Bayinya tak selamat, suaminya tega berkhianat, bahkan ia diusir dan dikirim ke rumah sakit jiwa oleh Ibu mertua.
Namun takdir membawa Sahira ke jalan yang tak terduga. Ia menjadi Ibu Susu untuk bayi seorang mafia berhati dingin. Di sana, Sahira bertemu Zandereo Raymond, Bos Mafia beristri yang mulai tertarik kepadanya.
Di tengah dendam yang membara, mampukah Sahira bangkit dan membalas sakit hatinya? Atau akankah ia terjebak dalam pesona pria yang seharusnya tak ia cintai?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mom Ilaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 2 | BAYI TABUNG
Mobil Rames melaju kencang, meninggalkan kebisingan kota. Di sudut lain kota, Juliana melangkah pelan mendekati sebuah mobil hitam yang dijaga dua pria bertubuh besar. Dalam gendongannya, seorang bayi tersembunyi di balik selimut.
"Nona Juliana?" sapa salah satu pria itu dengan suara serak.
Juliana mengangguk, lalu masuk ke dalam mobil. Di sana, Balchia sudah menunggu.
"Juliana, akhirnya kau datang," kata Balchia dengan senyum tipis.
Juliana menghela napas lega. "Aku harus pergi, Rames mengejarku. Aku butuh bantuanmu," ujarnya.
Balchia melirik bayi di tangan Juliana.
"Tenang saja. Aku sudah menghancurkan perusahaannya. Rames tidak akan mencarimu dalam waktu dekat." Ia tersenyum puas.
"Terima kasih, Balchia. Kau sudah membantuku membalas dendam pada keluarga Rames," kata Juliana tulus.
"Sama-sama," jawab Balchia. "Omong-omong, bayi itu anakmu dengan Rames?" tanyanya sambil menunjuk bayi itu.
Juliana menggeleng cepat. "Bukan. Aku tidak punya bayi."
"Tapi bukannya kau hamil?" Balchia terkejut.
"Kehamilanku hanya sandiwara," gerutu Juliana penuh kebencian. "Aku tidak sudi mengandung anak bajingan itu."
Juliana menjelaskan bahwa perutnya yang membesar hanya berisi kain, dan darah yang keluar saat itu hanyalah darah palsu.
"Hahaha!" tawa Balchia meledak. "Kau memang jenius! Atau jangan-jangan Rames yang bodoh?" Balchia juga tertawa sambil memegang perutnya yang kini terlihat besar.
"Kau juga serius hamil?" tanya Juliana.
Balchia menyeka air matanya dan membuka bajunya. Perutnya langsung rata. "Pfft… Aku juga melakukan hal yang sama."
"Kenapa kau tidak hamil sungguhan? Zander jauh lebih kaya dari Rames," tanya Juliana bingung.
"Aku model papan atas, tidak mau bentuk tubuhku berubah. Lagipula, Zander mandul dan tidak pernah menyentuhku," celetuk Balchia. "Aku bilang padanya aku mencuri spe-rmanya untuk bayi tabung, tapi dia tidak percaya. Justru kakeknya yang percaya."
Tawa Balchia kembali pecah. Juliana terdiam. Ia ingat sperma yang didapat Balchia setahun lalu. Sper-ma itu yang ia tanam di rahim Sahira.
"Kalau bayi ini bukan milikmu, apa mungkin ini bayi suamiku?" tanya Balchia serius.
Juliana tersentak. Rencana licik muncul di benaknya. Ia melihat ini sebagai kesempatan untuk menjadi menantu Raymond, kakek Zander.
"Maaf, Balchia. Bayi... bayi ini anakku dengan Zander!" Juliana mendorong Balchia, membuka pintu mobil, dan berlari.
"Juliana!" teriak Balchia.
Suara tembakan memecah keheningan malam. Juliana ambruk bersama bayi di tangannya. Dua tembakan bersarang di punggungnya.
Bayi itu menangis kencang. Juliana berusaha melindungi bayi itu. "Balchia, tolong biarkan aku pergi," mohon Juliana, lalu darah menyembur dari mulutnya.
DOR! DOR! DOR!
Tiga tembakan lagi menghantam Juliana. Ia mati di tempat.
"Kau, bawa bayi itu!" perintah Balchia kepada anak buahnya. "Buang mayat ini ke laut!"
Lima menit kemudian, sebuah mobil hitam datang. Balchia mendekat dan terkejut hanya melihat dua anak buahnya. "Mana wanita itu?!" bentak Balchia.
"Maaf, Nyonya. Wanita itu berhasil kabur," jawab mereka ketakutan.
"APA?!" Balchia menampar mereka. "Cari dia! Jangan kembali sebelum menemukannya!"
Teriakan Balchia membuat bayi itu menangis.
"Sial, jangan menangis, bodoh!" bentak Balchia, lalu ia menahan diri. Ia sudah lelah dengan sandiwara ini.
Balchia tiba di rumahnya yang megah. Ia keluar sambil menggendong bayi itu agar ibu, ayah mertua, serta kakek suaminya tidak curiga. Pintu terbuka. Mauren, ibu mertua Balchia, terkejut.
"Balchia? Bayi siapa ini?" tanya Mauren.
"Ibu, ini cucu Ibu, anakku dengan Zander," kata Balchia, tersenyum manis.
Mauren terharu. "Sungguh? Kapan kau melahirkan?" Mauren melirik perut Balchia yang rata, padahal ia yakin menantunya masih punya dua bulan lagi. Namun, wajah bayi itu mirip Zander saat kecil, membuatnya yakin.
"Maafkan aku, Bu. Aku tadi pagi pendarahan," kata Balchia, pura-pura sedih.
Mauren memeluknya, lalu menggendong cucunya. Tiba-tiba, suara menggelegar terdengar. "Bohong! Bayi itu bukan cucu kita, Ma!" ujar Daren, ayah mertua Balchia. Daren memang membenci Balchia.
"Papa bicara apa? Mukanya mirip anakmu!" Mauren tidak terima.
"Zander mandul. Dia pasti hamil dengan laki-laki lain!" Daren menuduh Balchia, lalu menunjuk Raymond, kakek Zander. "Atau bisa saja dia selingkuh dengan pak tua itu!"
Raymond murka. "Apa maksudmu, Daren?!"
"Papa! Jangan bicara ngawur! Kasihan cucu kita," tegur Mauren.
"Mama tahu sendiri, Mama tidak setuju Balchia menikah dengan Zander! Tapi kenapa sekarang Mama membela ular ini?" cerocos Daren.
"DAREN!" teriak Raymond. Tembakan ke udara menghentikan mereka. Seorang pria menatap tajam ke arah mereka. "Zander?"
Balchia segera memeluk Zander. "Zander, akhirnya kau pulang. Aku sangat merindukanmu," ucap Balchia, pura-pura ketakutan.
Namun, Zander malah mendorongnya dengan dingin.
"Menjauhlah dariku, ja-lang sinting."
nanti tuh cebong berenang ria di rahim istri mu kamu ga percaya zan
Duda di t inggal mati rupa ny... 😁😁😁
makaberhati2 lah Sahira
fasar hokang jaya