Pagi itu memiliki embun yang menetes tanpa harus diminta. Kebahagiaan itu memiliki arti ketulusan tanpa di rencanakan. Sama halnya hati yang memiliki cinta tanpa harus diminta meskipun terkadang menyakitkan.
Menerima perjodohan dari keluarganya untuk menikah dengan gus Hilal, yang memang laki-laki pertama dalam hidupnya, membuat Khalifa merasa bahagia.
Walaupun gus Hilal seorang duda, akan tetapi bagi Khalifa yang memang mencintai karena Allah, ia bersedia dan yakin akan sanggup menerima semua konsekuensi nya.
Namun pada malam pernikahan mereka, suaminya mengatakan dia hanya menganggapnya sebagai adik perempuan...
Khalifa mengerti bahwa Hilal masih belum melupakan mantan istrinya yang telah meninggal, mencoba untuk paham, akan tetapi masalah selalu datang silih berganti.
Bagaimana Khalifa melewati pernikahannya dengan ditemani seorang suami yang masih belum bisa melepaskan masa lalunya?
Sanggupkah Khalifa dengan tekat awalnya untuk tetap bertahan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mommy_Ar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10
...~Happy Reading~...
“Ayah pasti caliin Aca hihihi, bial aja. Ayah na nakal, pelgi pelgi telus, Aca gak di ajak.” Untuk sesaat, anak itu terdiam seolah sedang berfikir sambil menunggu kedatangan sang ayah.
“Ante Lifa payah nih. Masa suruh Aca umpet disini, kan kelihatan dari sana ya? Aca halus pindah nih,” imbuh nya.
Merasa tempat persembunyian nya kurang aman, akhirnya Aca memutuskan untuk pindah ke ketempat yang lebih aman lagi, yang ia rasa akan cukup sulit untuk di temukan. Namun, baru saja dirinya hendak bangkit, seketika itu juga dirinya lupa bahwa ia sedang berada di bawah meja, sehingga membuat kepala nya terpentuk dengan cukup keras, lantaran dirinya yang langsung berdiri dengan begitu semangat.
Jeduggg!
“Huaaaaaa!” jerit nya langsung menangis kencang, membuat Khalifa dan Hilal yang masih berada di luar segera berlari ke dalam menghampiri gadis kecil tersebut.
“Astagfirullah,” gumam kedua orang dewasa itu menghentikan langkah nya kala melihat drama yang dibuat oleh Aca.
“Ayah, Aca gak bisa kelual, huaa sakit jedot jedot telus!” ucap nya mengadu keapada sang ayah sambil memegang kepala nya yang terasa cukup pusing. Karena kepala nya terpentuk bukan hanya satu atau dua kali, melainkan lebih dari tiga kali.
Bagaimana tidak, jika Aca keluar dari kolong meja dengan posisi berdiri, bukan berjalan menunduk atau merangkak lebih dulu untuk keluar. Melainkan anak itu terus berdiri hingga membuatnya akan selalu terpentuk meja makan.
Menghela napas nya cukup berat, akhirnya Hilal mendekat dan menarik tubuh putrinya dengan lembut, lalu menggendongnya sambil mengusap kepala kecil tersebut.
“Ngapain main di sana hem?” tanya nya.
“Ante Lifa yang suluh!” jawab anak itu seketika membuat Khalifa langsung membulatkan matanya dengan sempurna.
“Ihh, kan Aca sendiri yang mau ngumpet dari Ayah! Kenapa salahin Tante?” Khalifa sedikit berseru sambil ikut menghampiri Aca dan juga ayah nya. Jadilah, kini gadis itu sudah berdiri tepat di depan Hilal sambil berkacak pinggang dan memanyunkan bibir nya.
“Kan yang pilih tempat umpet na ante Lifa. Aca gak mau umpet di situ, ante yang suluh suluh kok,” katanya lagi yang tidak mau di salahkan.
“Kenapa harus ngumpet memang nya?” tanya Hilal memecah perdebatan kedua tuyul di depan nya.
“Kan bial sulplise kata ante Lifa.” Lagi, lagi dan lagi Khalifa dibuat membola kala mendengar jawaban yang selalu di lontarkan oleh Aca.
Mengapa jadi dirinya yang di kambing hitamkan. Padahal ide bersembunyi adalah ide Aca sendiri, Khalifa hanya membantu saja. Tapi kini malah dirinya dijadikan tersangka utama.
“Lain kali, kalau ada di bawah meja, Arumi—“
“Aca Ayah! Bukan lumi, Aca gak suka!” potong gadis kecil itu dengan cepat. Kedua tangan nya langsung bersedekap dengan bibir yang ia manyunkan menandakan betapa kesal nya dirinya saat ini.
Memang benar, selama ini Hilal terus memanggil nama anaknya dengan sebutan Arumi, bahkan keluarga besar nya pun juga sama. Hanya saja, karena panggilan dari Khalifa yang sering memanggil nama Nasya akhirnya membuat anak kecil itu terbiasa dan kini lebih suka dipanggil dengan sebutan Aca.
“Kenapa Ayah gak pintel kaya ante Lifa sih, pintel kasih nama na. Kan bagusan Aca, iya kan Ante?” tanya Aca kini menatap pada Khalifa.
Gadis itu hanya mampu tersenyum kikuk sambil menganggukkan kepala nya pelan, “Nah Aca karena sudah ada Ayah. Aca pulang ya? Tante—“
“Kamu mengusir kami Fa?”
“Hah!” Khalifa langsung terdiam, mulut nya ternganga dengan tatapan mata yang langsung menatap pada sosok laki laki tinggi di depan nya.
Ia mengerjapkan matanya berulang kali, seolah mengingat dan mencerna arti kata yang di ucapkan oleh Hilal beberapa detik yang lalu. Padahal, bukan niatnya untuk mengusir Aca dan ayah nya. Hanya saja, karena sudah ada Hilal menjemput Aca dan dirinya yang merasa cukup lapar, memutuskan untuk mencari sarapan di luar.
...~To be continue .......