali.”
Ash, wajahnya sudah mulai pucat dengan garis-garis akar tipis menjalar dari pelipis ke leher, berdiri di tengah aula.
“Jika kita memberi akar tempat duduk di sini,” ia menunjuk kursi Dewan, “maka suatu hari, kita yang akan duduk di bawah mereka.”
Di gunung utara, Orin telah membentuk pasukan baru. Bukan tentara. Mereka menyebut diri Penghuni Awal—gabungan manusia dan akar.
Mereka tidak berbicara dengan suara, tapi dengan sambungan pikiran. Dan satu pikiran yang dominan kini milik Orin.
“Dunia ini dibuat dari pertumpahan darah. Tapi kita akan menumbuhkannya dari kesatuan.”
“Dengan kekuatan?” tanya seorang pemuda di barisan belakang.
Orin menoleh. “Dengan ingatan.”
Ia menunjuk altar yang terbuka. “Karena dunia tidak dibangun dari harapan. Tapi dari apa yang tak ingin kita ingat… dan harus kita tanam kembali.”
Seraphine berdiri di tebing barat, menatap awan yang membentuk lingkaran di atas tanah suci. Di bawah sana, akar mulai tumbuh membentuk struktur… seperti kota.
“Dulu, kota pertama Ravennor dibangun di atas tempat ini,” ucapnya pada Caelum.
“Dan kini mereka mencoba membangunnya kembali. Dengan cara mereka.”
“Tapi tidak semua yang tumbuh… layak dibiarkan hidup.”
Ia menggenggam liontin tuanya—warisan dari ibunya, yang dahulu menyegel salah satu gerbang bawah tanah.
“Kita harus kembali ke akar pertama. Yang memulai semuanya.”
Di malam itu, ketika langit Ravennor berubah warna jadi ungu tua, ketika suara nyanyian akar terdengar sampai ke batas timur, ketika mata-mata Lady Mirella menghilang satu per satu tanpa jejak…
Seseorang berdiri di ruang bawah tanah perpustakaan tua.
Tubuhnya berbalut jubah kulit akar. Matanya hitam sepenuhnya. Tangannya menggenggam buku sihir dari zaman sebelum sejarah ditulis.
Dia bukan Seraphine. Bukan Orin. Bukan Ash.
Namun ketika dia berbicara, suaranya menggema dalam setiap tanah, akar, dan tubuh manusia yang disentuh sihir.
“Kami ingat. Dan kami menuntut bentuk baru. Dunia tidak perlu pahlawan. Dunia butuh… akar yang tidak lagi diam.”
To be continued...
Cobalah:
RA-VEN-NOR™
➤ Teruji bikin senyum-senyum sendiri
➤ Kaya akan plot twist & sihir kuno
➤ Mengandung Caelum, Ash, dan Orin dosis tinggi
PERINGATAN:
Tidak dianjurkan dibaca sambil di kelas, rapat, atau pas lagi galau.
Efek samping: jadi bucin karakter fiksi.
Konsumsi: TIAP JAM 11 SIANG.
Jangan overdosis.
Gemetar...
Tangan berkeringat...
Langit retak...
WiFi ilang...
Kulkas kosong...
Ash unfollow kamu di mimpi...
➤ Tiap hari. Jam 11.
Ini bukan sekadar Novel.
Ini adalah TAKDIR. 😭
Aku sudah capek ngingetin kamu terus.”
➤ Novel update jam 11.
➤ Kamu lupa lagi?
Baiklah.
Aku akan pensiun.
Aku akan buka usaha sablon kaus bertuliskan:
❝ Aku Telat Baca Novel ❞
#AyamMenyerah
“Kalau kamu baca jam 11, aku bakal bikinin kamu es krim rasa sihir.”
Caelum (panik):
“Update?! Sekarang?! Aku belum siap tampil—eh maksudku… BACA SEKARANG!”
Orin (pegangan pohon):
“Aku bisa melihat masa depan... dan kamu ketinggalan update. Ngeri ya?”
📅 Jam 11. Tiap hari.
Like kalau kamu tim baca sambil ketawa.
Komen kalau kamu tim “gue nyempil di kantor buat baca novel diem-diem”
Kamu bilang kamu fans Ravennor,
Tapi jam 11 kamu malah scroll TikTok.”
Jangan bikin aku bertanya-tanya,
Apakah kamu masih di pihakku…
Atau sudah berubah haluan.
➤ Novel update tiap hari.
➤ Jam 11.
Jangan salah pilih sisi.
– Orin
Tapi aku perhatikan siapa yang selalu datang jam 11… dan siapa yang tidak.”
Dunia ini penuh rahasia.
Kamu gak mau jadi satu-satunya yang ketinggalan, kan?
Jadi, kutunggu jam 11.
Di balik layar.
Di balik cerita.
– Orin.
Menarik.
Aku kira kamu pembaca yang cerdas.
Tapi ternyata...
➤ Baca tiap hari. Jam 11.
➤ Kalau enggak, ya udah. Tapi jangan salahin aku kalau kamu ketinggalan plot twist dan nangis di pojokan.
Aku sudah memperingatkanmu.
– Ash.
Untuk: Kamu, pembaca kesayanganku
"Hei…
Kamu masih di sana, kan?
Kalau kamu baca ini jam 11, berarti kamu masih inget aku…"
🕚 update tiap hari jam 11 siang!
Jangan telat… aku tunggu kamu di tiap halaman.
💙 – C.
Kucing kerajaan udah ngamuk karena kamu LUPA update!
🕚 JAM 11 ITU JAM UPDATE !
Bukan jam tidur siang
Bukan jam ngelamunin mantan
Bukan jam ngintip IG crush
Tapi... JAMNYA NGIKUTIN DRAMA DI RAVENNOR!
😾 Yang kelewat, bakal dicakar Seraphine pakai kata-kata tajam.
#Jam11JamSuci #JanganLupaUpdate
Itu jamnya:
✅ plot twist
✅ karakter ganteng
✅ baper kolektif
✅ kemungkinan besar ada adegan nyebelin tapi manis
Jangan lupa update TIAP HARI JAM 11 SIANG
📢 Yang gak baca… bakal disumpahin jadi tokoh figuran yang mati duluan.
Itu bukan jam makan, bukan jam rebahan...
Itu jam baca komik kesayangan KAMU!
Kalau kamu ngelewatin update:
💔 Caelum nangis.
😤 Seraphine ngambek.
😎 Ash: “Terserah.”
Jadi yuk… BACA. SEKARANG.
🔁 Share ke temanmu yang suka telat update!
#ReminderLucu #UpdateJam11
📆 Update : SETIAP HARI JAM 11 SIANG!
Siapa yang lupa...?
➤ Ditarik ke dunia paralel.
➤ Dikejar Orin sambil bawa kontrak nikah.
➤ Dijadikan tumbal sihir kuno oleh Ash.
➤ Dipelototin Seraphine 3x sehari.
Jadi... JANGAN LUPA BACA YAAA!
❤️ Like | 💬 Komen | 🔔 Follow
#TimGakMauKetinggalan
Komik kita akan UPDATE SETIAP HARI!
Jadi jangan lupa:
💥 Siapkan hati.
💥 Siapkan cemilan.
💥 Siapkan mental buat gregetan.
⏰ Jam tayang: jam 11.00 WIB
🧡 Yang lupa update, nanti ditembak cinta sama si Caelum.
➕ Jangan lupa:
❤️ Vote
💬 Komen
🔁 Share
🔔 Follow & nyalain notif biar gak ketinggalan~