Sekuel dari novel Cintaku Dari Zaman Kuno
Azzura hidup dalam kemewahan yang tak terhingga. Ia adalah putri dari keluarga Azlan, keluarga terkaya dan paling berpengaruh di negara Elarion. Namun, dunia tidak tahu siapa dia sebenarnya. Azzura menyamar sebagai gadis cupu dan sederhana semua demi kekasihnya, Kenzo.
Namun, tepat saat perkemahan kampus tak sengaja Azzura menemukan sang kekasih berselingkuh karena keputusasaan Azzura berlari ke hutan tak tentu arah. Hingga, mengantarkannya ke seorang pria tampan yang terluka, yang memiliki banyak misteri yaitu Xavier.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yulianti Azis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rencana Gagal
Matahari pagi bersinar hangat di halaman kampus. Mobil hitam elegan baru saja berhenti di parkiran VIP. Pintu mobil terbuka perlahan, dan dari dalamnya muncullah Azzura, tampak anggun dalam balutan dress sederhana.
Dengan langkah percaya diri, Azzura menutup pintu mobil dan bersiap melangkah masuk. Tapi suara seseorang merusak moodnya.
“Azzura!”
Sebuah suara memanggil dengan nada ceria yang dibuat-buat.
Azzura menoleh malas. Siapa lagi kalau bukan Kenzo, berdiri dengan senyum memuakkan di bibirnya.
“Hai … pagi banget ya kamu datang,” ucap Kenzo, berusaha terdengar ramah dan hangat.
Azzura hanya menaikkan satu alisnya. Wajahnya menunjukkan jelas rasa muak dan enggan.
“Sialan! Kenapa dia muncul terus sih?” batin Azzura yang merasa kesal.
Kenzo tampak percaya diri hari itu. Dalam pikirannya, hari ini adalah permulaan baik. Ia yakin Sania sudah berhasil disingkirkan. Dengan begitu, jalan menuju Azzura akan lebih terbuka. Ia bisa mendekati Azzura kembali tanpa gangguan.
Namun, senyumnya perlahan memudar saat dari kejauhan, terdengar suara tawa ceria yang sangat dikenalnya.
“Zura!”
Suara itu milik Sania.
Dan benar saja gadis itu muncul dengan santainya, mengenakan jaket denim dan rok pendek di atas lutut, wajahnya cerah tanpa luka sedikit pun, bahkan terlihat lebih segar dari biasanya.
Kenzo terlihat terdiam, matanya membelalak sedikit, menatap Sania dari ujung kepala hingga kaki. Tidak ada luka, tidak ada bekas lebam sedikit pun . Bahkan tidak ada tanda-tanda trauma. Seperti semalam tidak pernah terjadi apa-apa.
“Nggak mungkin,” gumamnya lirih. “Harusnya dia setidaknya ketakutan ataupun gila.”
Kenzo menatap lebih lama, seakan ingin memastikan bahwa Sania bukan ilusi yang ada di depannya itu.
Sania yang menyadari pandangan itu langsung mendelik tajam. Wajahnya berubah kesal.
“Ngapain lo ngeliatin gue kayak gitu?!” bentaknya lantang. “Mau gue colok mata lo tuh, hah?!”
Kenzo tersentak kecil. Tangannya mengepal kuat di sisi tubuhnya, rahangnya mengeras.
“Bagaimana bisa dia lolos? Kecuali ada yang menolongnya,” pikirnya, dadanya berdegup cepat.
Sania melipat tangannya di dada, mendekat ke arah Kenzo. “Masih di sini juga lo? Sana minggat. Jauh-jauh deh dari sepupu gue yang cantik ini.” Ia menunjuk Azzura tanpa menoleh, lalu menatap Kenzo tajam. “Dia gak selevel sama lo. Lo tuh sampah.”
Wajah Kenzo langsung memerah karena malu dan amarah. Beberapa mahasiswa yang lewat sempat melirik mereka.
Dengan langkah kesal dan penuh gengsi, Kenzo akhirnya pergi meninggalkan dua gadis itu menuju gerbang kampus.
“Sialan!” desis Kenzo.
Setelah kepergian Kenzo, Sania menghela napas panjang dan menggerutu, “Duh, pagi-pagi udah lihat muka menjijikkan. Rusak mood gue.”
Azzura yang sejak tadi hanya menyaksikan sambil tersenyum tipis, akhirnya angkat suara.
“Udah, jangan bahas yang gak penting itu.”
Ia menggandeng lengan Sania, menariknya menuju lorong masuk.
Tapi Azzura tidak bisa menahan rasa penasarannya. “Tapi tadi aku lihat, kamu turun dari motor kan? Diantar seseorang ya?”
Nada suaranya menggoda, senyumnya licik.
Sania langsung menghentikan langkahnya. “Eh?” Wajahnya seketika memerah. “Ng ... enggak … maksudnya … itu—“
Azzura makin penasaran. “Siapa, hayo? Jangan-jangan cowok baru nih yaa yang ganteng, misterius.” Ia mulai nyengir lebar.
Sania menutup wajahnya dengan satu tangan. “Ya ampun, lo kepo banget sih, Zuu .…”
“Ayolah, siapa?”
Sania akhirnya menghela napas. “Dia itu Alex.”
“Alex?!” Azzura melotot. “Alex asistennya Xavier?!”
Sania langsung memberi isyarat untuk tidak berisik. “Ssst! Jangan kenceng-kenceng! Banyak kuping di sini.”
Azzura tertawa kecil sambil menggoda,
“Wah wah … sepupuku yang satu ini selera cowoknya tinggi juga ya. Gimana? Udah jadian?”
Wajah Sania langsung masam. “Hah? Gak ada hubungan apa-apa. Kami ketemu juga gak sengaja.”
Azzura mengangkat kedua alisnya, tidak percaya. “Gak sengaja? Tapi kok diantar ke kampus?”
Sania menjawab cepat. “Dia kebetulan lewat aja. Ya udah, tolongin aku. Gitu doang.”
Azzura tertawa sambil menggeleng. “Iya iya … kebetulan banget ya, yang nganterin kamu itu cowok keren, dingin, misterius, dan loyal banget ke Xavier.”
Sania makin malu, wajahnya merah seperti tomat. “Yaudah ah! Jangan dibahas lagi! Lo tuh suka banget ngorek-ngorek!”
“Namanya juga sepupu. Wajib tahu semua.”
Azzura menyeringai puas.
Mereka pun berjalan beriringan memasuki lorong kampus.
Di sisi lain terlihat di belakang gedung fakultas ekonomi yang sepi, Kenzo berdiri dengan resah. Ia memegangi ponselnya erat-erat, menekan layar dengan kasar berulang kali. Wajahnya tampak geram dan tegang. Suara nada tunggu dari seberang membuatnya makin frustrasi.
“Cepat dong angkat!” gumamnya sambil menggertakkan gigi.
Akhirnya, setelah deringan keempat belas, sambungan terhubung.
“Halo!” suara di seberang terdengar malas.
Tanpa basa-basi, Kenzo langsung memaki,
“Gimana sih kerjaan kalian?! Gue udah bayar mahal, tapi ngurus satu cewek aja gak becus!”
Orang di seberang tertawa sinis, lalu membalas ketus, “Lo yang tolol, bro. Lo pikir dia cewek biasa?! Kami kira dia lemah, eh ternyata ....“
Suara itu merendah sedikit, “Dia nendang gue sampe tulang rusuk gue retak, tau nggak? Temen gue yang satu lagi sekarang masih di rumah sakit, kepala dijahit sepuluh jahitan. Belum lagi dengan yang lainnya semuanya masuk rumah sakit karena menghirup racun.”
Kenzo terdiam. Wajahnya menunjukkan ekspresi tidak percaya. “Kalian bohong kan?! Gue gak percaya masa Sania bisa ngelakuin itu?”
“Lo pikir semua cewek lemah kayak pacar-pacar lo? Nih cewek beda, bro. Gak bisa diremehkan.”
Sambungan langsung diputus dari seberang. Kenzo tertegun, masih menatap layar ponselnya dengan marah.
“Sialan!” makinya keras. Ia melemparkan batu kecil ke tanah, lalu menarik napas kasar. “Gak mungkin cewek itu harusnya gampang dilumpuhin. Tapi kalau memang dia bukan orang biasa ... ah Sania sialan!”
Langkah Kenzo mulai bergerak cepat meninggalkan area belakang kampus, pikirannya bercampur antara rasa malu, dendam, dan frustrasi.
Saat ia melewati koridor utama kampus, suara salah satu staf administrasi kampus menghentikannya.
“Kenzo!”
Pria itu menghampiri dengan map di tangan. “Rapat BEM dimulai lima belas menit lagi, kamu harus hadir. Ketua BEM gak boleh absen.”
Kenzo hanya mengangguk malas. “Iya, iya … gue datang.”
Tak lama kemudian, ia duduk di ruang rapat utama kampus bersama beberapa anggota BEM lainnya dan dua orang dosen pembina. Ruangan itu dipenuhi meja panjang, alat proyektor, dan pendingin ruangan yang dinginnya menggigit.
Salah satu dosen pembina, Bu Tania, mulai berbicara.
“Baik, rapat kali ini akan membahas perayaan ulang tahun Nyonya Zanaya, istri dari pemilik yayasan kampus ini. Acaranya akan sangat besar dan akan melibatkan semua organisasi mahasiswa. Ini adalah momen penting, jadi saya harap kerja sama dari BEM.”
Beberapa anggota BEM tampak antusias, mencatat dan mengangguk.
Kenzo hanya duduk di ujung meja, melamun sambil memainkan pulpen di jarinya. Tatapannya kosong, namun perlahan-lahan senyum mulai terbentuk di sudut bibirnya.
Senyum yang tidak biasa, senyum yang dingin dan licik, seperti seseorang yang baru menemukan ide gila di kepalanya.
“Ulang tahun besar, acara kampus, semua mata tertuju ini bisa jadi momen gue,” pikir Kenzo.
Ia melirik ke arah jendela ruangan rapat.
“Azzura pasti akan hadir. Dan kalau semua orang fokus ke acara saat itulah gue bisa mulai rencana gue.”
Pikiran jahatnya mulai menyusun detail. Dalam kepalanya, Azzura akan tampil menawan di acara itu. Ia akan pastikan dirinya menjadi pusat perhatian, dan entah bagaimana membuat Azzura tak bisa menghindar darinya.
“Kalau dia gak bisa gue dekati dengan cara biasa maka gue akan paksa dia,” gumamnya lirih. Senyumnya makin melebar, senyum psikopat yang menyeramkan.
Dosen masih berbicara, menjelaskan tentang rundown acara, dekorasi, dan penanggung jawab masing-masing bagian.
Tapi Kenzo sama sekali tidak mendengarkan satu kata pun.
Pikirannya hanya dipenuhi oleh satu hal yaitu
bagaimana cara membuat Azzura jadi miliknya.
Kenzo anak vampir..?? apa Stela pernah berhubungan ama Vampir..?? 🙄🙄🤔🤔
ini ada misteri apa ini kok bisa kenzo anak si vampir🤔