My Lovely SPG

Arnetta yang tiba-tiba datang dan menarik mundur Herxi yang sudah siap memukul pria asing itu.

"Kenapa, Ar? Kau membelanya? Siapa dia?" ujar Herxi yang tak habis pikir dan tak terima saat wanita itu malah menariknya dan memintanya melepaskan pria asing yang berhasil memancing amarahnya.

"Tidak, aku tidak sedang membelanya. Don, kau pergilah dulu," ujar Arnetta, lalu ia meminta pria berwajah lebam itu untuk menyingkir sejenak.

"Kau berkhianat padaku, Ar? Tega sekali kau!" ujar Herxi menghempaskan tangan Arnetta dari lengannya.

Namun, Arnetta mengajak kekasihnya itu duduk di sofa dan memberikan segelas air. "Tidak, tenanglah. Dengarkan aku dulu, Herxi. Dia itu temanku, dia hanya ingin tinggal sementara di sini," jelas perempuan itu.

Alis pemuda itu mengernyit sampai matanya menyipit. "Tinggal disini? Bersamamu? Gila! Are you crazy, Ar?" Kernyitan itu muncul semakin jelas di wajah tampannya dengan raut wajah tidak menyangka jika sang kekasih bisa mengatakan hal seperti itu.

"No! Tentu saja tidak. Dia teman lamaku dan dia menyewa apartemen ini. Kupikir daripada dia menginap di hotel, lebih baik pakai saja apart ini untuk tempat tinggalnya sementara waktu selagi tidak kita tempati, Sayang," ujar Arnetta menjelaskan.

Penjelasan yang Arnetta sampaikan sungguh lugas dan meyakinkan. Tidak terlihat ada kebohongan di mata polosnya.

"Sungguh kau tidak memiliki hubungan khusus dengannya? Dia bukan selingkuhanmu, kan? Jawab aku dengan jujur atau aku akan sangat marah padamu, Ar."

Akan tetapi, Arnetta mengangkat kedua jarinya ke udara. Dia bersumpah atas nama tuhannya. Ya, tidak pernah sekali pun wanita itu sampai berani menyebut nama Tuhan dalam berkata kecuali jika sudah dalam mode paling serius.

"Mana mungkin aku menduakanmu. Seperti kata Bang Judika, walau papa mamamu melarang, kuakan tetap cinta kamu. Itu yang aku lakukan sekarang."

Wanita itu lantas duduk di pangkuan kekasihnya, semakin mendekatkan diri hingga dahi mereka berbenturan.

"Only you and forever you," ujar Arnetta berbisik tepat di depan wajah kekasihnya.

Herxi mengangguk percaya. Sepuluh tahun bukanlah waktu yang singkat untuk mereka menjalin hubungan dan saling mengenal.

Tidak seharusnya timbul kecurigaan atas ketulusan cinta Arnetta yang sudah terbukti berapa kali terpisah jarak, berulang kali dipaksa menantikan sebuah kepastian, wanita itu tetap ada sampai sekarang. Tidak ada lagi celah untuknya merasa ragu atas kesucian cinta kekasihnya.

Herxi takkan goyah, dia akan tetap percaya pada setiap ucapan Arnetta yang nyatanya mampu menjaga hatinya sampai sekarang walau kini keluarganya secara berterus terang telah menentang hubungannya.

"Terima kasih sudah setia padaku, sebentar lagi kita akan berbahagia setelah resmi bersama," ujar Herxi.

Satu tangannya ia gunakan untuk menarik dagu runcing milik Arnetta hingga terkikis sudah jarak di antara keduanya saat bibir keduanya mulai bersentuhan berulang kali dengan kecupan-kecupan kecil yang kian lama makin menuntut dan tak tahu siapa yang akan melepaskan lebih dulu.

Herxi mengalah. Jika tidak, mungkin keinginan naluriah itu akan berlanjut sampai puncaknya.

"Okey, cukup. Maafkan aku sayang. Jangan dilanjutkan," kata Herxi walau dalam diri nyaris tak mampu lagi menahan keinginan memiliki tubuh kekasihnya itu seutuhnya.

"Kenapa?" tanya Arnetta.

"Aku tak mau menyakitimu. Kita lakukan ini setelah menikah, Sayang. Kau masih mencintaiku, kan?"

Arnetta mengangguk penuh. "Tapi, bisakah kita bercinta malam ini?"

Herxi menggeleng. Dia tak pernah mempunyai niat untuk meniduri kekasihnya yang cantik jelita itu sebelum mengikatkan secara suci melalui pernikahan yang sah atau dia akan merasa menjadi bajingan yang tega merusak mutiara paling berharganya.

"Tunggulah sebentar lagi," kata Herxi yang membuat Arnetta kesal dan dia langsung bangkit dari posisinya dan akan pergi entah kemana.

"Arnetta?!" panggilnya saat wanita itu melangkah pergi dengan ekspresi marah.

"Sejak dulu kamu selalu mengatakan 'sebentar lagi'. Tapi kapan? Tidak pernah ada yang terwujud walau hanya sekadar bercinta. Aku sudah muak dengan janji-janji manismu," cicit Arnetta.

Herxi mengejarnya. Meraih tangan wanita itu dan memutar balikkan badannya, tak ingin wanitanya lolos lagi dari jangkauannya.

"Maumu bagaimana? Baiklah ... ayo kita menikah! Kita akan tetap menikah baik dengan atau pun tanpa restu dua orang tuaku. Aku rela meninggalkan keluargaku, perusahaan ayahku demi kamu. Ayo kita menikah sekarang juga jika itu kemauanmu,"  ujar Herxi dengan kesungguhan.

...----------------...

Suka novel ini ga? Like dulu ya habis baca, thank u💖